Langit Neo-Kyoto malam itu selalu sama: kabut asam bercampur polusi elektronik yang membuat bulan tampak seperti koin usang. Hujan buatan yang beraroma logam membasahi jalanan, memantulkan cahaya neon raksasa dari papan reklame yang tak pernah padam. Di tengah kekacauan visual itu, sosoknya berdiri tegak di atap gedung tertinggi, siluetnya menentang badai.
Kaelen. Bukan nama asli, tapi nama yang ia pilih ketika meninggalkan masa lalunya. Kaelen mengenakan trench coat panjang yang terbuat dari serat karbon, menutupi armor tipis yang terpasang di tubuhnya. Rambut peraknya basah kuyup, menempel di dahi, dan matanya memancarkan kilatan biru neon yang aneh. Itu adalah mata buatan, hadiah dari seorang ahli bedah siber yang terlalu murah hati. Di punggungnya, terikat sebuah pedang besar. Bukan pedang biasa, melainkan Katana Jiwa, pedang legendaris yang konon bisa memotong apa saja, baik materi maupun energi.
WORLD OF CYBERPUNK: NEO-KYOTO
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Perjuangan dan Kemenangan yang Pahit
Pertarungan sengit melawan ratusan robot Korporasi Kolbe akhirnya berakhir. Kaelen, Patra, Mita, Kenzo, dan Tenma terengah-engah, tubuh mereka dipenuhi luka lecet dan lebam. Mereka berhasil mengalahkan semua robot, namun kelelahan melanda.
Tawa jahat terdengar dari kejauhan. Pria gila, ilmuwan dari Korporasi Kolbe, berdiri di atas puing-puing, matanya berkilat gembira melihat kondisi mereka. "Kalian pikir kalian hebat? Ini baru permulaan!" teriaknya.
Dari balik asap, sebuah robot raksasa muncul. Robot itu adalah komandan, tingginya dua kali lipat dari Kaelen, dengan palu gada di tangan. Robot itu mengarah ke Mita, yang terlihat paling kelelahan. Tenma, dengan sigap, maju dan menahan serangan robot komandan.
"Aku akan mengurusnya!" teriak Tenma.
Pertarungan sengit pun dimulai. Tenma dengan kapaknya melawan palu gada robot komandan. Patra dan Kenzo membantu, namun robot itu terlalu kuat. Pukulan palu gadanya menciptakan gempa kecil, membuat mereka terhuyung.
Kaelen, yang melihat teman-temannya kesulitan, menyadari bahwa ia harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa hanya mengandalkan kekuatannya. Ia harus mengendalikan Katana Jiwa dengan sempurna. Ia memejamkan mata, memfokuskan semua energinya.
Saat ia membuka matanya, aura keemasan menyelimuti Katana Jiwa. Ia melesat, bergerak lebih cepat dari sebelumnya, dan ia menyerang robot komandan dengan kekuatan yang tak terduga. Dengan satu ayunan pedangnya, ia berhasil menghancurkan palu gada robot itu, dan dengan satu ayunan lagi, ia berhasil menghancurkan robot itu menjadi berkeping-keping.
Kaelen, dengan wajah penuh amarah, berjalan ke arah pria gila itu. Katana Jiwa di tangannya masih bersinar. "Jika kau berani menggangguku dan melukai teman-temanku lagi," katanya, suaranya dingin dan penuh ancaman, "aku tidak akan memberi ampun."
Pria itu, yang melihat mata Kaelen yang dipenuhi amarah dan kekuatan yang luar biasa, ketakutan. Ia mundur, lalu lari, menghilang di balik puing-puing.
Kaelen dan timnya, yang kini kelelahan, mengambil waktu untuk memulihkan diri. Mereka membersihkan luka-luka mereka, dan mereka mengisi kembali air dan makanan mereka. Mereka tahu, mereka harus menyelesaikan misi mereka.
Mereka tiba di ruangan terakhir, sebuah ruangan kecil yang terletak di bawah menara kontrol. Kaelen dan timnya mencari di setiap sudut, namun kotak berisi surat itu tidak ada. Ruangan itu kosong, hanya berisi debu dan puing-puing.
"Ini tidak masuk akal," keluh Mita, frustrasi. "Bandara ini terlalu besar. Kita sudah mencari di setiap tempat."
"Mungkin kita melewatkan sesuatu," kata Kaelen, ia juga merasa frustrasi.
"Mungkin kotak itu tidak ada di sini," kata Kenzo.
Patra mengangguk. "Mungkin ini hanya jebakan. Mereka hanya ingin kita gagal."
Kaelen tidak menyerah. Ia melihat ke sekeliling, dan ia melihat sesuatu yang aneh. Sebuah simbol yang terukir di dinding, simbol yang sama dengan yang ia lihat di dalam mimpinya. Simbol yang ia lihat di pintu Menara Korporasi Terlupakan.
Ia menyentuh simbol itu, dan sebuah dinding rahasia terbuka. Di dalamnya, sebuah ruangan kecil muncul. Dan di tengah ruangan itu, sebuah kotak kecil berisi surat-surat penting.
Mereka semua terkejut. Kaelen berhasil menemukan kotak itu. Misi mereka selesai.
Setelah menyelesaikan misi mereka di bandara yang ditinggalkan, Kaelen dan timnya kembali ke Qpo Xeas. Mereka tiba di aula besar, tempat beberapa tim lain sudah berkumpul, wajah mereka penuh kelelahan namun lega karena berhasil kembali. Saat Kaelen melangkah masuk, ia melihat Aprace, yang duduk di bangku, menatapnya dengan ekspresi terkejut dan marah. Aprace tidak menyangka Kaelen bisa kembali, apalagi dengan selamat. Kaelen mengabaikan tatapan itu, ia hanya fokus berjalan menuju instruktur yang berdiri di depan aula.
"Kami kembali," kata Kaelen, suaranya tenang. "Misi selesai."
Instruktur yang bertanggung jawab terkejut. Ia mengambil kotak yang diserahkan Kaelen dan membukanya. Di dalamnya, surat-surat penting itu terlihat utuh. Instruktur itu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, ia hanya bisa menatap Kaelen dengan heran.
"Kalian..." bisik instruktur itu, "kalian berhasil?"
Setelah beberapa saat, instruktur itu mengumumkan, "Tim Kaelen, kalian dinyatakan lulus. Kalian akan naik ke kelas selanjutnya."
Kaelen dan timnya merasa senang. Semua kerja keras mereka terbayar. Namun, mereka tahu, ini bukanlah akhir. Kaelen, Patra, Mita, Kenzo, dan Tenma akan naik ke kelas 1.2, di mana mereka akan belajar tentang darah khusus dan mulai melepaskan aura.
Setelah pengumuman itu, instruktur itu bergegas pergi, membawa kotak berisi surat-surat itu bersamanya. Kaelen tahu ada sesuatu yang tidak beres. Misi mereka tidak hanya untuk pengintaian, tetapi juga untuk menemukan surat-surat itu.
Di dalam ruangan Kepala Sekolah, instruktur itu meletakkan kotak di meja. Kepala Sekolah, seorang wanita dengan rambut abu-abu dan mata tajam, menatap kotak itu dengan penuh minat. "Aku tidak percaya mereka berhasil," bisiknya. "Surat-surat ini telah hilang selama bertahun-tahun. Kami pikir tidak ada yang bisa menemukannya."
Wakil kepala sekolah, Takeda, mengangguk. "Misi itu hanyalah untuk menguji kemampuan mereka dalam pengintaian. Kami hanya ingin mereka menandai lokasi-lokasi yang mungkin menjadi tempat persembunyian, agar kami bisa melakukan pencarian yang lebih dalam. Kami tidak pernah menyangka mereka akan berhasil."
"Kaelen," kata Kepala Sekolah. "Anak itu... dia memiliki sesuatu yang spesial. Kekuatan yang ia miliki... kekuatan yang sama yang dimiliki oleh leluhurnya." Kepala Sekolah tersenyum. "Anak itu adalah kunci. Kunci untuk menemukan Korporasi Kronos."
Di ruangan Kepala Sekolah yang mewah, suasana tegang menyelimuti. Kepala Sekolah dan Takeda menatap surat-surat yang ditemukan Kaelen.
"Ini... ini tidak mungkin," bisik Takeda, matanya membelalak. "Isi surat ini adalah salinan cetak biru untuk senjata. Meriam utama kapal perang yang menggunakan energi minimal, tapi memiliki daya hancur masif."
Kepala Sekolah mengangguk, wajahnya serius. "Itu adalah senjata yang dicari Korporasi Kronos selama ini. Senjata yang bisa mengubah jalannya perang. Senjata yang bisa menghancurkan kota hanya dengan satu tembakan."
"Tapi bagaimana Kaelen bisa menemukannya?" tanya Takeda. "Tempat persembunyian itu sangat rahasia. Itu adalah salah satu dari banyak rahasia kuno yang telah hilang selama bertahun-tahun."
"Kaelen," jawab Kepala Sekolah. "Anak itu memiliki koneksi dengan masa lalu. Kekuatan yang dimilikinya, Katana Jiwa, adalah kunci untuk membuka rahasia-rahasia kuno. Dia adalah pahlawan yang dinubuatkan, yang kita tunggu-tunggu."
Kepala Sekolah berdiri dan menatap ke luar jendela, ke arah Neo-Kyoto yang damai. "Kaelen adalah satu-satunya harapan kita untuk menghentikan Korporasi Kronos. Kita harus melindunginya, dan kita harus membantunya menguasai kekuatannya. Jika tidak, Neo-Kyoto akan hancur."
Kaelen kembali ke kamarnya bersama Patra, wajahnya dipenuhi rasa lelah namun juga kepuasan. Ia telah berhasil naik ke kelas berikutnya, dan ia telah membuktikan dirinya. Patra, yang tidak tahu apa yang ada di dalam surat itu, hanya bersemangat.
"Kita berhasil!" serunya. "Kita akan naik kelas! Kita akan menjadi lebih kuat!"
Kaelen tersenyum, mengangguk. Ia tahu, Patra benar. Ia harus menjadi lebih kuat, untuk melindungi teman-temannya, dan untuk menghadapi Korporasi Kronos.
Keesokan harinya, Kaelen memulai rutinitas barunya. Ia tidak lagi berada di kelas 1.3, melainkan di kelas 1.2. Di kelas baru, ia belajar tentang darah khusus, dan ia belajar melepaskan aura. Ia juga berlatih dengan lebih keras, mencoba menguasai Katana Jiwa dengan sempurna.
Kaelen, Patra, dan Mita kini menjadi tim yang solid. Mereka bekerja sama, saling mendukung, dan saling menguatkan. Mereka tahu, ada jalan yang panjang di depan mereka, namun mereka tidak takut. Mereka siap menghadapi tantangan yang akan datang.
Meskipun rutinitas hariannya berjalan normal, Kaelen tahu ada sesuatu yang berbeda. Ada sebuah kekuatan yang tumbuh di dalam dirinya, sebuah kekuatan yang ia harus kuasai. Kekuatan yang akan menentukan nasib Neo-Kyoto dan mungkin seluruh dunia.
Keren Thor Aku ikutin novelnya😉😉😉