NovelToon NovelToon
TERJEBAK DI DALAM PELUKAN MANIPULASI By NADA

TERJEBAK DI DALAM PELUKAN MANIPULASI By NADA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Trauma masa lalu / Kekasih misterius
Popularitas:559
Nilai: 5
Nama Author: nandra 999

Sebuah kisah tentang cinta yang berubah menjadi jeruji. Tentang perempuan yang harus memilih: tetap dalam pelukan yang menyakitkan, atau berjuang pulang ke dirinya sendiri.
Terjebak di Pelukan Manipulasi menceritakan kisah Aira, seorang perempuan yang awalnya hanya ingin bermitra bisnis dengan Gibran, pria karismatik .

Namun, di balik kata-kata manis dan janji yang terdengar sempurna, tersembunyi perangkap manipulasi halus yang perlahan menghapus jati dirinya.

Ia kehilangan kontrol, dijauhkan dari dunia luar, bahkan diputus dari akses kesehatannya sendiri.

Ini bukan kisah cinta. Ini kisah bagaimana seseorang bisa dikendalikan, dikurung secara emosional, dan dibuat merasa bersalah karena ingin bebas.

Akankah Aira menemukan kekuatannya kembali sebelum segalanya terlambat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nandra 999, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab - 11 Aku Tidak Gila

Aku tidak gila..

Aku gak butuh psikiater! Yang kamu butuh tuh sadar! Jangan jadi beban!"

Suara Gibran membentak keras malam itu, membelah sunyi rumah yang hanya dihuni oleh orang-orang yang pura-pura tuli. Aku berdiri terpaku di ujung dapur, tangan masih menggenggam sisa air di gelas yang kini bergetar di genggaman.

Padahal, aku hanya bilang bahwa aku merasa jantungku berdebar terus, aku mulai susah tidur, dan aku ingin kembali kontrol ke psikiaterku dulu. Tapi seperti biasa, Gibran menganggap permintaanku sebagai bentuk penolakan pada kuasanya.

“Kamu gak gila, Aira. Tapi kalau kamu maksa terus begini, kamu bakal benar-benar gila karena ulah kamu sendiri.”

Itu kata-kata yang membuatku tercekat. Bukan hanya menyakitkan, tapi seolah mencabut sisa-sisa validasi yang selama ini coba kupegang.

Padahal aku tahu, aku tidak gila. Aku hanya trauma. Aku hanya butuh pulih. Tapi saat trauma itu dianggap aib, aku jadi belajar diam.

Dulu, sebelum bertemu Gibran, aku menjalani hidup seadanya tapi stabil. Aku memang pernah didiagnosis gangguan kecemasan umum dan trauma kompleks. Tapi aku rutin konsultasi dan terapi. Psikiaterku dulu selalu bilang, "Kamu sangat sadar dengan dirimu, itu kekuatan besar, Aira."

Namun, setelah aku terjebak di rumah ini, semuanya terbalik. Aku berhenti minum obat karena diminta Gibran. Aku berhenti bicara tentang perasaanku karena selalu dituduh mengada-ada. Hingga akhirnya aku mulai mempertanyakan diriku sendiri: Apa benar aku terlalu berlebihan?

Suatu malam, ketika aku terbangun karena mimpi buruk, aku melihat jam menunjukkan pukul dua lewat sepuluh. Tanganku berkeringat, dadaku sesak, dan aku butuh bicara.

Aku menunduk dan membisikkan pada Gibran yang sedang tertidur, “Mas… aku mimpi buruk lagi… boleh peluk?”

Dia membuka mata, menatapku datar, lalu menjawab pelan tapi dingin,

"Sudah kubilang kamu tuh aneh. Mimpi aja dibawa ke dunia nyata. Jangan manja."

Setelah itu dia membalikkan badan dan kembali tidur.

Aku menatap punggungnya yang dingin seperti tembok. Malam itu, aku merasa lebih sendirian dari biasanya. Bahkan pelukan pun tak bisa aku dapatkan. Bahkan saat aku rapuh, aku tetap dianggap merepotkan.

Malam itu, untuk pertama kalinya aku bilang dalam hati: “Aku memang trauma. Tapi aku tidak gila.”

Besok paginya aku menatap cermin di kamar mandi. Rambutku kusut, mata sembab, dan ada goresan samar di lengan yang belum hilang sejak pertengkaran tiga hari lalu.

Gibran datang dari belakang dan berdiri di ambang pintu. Dengan nada meremehkan dia berkata, “Kamu liat dirimu sendiri, Aira. Keliatan banget gak waras. Kacau. Ngeri.”

Alih-alih marah, aku tersenyum tipis.

Karena untuk pertama kalinya, aku tidak percaya ucapan dia.

Aku mulai membuka kembali buku harian kecilku. Kucatat semua yang terjadi hari itu: kata-kata Gibran, rasa sesak, mimpi buruk yang datang setiap malam. Aku tidak lagi mencatat untuk mencari simpati. Aku mencatat agar diriku tidak lupa — bahwa aku masih waras. Aku masih hidup. Aku masih mampu mengenali luka dan bedakan mana sakit yang datang dari dalam, dan mana yang dipaksakan dari luar.

Hari itu, aku juga menulis:

“Gibran bukan pasangan. Dia penjara.”

Beberapa hari setelahnya, Gibran kembali menunjukkan wajah ramahnya. Ia membawakanku es teh favoritku. “Mau minta maaf, deh,” katanya.

Tapi aku hanya diam. Bukan karena aku luluh. Tapi karena aku tahu pola ini: marah – menyakiti – memohon – manis – mengulangi. Aku hafal. Dan aku muak.

"Aku tahu kamu sayang aku, ya kan?" tanya Gibran sambil duduk di sampingku. Aku menatap lurus ke depan dan menjawab lirih,

“Aku juga sayang sama diriku sendiri sekarang.”

Ekspresinya berubah. Seketika senyumnya pudar.

Malam itu, aku kembali menulis:

“Rasa sayang yang bikin kamu mengabaikan dirimu sendiri itu bukan cinta. Itu jebakan.”

Aku mulai menyimpan sisa uang di dalam gulungan kaus kaki. Sedikit demi sedikit. Aku tidak tahu akan ke mana, tapi aku tahu aku harus pergi.

Aku tahu aku tidak gila. Gibran yang membuatku merasa begitu.

Dan untuk pertama kalinya, aku tidak malu mengakui bahwa aku pernah rapuh — karena itu tidak sama dengan lemah. Aku sedang bangkit. Perlahan. Tapi pasti.

"Aku tak tahu apa yang akan terjadi besok. Tapi malam ini, aku tahu satu hal: keinginanku untuk bebas… sudah lebih besar dari rasa takutku.”

"Tubuhku masih tinggal di rumah itu. Tapi hatiku sudah mulai mengemasi luka, mencari jalan pulang."

Yuuk

Aku tak pernah membayangkan akan hidup seperti ini. Dulu aku kira aku kuat. Tapi ternyata, kekuatan pun bisa habis saat terus dikikis setiap hari .

Aira mengusap pipinya yang terasa dingin. Ia tahu, ia harus membuat keputusan. Ia tidak bisa terus hidup seperti ini. Luka di tubuhnya bisa sembuh. Tapi luka di hati... bisa membunuh pelan-pelan.

Pagi harinya, Aira berdiri di depan jendela. Matahari baru mulai muncul dari balik awan

Aira memandangi jalanan sepi di depan rumah. Ia berpikir: andai bisa berjalan tanpa arah, menjauh dari semua ini. Tapi ke mana? Keluarganya jauh. Uang tidak ada. Dan di rumah ini, ia sendirian—dikelilingi oleh keluarga besar Gibran yang hanya memihak satu orang: pelakunya.

Aku berjalan pelan ke dapur, menyiapkan sarapan seperti biasanya.

Gibran keluar dari kamar dengan wajah kusut, Gaya rambutnya sedikit acak.  tapi dia tetap terlihat percaya diri seakan tidak ada yang terjadi semalam.

Aku mulai terbiasa dengan suara Gibran di pagi hari. Selalu terdengar ramah, menenangkan...

Namun.....

“Kukira ini cinta. Ternyata, ini cara paling lembut untuk menghancurkan seseorang. "

"Kata-katanya manis. Tapi selalu berujung membuatku merasa bersalah."

Aku kira semua orang yang datang dengan janji... datang dengan niat baik. Tapi ternyata, niat baik pun bisa dipakai sebagai tali untuk mengekang.

Dia seperti tahu cara menyentuh bagian paling rapuh dalam diriku — keinginan untuk dipercaya, untuk dihargai. Dan dia memainkannya dengan sempurna.

Gibran seperti memiliki dua wajah. Pagi bisa menyentuh pipiku dengan lembut sambil menyuapiku sarapan. Tapi malamnya, hanya karena aku lambat menjawab pertanyaannya, dia bisa menghempaskan tubuhku ke lantai tanpa ampun.

Aku bukan tidak ingin pergi. Tapi setiap kali aku menguatkan hati untuk kabur, suaranya menggema di kepalaku, “Mau ke mana kamu? Gak ada yang peduli di luar sana. Gak akan ada yang percaya kamu korban. Mereka cuma akan bilang kamu cewek nakal yang nyari masalah.

Tapi pagi itu... setelah malam terpanjang dan terkeras, ada satu hal kecil yang membuatku berpikir.

Seekor burung gereja hinggap di jendela.  tapi ia tetap bernyanyi.

Air mata jatuh lagi. Bukan karena Gibran. Tapi karena aku sadar... jika seekor burung kecil bisa tetap bernyanyi di tengah badai, mungkin aku juga bisa.

Mungkin... masih ada cara untuk keluar.

Mungkin... masih ada aku yang bisa diselamatkan.

1
gaby
Jgn2 Gibran pasien RSJ yg melarikan diri.
gaby
Di awal bab Gibran selalu mengatakan cm Gibran yg mau menerima Aira yg rusak. Dan kata2 Aira rusak berkali2 di sebutkan di bab pertama. Maksud Rusak itu gmn y thor?? Apa Aira korban pelecehan atau korban pergaulan bebas??
gaby
Smangat thor nulisnya. Ternyata ini novel pertamamu di NT y. Tp keren loh utk ukuran pemula, ga ada typo. Dr awal bab aja dah menarik, Gibran si pria manipulatif
Robert
Suka banget sama cerita ini, thor!
nandra 999: Thks yeah 🥰
total 1 replies
Gấu bông
Terinspirasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!