CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Velove dan Dimas baru saja keluar dari ruang meeting, mereka berdua baru saja menyelesaikan kegiatan meeting pertama mereka hari ini. Velove kembali duduk di kubikelnya, sedangkan Dimas kembali masuk ke dalam ruang kerjanya.
Belum ada sepuluh menit perempuan itu duduk di sana, intercom yang ada di mejanya berbunyi membuat Velove bergegas untuk mengangkatnya.
“Siang, Mbak Velo.” Terdengar suara Chika di seberang sana.
Chika adalah resepsionis kantor mereka yang bertugas di depan lobby, perempuan itu lah yang biasanya menginfokan pada Velove jika ada tamu yang datang ke kantor.
“Iya Chik, ada apa?” Seingat Velove, Dimas tidak memiliki jadwal pertemuan dengan siapapun hari ini.
“Ini di bawah ada yang mau ketemu sama Pak Dimas, tapi sebelumnya dia belum bikin janji buat ketemu Bapak.”
“Namanya siapa? Biar nanti saya tanya dulu ke Pak Dimas.”
“Atas nama Bella Mbak, katanya temen Pak Dimas. Tadi dia udah coba buat telepon Pak Dimas, tapi katanya nomornya nggak aktif.”
Ah, Velove tahu nama itu. Orang yang kemarin malam menelpon Dimas saat di hotel, tapi untuk urusan apa dia datang ke sini?
“Ya udah nanti saya tanyain dulu sebentar ke Pak Dimas ya.”
“Iya Mbak, makasih banyak.”
Sambungannya dengan Chika terputus, Velove kemudian menekan tombol yang ada di intercom itu agar terhubung dengan intercom yang ada di meja kerja atasannya itu.
“Selamat siang, Pak Dimas.” Sapa Velove ketika mereka sudah terhubung.
“Ada apa?”
“Di bawah ada tamu atas nama Bella yang ingin bertemu dengan Bapak.”
Velove tidak langsung mendapat jawaban dari seberang sana selama beberapa detik, sebelum kemudian suara milik Dimas kembali terdengar olehnya. “Suruh dia naik dan masuk ke ruangan saya.”
“Baik, Pak.”
Kemudian sambungan itu terputus dan Velove kembali menekan tombol pada intercom agar kembali terhubung dengan Chika yang ada di bawah.
“Tamunya disuruh naik aja Chik, nanti saya yang arahin buat ke ruangan Pak Dimas.” Ucap Velove saat keduanya terhubung.
“Oke Mbak.”
Perempuan itu kembali meletakan intercom pada tempatnya, lalu beranjak dari tempat duduknya hendak berjalan menuju lift untuk menyambut tamu Dimas tadi.
“Mau kemana?” Tanya Naomi saat melihat teman kerjanya itu beranjak dari tempat duduknya.
“Ada tamunya Pak Dimas.” Jawab Velove yang dibalas dengan anggukan paham oleh Naomi.
Velove berjalan di lorong menuju depan lift, dia menunggu sebentar di depan lift sebelum kemudian lift itu terbuka dan memperlihatkan sosok yang pernah dia temui sebelumnya. Ternyata dugaannya kemarin malam benar kalau ternyata Bella itu adalah perempuan yang bersama Dimas di Mall tempo hari.
“Selamat siang, Ibu Bella ya?” Sapa Velove dengan senyum ramah pada wajahnya.
Perempuan yang bernama Bella itu tersenyum seraya mengangguk untuk menanggapi ucapan Velove barusan. “Jangan panggil saya Ibu, panggil Mbak aja.”
“Ah, maaf Mbak. Kalo gitu mari saya antar ke ruangan Pak Dimas.” Ucap Velove seraya mengarahkan perempuan itu menuju ruangan sang atasan.
Kedua perempuan itu berjalan beriringan menuju ruang kerja milik Dimas, Velove yang melewati kubikel miliknya dan juga Naomi melihat teman kerjanya itu menatap dengan tatapan terpesona pada Bella yang memang berpenampilan sangat menawan.
Perempuan yang katanya teman Dimas itu menggunakan dress berwarna netral, sepatu hak tinggi dan juga rambut coklat tua bergelombang yang sangat pas di tubuh sempurnanya itu.
Begitu sampai di depan pintu ruangan Dimas, seperti biasa Velove tidak bisa langsung masuk begitu saja ke dalam ruangan itu. Velove mengetuk pintu tinggi itu terlebih dulu, sebelum kemudian mendapat jawaban dari dalam sana.
“Masuk.”
“Silahkan Masuk Mbak, Pak Dimasnya ada di dalam.” Ucap Velove seraya membukakan pintu ruangan itu dan mempersilahkan Bella untuk masuk.
“Terima kasih banyak, eum nama kamu siapa?”
“Nama saya Velove.”
“Terima kasih banyak, Velove.” Teman Dimas itu kembali mengulangi ucapannya setelah mengetahui nama Velove.
“Sama-sama, kalau gitu saya permisi dulu.”
Velove pergi dari sana setelah mengantarkan teman Dimas itu ke ruangan sang atasan, perempuan itu harus kembali ke mejanya karena dia harus kembali bekerja walaupun sebentar lagi waktunya istirahat makan siang.
“Yang tadi siapa, Vel?” Tanya Naomi begitu Velove baru saja kembali duduk di kursi kerjanya.
“Temannya Pak Dimas.”
“Gila cantik banget, aku kira cewek tadi pacarnya.”
Perempuan itu menangguk setuju ketika Naomi mengatakan kalau Bella memang sangat cantik, saat pertama kali melihat wajahnya, Velove juga memikirkan hal yang sama.
Tapi entah kenapa saat mendengar kalimat akhir yang diucapkan oleh Naomi, seperti ada bagian yang tersentil di dalam hatinya. Kalau dilihat-lihat memang Dimas terlihat cocok jika berdampingan dengan Bella, Velove tidak bisa membantah soal hal itu. Lamunan Velove terhenyak ketika Naomi yang ada di sampingnya kembali mengeluarkan suara.
“Nanti mau makan siang dimana, Vel?”
Ah, Velove belum memiliki rencana soal itu dan Dimas juga belum memberitahunya soal makan siang, tapi bisa saja lelaki itu makan siang bersama dengan perempuan yang tadi, apalagi waktu makan sianh akan datang sebentar lagi.
“Kamu mau makan dimana?” Bukannya menjawab, Velove malah balik bertanya.
“Di kantin kantor aja kayaknya, bareng Mas Gino sama Mas Dewa.”
“Aku ikut kalian deh makan siangnya, tapi kalo nanti aku disuruh beli makanan dulu sama Pak Dimas, kalian duluan aja.” Balas Velove.
“Oke deh.”
Setelah itu mereka berdua kembali dengan pekerjaannya masing-masing seraya menunggu waktu istirahat makan siang. Sekitar lima belas menit dari itu, waktu makan siang sudah tiba, tapi Dimas belum juga menghubungi Velove untuk menyuruh perempuan itu membeli makan siang.
Velove memilih untuk merapihkan terlebih dulu meja kerjanya sebelum dia dan Naomi pergi ke kantin untuk makan siang, tapi di tengah kegiatannya yang sedang merapihkan meja kerjanya, perempuan itu melihat Dimas dan juga perempuan yang bernama Bella tadi berjalan bersebelahan di depan kubikelnya.
Sepertinya dua orang itu akan makan siang di luar. Velove kira Dimas akan menghampirinya terlebih dulu untuk memberi tahu hal itu, namun ternyata dugaannya salah, lelaki itu bahkan tidak melirik sedikitpun ke arahnya dan berlalu begitu saja di depan kubikelnya.
Melihat Dimas yang berlalu begitu saja, Velove memilih untuk tidak ambil pusing soal hal itu, tapi ternyata pikiran dan hatinya tidak sejalan, di dalam hatinya, Velove merasakan perasaan tidak nyaman. Perempuan itu kemudian kembali melanjutkan untuk membereskan meja kerjanya terlebih dulu.
“Yuk, Vel.” Ajak Naomi yang kini sudah keluar dari area kubikelnya dengan paperbag yang tadi pagi di tangannya.
Velove lantas beranjak dari kubikelnya dan menyusul langkah teman kerjanya itu, begitu mereka berdua sedang berjalan di lorong, mereka berpas-pasan dengan Gino dan juga Dewa yang memiliki tujuan yang sama dengan mereka.
“Widihh apaan tuh?” Tanya Gino seraya melirik ke arah paperbag yang ada di tangan Naomi.
“Nggak usah pura-pura nggak tahu gitu deh.” Naomi menjawabnya dengan malas, padahal di depan paperbag itu sudah ada namanya yang membuat orang lain bisa menebak isi di dalamnya itu apa.
Mereka berempat masuk ke dalam lift bersamaan untuk turun ke lantai dimana kantin berada, Naomi dan Gino bersebelahan di depan, sedangkan Velove dan Dewa juga bersebelahan di belakang mereka.
“Kemaren pulang jam berapa Vel dari Bandung?” Dewa bertanya pada Velove yang ada di sebelahnya.
“Kayaknya sekitar jam lima sore gitu deh, lupa aku.”
“Gua kira sampe malem.”
Velove lantas menggelengkan kepalanya. “Nggak, kerjaannya cuma sampe siang aja terus abis itu langsung deh pulang ke Jakarta.” Jelas perempuan itu.
Dewa yang mendengarnya menganggukan kepalanya paham, lalu bertepatan dengan itu pintu lift terbuka dan mereka berempat langsung keluar dari dalam sana, berjalan menuju meja kantin yang masih kosong.
Banyak karyawan yang lain sedang makan siang di kantin juga, kantin kantor memang selalu ramai apalagi di tanggal tua tapi gaji belum turun seperti saat ini, para karyawan memilih untuk makan di kantin karena lebih terjangkau, walaupun sebenarnya setiap karyawan memiliki jatah uang makan setiap bulannya.
“Kalian mau pesen apa?” Naomi bertanya saat mereka baru saja duduk.
“Aku mau soto ayam aja.” Ucap Velove.
“Kalo kalian?” Tanya Naomi sekali lagi seraya melirik Gino dan juga Dewa yang ada di depannya.
“Yang punya gua samain aja kayak Velove.” Balas Dewa.
“Kalo yang gua ayam penyet sambel ijo aja, Nao.” Ucap Gino.
“Oke deh, tunggu bentar.” Ucap Naomi yang kemudian beranjak dari sana untuk memesan makan siang untuk mereka.
Ini sudah menjadi kebiasaan mereka ketika makan siang bersama di kantin kantor, Naomi dengan sukarela tanpa harus disuruh menawarkan diri untuk memesan makanan tersebut, itung-itung sekalian tebar pesona katanya.
“Tadi Gua lihat Pak Dimas naik lift sama cewek, siapa tuh Vel?” Tanya Gino dengan penuh rasa penasaran.
“Temennya Pak Dimas, Mas.” Jawab Velove seadanya.
“Mau kemana mereka?” Kali ini giliran Dewa yang bertanya.
Mendengar pertanyaan itu lantas membuat Velove mengedikan bahunya. “Nggak tahu, makan siang di luar kali.”
“Nggak nyangka gua dia punya temen cewek juga, kirain temennya cuma cowok-cowok yang pas itu gue gak sengaja ketemu di kafe.” Gino kembali berucap.
“Makanya jangan langsung nebak gitu dong, Mas.” Balas Velove.
“Ya bos lu kan hidupnya lempeng-lempeng aja, gak nyangka gua kalo bisa temenan sama cewek juga.”
Mendengar ucapan Gino barusan membuat Velove tertawa. Memang benar apa yang diucapkan oleh lelaki itu, hidup Dimas sangat terlihat monoton setiap harinya, Velove juga merasakan hal itu.
Tidak lama dari itu Naomi sudah kembali ke meja yang mereka tempati, perempuan itu lantas mengeluarkan isi yang ada di dalam paperbag yang dia bawa tadi.
“Wih ada kerupuk bayem, kok kamu tahu sih Vel aku suka sama ini?” Tanya Naomi begitu dirinya menemukan dua bungkus kerupuk bayam dari dalam sana.
“Gimana aku nggak tahu kalo setiap aku ke Bandung kamu selalu titip itu.” Balas Velove.
Gino juga melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh Naomi, kedua orang itu mengeluarkan semua yang ada di dalam paperbag tadi.
“Kalo tau ada keripik tempe, gua pesen soto tadi.” Ucap Gino seraya membuka kemasan keripik tempe yang dia keluarkan dari dalam paperbag.
“Ya udah nanti cobain soto aku aja.” Tawar Velove.
“Nggak ah, nanti lagi aja pas makan malem gua beli soto.” Balas Gino.
Sedangkan Dewa hanya terdiam di tempatnya melihat kelakuan teman-temannya itu, lelaki itu memang yang paling pendiam diantara mereka, Dewa hanya berbicara secukupnya saja.
Tidak lama dari itu pesanan milik mereka berempat datang yang diantarkan oleh pegawai kantin ke meja mereka, menaruhnya satu persatu ke atas meja.
“Makasih, Mas.” Ucap Velove saat pegawai kantin tadi selesai menaruh makanan mereka.
Setelahnya pegawai kantin itu pergi dari sana dan mereka berempat mulai memakan makan siangnya masing-masing, mereka juga menyatukan oleh-oleh yang dibawa oleh Velove dengan makanan yang mereka makan saat ini.
Seperti contohnya Naomi yang sedang memakan soto mie nya dengan dicampur kerupuk bayam kesukaannya itu. Kegiatan makan siang itu diselingi beberapa obrolan kecil oleh empat orang itu, bahkan sesekali ditemani dengan perdebatan kecil antara Naomi dan juga Gino yang memang sering dijuluki sebagai Tom and Jerry.