NovelToon NovelToon
PEDANG GENI

PEDANG GENI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Persahabatan / Raja Tentara/Dewa Perang / Pusaka Ajaib / Ilmu Kanuragan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fikri Anja

PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26

Daniswara bersungut kesal. Dia merasa harga dirinya akan tercabik-cabik jika tidak bisa mengalahkan Mahesa.

Ribuan prajurit sudah meregang nyawa dan bergeletakan di setiap sudut arena pertempuran. Bau anyir darah yang menyengat langsung berbau busuk karena pada dasarnya mereka adalah dari bangsa jin yang aslinya mempunyai bau seperti bangkai. Sedangkan para prajurit kota Wentira adalah mayat hidup karena mendapat kutukan dari para dewa.

Di lain tempat di lokasi yang sama, Manarah sedang bertarung dengan Bhirawa yang merupakan panglima perang urutan ke enam.

Siluman buto ijo penguasa hutan di kaki gunung Arjuno itu begitu terampil menggunakan kukunya panjangnya dan berfungsi selayaknya pedang yang tajam. Yang membuat Bhirawa heran adalah kuku itu mempunyai kekuatan dan kekerasan selayaknya logam. Berulang kali dia mengadu pedangnya dengan kuku Manarah, tapi yang dirasakannya seperti mengadu logam dengan logam bahkan menimbulkan bunyi nyaring selayaknya logam yang beradu.

Di sekitar mereka berdua, prajurit dari kedua kubu juga terlihat sibuk dengan lawannya masing-masing. Mereka tidak peduli dengan lawan yang berada di dekatnya, selain lawan yang sedang dihadapinya. Dalam situasi seperti itu, biasanya sering terjadi pembokongan dari belakang terhadap lawan lain atau menyerang dari belakang ketika lawan yang dihadapi sudah mati.

Para prajurit itu tiba-tiba bergerak menjauh dari Manarah dan Bhirawa yang sedang mengeluarkan tenaga dalam lumayan besar. Tentu mereka akan memilih menjauh dari pada mati sia-sia terkena serangan nyasar ataupun dampak dari tekanan energi yang beradu

Sementara itu, Raja Dharmacakra dan Racun Utara yang sudah berada di luar kota, melihat dari jauh jalannya pertempuran yang terjadi dengan begitu sengit.

Secara situasi, keduanya masih bisa menilai jika pertempuran itu masih dalam keadaan seimbang meski pihaknya dalam posisi sedikit unggul. Adanya 7 panglima perang yang mempunyai kemampuan mumpuni di kubu kota Wentira menjadi pembedanya.

Sejauh ini, Racun Utara maupun Raja Dharmacakra masih belum mengetahui dari kerajaan mana yang sudah menyerang mereka. Namun dalam beberapa saat kemudian, Raja Dharmacakra seperti sangat mengenal sosok yang sedang melayang tinggi di angkasa. Sedari tadi mereka berdua hanya fokus melihat ke bawah, dan tidak sekalipun melihat ke atas, sehingga Raja Condrokolo yang sedang mengamati jalannya pertarungan dari atas pun luput dari pandangan mereka berdua.

"Raja Condrokolo!" desis Raja Dharmacakra. Matanya yang menyipit untuk melihat jelas sosok Raja Condrokolo,membuat Racun Utara ikut mendongak ke atas dan memperhatikan penguasa alam jin tersebut.

Raja Dharmacakra tersenyum lebar, "Ternyata kita tidak perlu keluar untuk menyerang mereka, Ketua. Malah mereka sendiri yang datang ke sini untuk mengantarkan nyawa!"

Racun Utara juga terlihat menyunggingkan senyumnya.

Ternyata rencana yang dia buat bersama Raja Dharmacakra malah sudah separuh jalan, dengan menyerangnya Raja Condrokolo ke kota Wentira.

***

Ledakan besar terjadi ketika Manarah dan Bhirawa mengadu energi tenaga dalam mereka berdua. Meski sama-sama terpental ke belakang, tapi keduanya kembali melesat dan melakukan pertarungan jarak dekat.

Semakin besarnya energi tenaga dalam yang mereka keluarkan membuat para prajurit kedua kubu bergerak semakin menjauhi mereka berdua.

Manarah mengeraskan rahangnya dan menyipitkan matanya. Dia yang baru saja terdorong ke belakang akibat pukulan Bhirawa tidak bisa menahan emosinya. Sebelum Bhirawa bergerak menyerang, dia memutuskan untuk menyerang terlebih dahulu dan berhasil mendesak Bhirawa dengan cepat.

Tidak ingin kehilangan momentum, Manarah menambah lagi kecepatannya dan menusukkan kuku tangan kanannya dan disusul dengan kuku tangan kirinya begitu cepat.

Meskipun berhasil menangkis kuku tangan kanan Manarah, namun Bhirawa lengah dengan kuku tangan kiri yang sudah menembus perutnya hingga keluar punggung.

Darah hitam keluar dari hidung dan juga mulut panglima keenam itu setelah Manarah mencabut kukunya. Tapi yang terjadi kemudian membuat Manarah menggelengkan kepalanya. Luka akibat tusukan kukunya ternyata menutup dengan cepat. Dan bahkan Bhirawa kembali menyerang Manarah dengan kecepatan yang tidak berkurang sama sekali.

"Edan...!" umpatnya dalam hati seraya menangkis serangan pedang Bhirawa.

Pertarungan antara Bhirawa dan manarah menyedot perhatian beberapa pihak, termasuk Ranu yang sedang bergerak liar melakukan pembantaian.

Namun setelah melihat keadaan Manarah masih terlihat baik-baik saja, dia memutuskan untuk tidak membantunya dan terus melakukan serangan terhadap prajurit lawan yang mengepungnya.

Beberapa saat yang lalu. Setelah merasakan getaran yang hebat, Ranu tidak langsung keluar dari penjara. Dia bisa menduga jika pasukan lawan akan dikerahkan ke luar kota untuk menahan serangan yang datang.

Berikutnya dia melelehkan terali besi yang mengurungnya dan keluar dari penjara itu. Untuk menghindari ketahuan penjaga penjara dan para prajurit lainnya, Ranu menggunakan Langkah Angin yang digabungkan dengan ajian Saipi Angin untuk melesat dengan kecepatan yang bahkan pendekar tanpa tanding tingkat awal pun akan sulit untuk melihatnya.

Sesampainya di luar kota, Ranu yang melihat pertempuran sudah terjadi, memutuskan untuk terjun langsung membantu pasukan Raja Condrokolo dan pasukan ibu angkatnya yang berjibaku melawan prajurit kota Wentira.

Bhaskara yang juga panglima kelima dalam urutan kepemimpinan, bergerak dengan cepat setelah melihat Ranu mengamuk membantai pasukannya.

Setelah dalam jarak serang, Bhaskara melompat tinggi dan melesat turun dengan cepat ke arah Ranu yang masih meladeni perlawanan pasukannya.

Ranu sigap dengan energi lumayan besar yang sudah mengincarnya dari belakang. Dia menarik tubuhnya ke samping untuk menghindari serangan itu.

"Ternyata ada yang begitu pengecut sehingga menyerang dari belakang?" cibir Ranu seraya melihat tangan Bhaskara yang mengeluarkan kabut hitam.

"Aaah... ternyata kau pengguna racun," Ranu tersenyum tipis tapi tidak menghilangkan kewaspadaannya. Secara tidak langsung, dia masih sedikit mengalami trauma dengan kejadian di daratan Balidwipa.

"Matamu awas juga ternyata, Anak Muda! Namun sayangnya kau juga harus mati karena racunku," desis Bhaskara.

Ranu menempelkan kedua telapak tangan di kedua pipinya sambil membuat ekspresi terkejut, "Aku takut sekali.. . tolong jangan bunuh aku!"

"Kambing congek! Kau berani menghinaku!?" bentak Bhaskara.

Ranu menggaruk kepalanya, "Apa hubungannya aku takut dan menghinamu?"

"Jangan banyak bicara! Rasakan racun hitamku ini!"

bentak Bhaskara. Dia merasa sangat kesal karena sudah benar-benar dilecehkan oleh pemuda di depannya.

Tangannya kembali mengepulkan kabut hitam yang secara perlahan semakin tebal.

Ranu menarik mundur kaki kanannya satu langkah ke belakang. Setelah itu dia mengalirkan tenaga dalamnya untuk membuat perisai yang melindungi tubuhnya dari efek racun lawan.

Bhaskara memasang kuda-kudanya dan dalam satu tarikan napas, dia bergerak menyerang.

"Mati kau!"

Panglima Hyena itupun melesat cepat dan mengarahkan telapak tangannya yang mengandung racun ke tubuh Ranu.

Pemuda itu tidak berusaha menghindar, tapi menangkis serangan yang mengincar setiap bagian tubuhnya. Meskipun dia sudah memasang perisai untuk menahan dampak racun lawan, tapi dia tidak mau gegabah begitu saja menyerahkan bagian tubuhnya untuk diserang lawan dengan mudah.

Pertarungan keduanya yang begitu cepat dan dibumbui energi besar membuat debu berterbangan hingga membuat jarak pandang sedikit terganggu. Tapi bagi keduanya, debu tersebut bukan menjadi masalah yang berarti. Bahkan kecepatan mereka semakin meningkat. Percikan lidah api akibat benturan kedua energi mereka yang beradu, menyeruak keluar dari debu yang terus mengepul melayang.

Bagi mata prajurit biasa, tidak akan bisa melihat pertarungan yang terjadi di dalam kepulan debu tersebut, karena saking cepatnya pergerakan mereka berdua.

Bhaskara meloncat mundur keluar dari kepulan tersebut, tapi dalam waktu singkat langsung kembali memberi serangan, "Tapak Racun!

Ranu tidak tinggal diam, dia melesat keluar dari kepulan debu dan menyongsong serangan Bhaskara.

"Tapak Emas Pembunuh!" teriak Ranu dengan keras.

1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍
Was pray
ya jelas dicurigai kan kamu dan suropati jelas2 orang asing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!