NovelToon NovelToon
Senandung Sang Bunga

Senandung Sang Bunga

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Teen School/College / Karir / Fantasi Wanita / Chicklit
Popularitas:475
Nilai: 5
Nama Author: Baginda Bram

Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.

Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.

Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Dunia yang tak pernah ia tahu sebelumnya.

Mulai saat itu, dunianya pun berubah.

(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Kami bertiga sudah tiba sebelum waktu yang ditentukan, setelah menyempurnakan gerakan di apartemen tadi. Keyakinanku telah menumpuk.

Untung saja kubawa baju ganti. Jadi setelah berenang dalam keringat, aku bisa mandi lalu menggantinya. Aku dan Viola dibuat terkejut oleh kamar mandi yang amat mewah tadi. Kalau bukan karena waktu yang mepet, kami pasti sudah menjajal bathtub di sana.

Kami dapat informasi kalau kita akan tampil di lantai empat, bukan lantai lima. Tampil dengan kostum yang sudah disediakan. Kostum menggemaskan berwarna putih bercorak garis biru langit. Bawahannya memakai rok di atas lutut berwarna biru senada dengan corak baju.

Setelah kukenakan dan menatap diriku dalam kaca, aku merasa tidak cocok dengan pakaian seperti ini. Aku yang tidak feminim, terasa aneh ketika mengenakannya.

Namun, di sisi lain, aku merasa bahagia. Bisa memakai baju imut ini layaknya idol sungguhan.

Walaupun, tidak pantas, aku tersenyum kepada pantulan diriku.

Soal make up, aku tidak bisa sama sekali. Menyentuhnya pun tak pernah. Jadi aku mengabaikannya. Kuharap itu tak mengurangi poin penilaianku.

Karenanya, aku jadi punya waktu lebih dibanding yang lain. Untuk menghabiskan waktu, aku berkeliling melihat-lihat sekitar.

Semua orang nampak sibuk merias diri mereka menjadi semenarik mungkin. Mataku tertancap ke lorong yang mengarah keluar. Seperti ada sebuah keramaian.

Penasaran, aku melongok ke lorong itu, ternyata kursi yang berada di lantai empat ini, telah ramai terisi. Yang mana mereka semua adalah anggota Flow.

Mendadak tanganku berkeringat dingin. Dahiku mulai lembab. Lututku ikut bergetar. Serasa keyakinanku tadi mulai terkikis perlahan-lahan.

Kalau ditonton orang biasa sih masih mending, kalau ditonton idol lain rasa gugupnya menjadi berlipat ganda.

Atau jangan-jangan mereka juga berkontribusi untuk nilai? Bisa jadi sih.

"Kamu enggak dandan?" Tegur seseorang.

Suara barusan membuyarkan lamunanku. Aku sontak menoleh. Seorang gadis yang berpakaian sama persis denganku. Berdiri di belakang.

Aku menggeleng gesit.

"Kamu juga, kenapa cepat banget? Yang lain belum ada yang selesai loh."

"Aku sudah biasa, jadi cepat. Kamu mau pakaikan? Kalau mau, aku bisa membantumu."

"Enggak deh, orang kaya aku risih pake make up."

"Jangan sungkan, enggak apa-apa."

"Enggak dulu deh, kapan-kapan aja."

"Oke, deh."

Gadis itu pun pergi tanpa sempat meninggalkan nama. Salahku juga yang lupa bertanya. Satu hal yang aku tahu, ia juga peserta audisi sama sepertiku.

"Sudah semua? Ayo kumpul yuk!" Pinta seorang setengah berteriak.

Aku mendekat ke sumber suara. Diikuti oleh yang lain. Kami berkumpul lalu diarahkan oleh seorang wanita yang berkalung tulisan "staf".

"Untuk masuk ke panggung lewat sini." Sambil menunjuknya dengan tangan. "Pokoknya tampil saja sebaik mungkin."

Setelah pengarahan singkat, kami keluar bergantian. Baru selangkah, aku langsung disambut dengan tatapan berpasang-pasang mata.

Napasku mulai tersengal. Tanganku mulai tremor tak karuan. Hanya berdiri saja di tempat ini membuat sekujur tubuhku memberat.

Tempatku berdiri adalah sebuah tempat yang lebih tinggi daripada ruangan aslinya, meski tak terlalu lebar. Yang jika kami semua berada di sana, menyita setengah dari luasnya. Tapi entah mengapa, tekanan di atas sini terasa berbeda. Serasa udara di atas sini menipis.

Bagaikan sedang berada di puncak gunung.

Jadi begini rasanya berdiri di atas panggung itu.

Kami membentuk beberapa barisan. Aku berada di barisan awal. Kulihat dari sini beberapa wajah familier. Terutama di barisan awal tempat duduk. Orang-orang yang terlihat pada audisi tahap pertama.

Jujur kalau kami membentuk formasi dan melebarkan jarak. Orang yang berada di barisan paling belakang tak terlalu kentara apalagi kalau orang-orang di depannya berpostur tinggi. Karena itu, jika ingin menonjol, aku harus tetap di posisiku sekarang.

"Silakan tunjukkan penampilan terbaik kalian."

Semuanya tiba-tiba memandang satu sama lain.

"Posisinya?" Pekik salah seorang.

"Kan sudah dibilang, kalau itu terserah kalian."

Ah ... Benar juga ...

Kak Indri sudah bilang itu, bahkan dari awal audisi. Anehnya, entah kami lupa atau bagaimana, kami tidak memutuskan posisinya sama sekali.

Mendadak tubuhku serasa didorong. Suara-suara mulai bermunculan.

"Aku aja yang di depan!"

"Aku dong, aku kan paling tua umurnya."

"Yang tua di belakang aja, ngalah sama yang muda."

"Gue aja! Kan gue enggak pernah bolos latihan."

"Gue lah! Gue kan nomor audisinya paling kecil."

Aku berusaha menahan tubuh dari dorongan. Takut kalau terjatuh. Meski tingginya tidak lebih dari satu meter, terjatuh dari tempat seperti ini minimal bisa membuat keseleo.

Aku menghela napas panjang.

Aku berjalan menuju samping. Pindah ke belakang. Seseorang seketika mengambil tempatku secepat kilat. Sampai pada tempat terbelakang di barisan. Rupanya tak hanya aku, Viola dan Anna berdiri di sisi kanan dan di kiriku.

Raut mereka berdua terlihat tenang. Aku memegang tangan mereka. Mereka sontak melihatku.

"Mari kita lulus sama-sama," Ucapku.

Mereka mengangguk bersamaan. Dari kejauhan, kulihat Kak Nadia melambai kecil ke arahku sambil tersenyum lebar.

Mereka yang saling berebut posisi di depan nampak belum mereda. Pihak juri pun hanya mengamati. Seseorang dari bangku penonton berdiri. Rautnya memerah padam. Alisnya saling bertemu.

"Biarkan aku yang memutuskan."

Wanita itu, wanita yang tidak kuingat namanya karena terlalu susah. Yang kuingat hanyalah sebagian namanya yang menggelitik telinga. Yap, cuma "Meong" yang tidak dapat kulupa.

"Kamu, kamu, kamu, kamu," ucapnya sembari menunjuk dengan jari lentiknya.

"Kamu." Tunjuknya lagi namun ke arahku.

Aku? Di depan? Harusnya itu suatu keuntungan lebih, tapi aku belum mau menghabiskan keberuntunganku hanya untuk mendapat posisi di sana.

"Saya di sini saja."

"Ok, kalau begitu, kamu." Tunjuknya ke orang lain.

Kegaduhan mereda. Kami segera mengatur jarak, meski sempit kurasa masih bisa diusahakan.

"Baiklah, segera mulai."

Musik mulai terdengar. Gerakan awal pun kulakukan. Tangan kanan terangkat tinggi lalu turun seakan memegang pipi, bergerak menjulur ke kiri.

Gerakan berikutnya adalah gerakan yang membuatku dimarahi. Gerakan itu pun bisa kulakukan dengan baik. Aku terharu untuk sesaat.

Aku menari dengan penuh semangat meski berada di barisan paling belakang. Meski ruang pandang untuk melihatku sangat sempit, tapi keyakinanku tak menyusut.

Bukan hanya aku saja, tapi kami bertiga tadi pagi telah membulatkan tekad. Menjadi antagonis untuk kali ini.

Aku mulai memahami maksud dari "menjadi antagonis". Artinya menjadi berbeda dengan yang lain, hal itu juga berkaitan dengan penampilan yang kutonton.

Mereka selaras, tapi di saat yang bersamaan mereka juga menunjukkan gerakan unik yang berbeda-beda di tiap orangnya.

Tadi pagi, kami menyempurnakan itu dengan menonton penampilan senior-senior kami. Jadi kami yakin, di manapun posisi kami, tak akan jadi masalah.

Tiba di gerakan tersulit. Jujur, aku sering salah di bagian ini. Belum lagi kusesuaikan sedikit gerakannya. Aku tidak yakin kalau akan berjalan mulus.

Aku lakukan gerakan itu, aku yakin tempoku sedikit terlambat. Kuatur lagi agar kembali sama.

Aku mulai berpikir kalau berada di belakang juga merupakan opsi yang bagus, jika belum yakin dengan gerakan sendiri. Karena kalau salah, tidak akan terlalu terlihat.

Semoga yang barusan tak dihitung.

Tubuhku terus bergerak sesuai dengan irama. Hingga akhirnya, gerakan terakhir.

Runtutan melodi telah berakhir. Gerakan penutup telah keluar, namun nafasku masih tersengal. Keringat mengucur dari seluruh tubuh. Tekanan di atas panggung membuatnya semakin deras. Baju yang kupakai lima menit yang lalu, kini terasa lebih berat.

Tepuk tangan mulai bergema. Tak kencang memang, tapi lumayan terdengar.

"Baik, terima kasih kami ucapkan kepada kalian yang telah berpartisipasi. Untuk keputusan final, nanti akan kami kirimkan melalui email 3 hari kedepan, jadi dimohon untuk bersabar. Sekali lagi, terima kasih."

Hanya tinggal menunggu hasilnya saja. Semoga aku cukup beruntung kali ini.

1
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Bagus banget deh, bikin nagih!
KnuckleDuster
Buat gak bisa berhenti baca!
Coke Bunny🎀
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!