Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Nathan
Di ruangan yang di penuhi cahaya matahari yang masuk melewati jendela besar, Nathan berdiri di depan Via yang tampak ketakutan.
"Suster Via, sebelum nya saya minta maaf, karena tanpa sengaja saya telah Merenggut kesucianmu, bahkan saya sudah menyiksamu." Ucap Nathan seraya melihat tangan serta wajah Via yang di penuhi luka lebam.
"Sungguh malam itu saya tidak bisa mengendalikan diri, dan saat itu saya mengira kamu adalah wanita yang berusaha menjebak saya." Sambungnya.
"Sekarang katakan, berapa uang yang harus saya bayar sebagai imbalan karena kamu telah melayaniku?"
Nathan mengeluarkan sebuah cek kosong dari laci lalu meletakkannya di meja yang ada di hadapannya.
"Kamu bisa tulis berapapun nominal yang kamu mau, dan setelah itu kamu harus bungkam tentang kejadian semalam." Ucap Nathan dengan suara rendah namun penuh ancaman.
"Kalau kamu berani bicara, saya pasti kan hidupmu akan berakhir." Sambungnya.
Wajah Via pucat pasi, tubuhnya seakan membeku karena ketakutan.
"Tuan, apa yang anda katakan?" Tanya Marvin geram.
"Diam kau." Bentak Nathan, "Saya tidak meminta pendapat darimu, jadi kau diam saja, semua ini terjadi juga karena kelalaian mu, Marvin." Ujarnya dengan nada tegas dan dingin.
Marvin terdiam, dia tidak mungkin melawan atasannya, meski hatinya terasa pedih saat melihat Via di perlakukan tak adil oleh Tuannya, namun dia tak bisa berbuat apa apa.
"Kau bisa menulis berapapun nominal yang kamu mau." Ucap Nathan lagi, "100 juta, 300 juta, 500 juta, atau bahkan 1 milyar, kau tulis saja. Bukankah itu nilai yang cukup besar, bahkan wanita malam tidak semahal harga yang saya tawarkan padamu." Sambungnya.
Via menatap selembar kertas kecil itu, meremas tangannya dengan kuat untuk menahan rasa sakit hatinya. Dia memang sedang membutuhkan uang untuk biaya pengobatan Ibunya di kampung, namun jika Via menerima tawaran dari majikannya ini, maka dengan sengaja Ia mengakui bahwa uang yang Ia dapatkan adalah hasil dari menjual dirinya sendiri, padahal kenyataannya dia adalah korban disini.
Dengan berani, Via menatap tajam pada Nathan, sorot matanya yang penuh luka mencoba untuk tidak takut, "Saya tidak akan menerima sepersen pun uang dari anda, Tuan Nathan. Karena saya bukan wanita jalang!" Ujar Via.
"Lalu apa mau mu, Hah?" Sentak Nathan.
"Pertanggung jawaban dari mu, atau biarkan saya pergi dari sini jika kau tidak mau bertanggung jawab." Ucap Via tegas.
Pria tampan itu memicingkan mata, menatap penuh ejekan ke arah Via, "Jadi, kau ingin saya menikahimu, begitu?" Tanya nya.
Via tertunduk, dia sendiri tidak tau pertanggung jawaban seperti apa yang dia ingin kan. Menikah dengan manusia sedingin es rasanya dia juga tidak menginginkannya, namun peristiwa semalam memaksanya untuk meminta Nathan menikahinya, terlebih dia tau resiko yang mungkin akan dia hadapi adalah kehadiran janin di rahimnya.
"Ck, ternyata kau cukup pintar juga, kau memanfaatkan kesalahan saya agar bisa menikah dengan saya, lalu kau bisa mendapatkan semua harta saya, begitu kan rencana mu." Tuduh Nathan yang begitu menyayat hati Via, "Kau sama saja dengan perempuan di luaran sana, hanya mengincar harta saya saja." Hinanya lagi.
Via memegang dadanya yang terasa sesak, sementara Marvin, dia mengepalkan kedua tangannya erat, dia sangat ingin menghajar wajah laki-laki yang tak memiliki hati nurani bahkan pada seorang wanita yang lemah.
Saat itu juga, Nathan memberikan sebuah amplop besar pada Via, "Ini surat perjanjian, baca dan segera tanda tangani." Ujar Nathan seraya menyodorkan dokumen tersebut.
Marvin melirik sekilas karena penasaran dengan isi surat itu, "Saya hanya bisa menawarkan uang untukmu, karena saya tidak bisa bertanggungjawab apa lagi menikahi kamu, Via." Tegas Nathan
"Dan saya tidak akan membiarkan skandal menghancurkan reputasi saya, kau bisa ambil uang dari saya berapapun yang kamu mau lalu kamu bisa melanjutkan hidupmu dan menikmati uang dari saya." Sambungnya mencoba memaksa Via untuk menerima tawaran tersebut dengan tatapan yang mengintimidasi.
"Saya tidak mau, seharusnya Tuan bertanggung jawab atas perbuatan terkutukmu, Tuan." Pekik Via.
Nathan yang tak memiliki kesabaran yang Luas seketika hampir saja melayangkan kembali sebuah tamparan di pipi Via, namun Marvin tentu tak akan membiarkannya.
Dengan sigap Marvin menahan tangan Nathan dan menghempaskannya kasar, "Cukup Tuan, Jangan menyakitinya lagi." Ucapnya.
Nathan cukup terkejut dengan sikap Marvin yang lebih memilih membela Via di bandingkan dengan nya.
***
"Luna mana sih? Kok belum datang juga, apa dia ngga jadi datang ya." Gumam Jay saat menatap jam yang melingkar di tangannya.
Jay mengambil ponselnya untuk menghubungi Luna, namun dering ponsel yang biasa Luna bawa malah terdengar dari dalam tas nya.
"Astagfirullah, aku lupa memberikan ponsel ini pada Luna." Gumam Jay yang baru sadar kalau Luna saat ini tidak sedang memegang ponsel.
Jay pun akhirnya menghubungi Gani, sang supir sekaligus bodyguard untuk Luna.
"Hallo, Assalamualaikum Gan. bagaimana? Apa kalian sudah membawa Luna ke kantor?" Tanya Jay setelah panggilan terhubung.
"Wa'alaikumsalam, kami sudah mengantar Nyonya Luna sampai depan kantor Tuan, sekitar dua puluh menit yang lalu." Jawab Gani yang saat ini dalam perjalanan, karena Jay memberikan tugas lain padanya.
"Jadi Luna sudah sampai, tapi kenapa dia tidak langsung datang ke ruanganku." Batin Jay.
"Apa kalian yakin?" Tanya Jay meyakinkan.
"Iya Tuan, sesuai permintaan Tuan, kami mengantar Nyonya Luna tepat di depan perusahaan." Jawab Gani.
Jay manggut-manggut, "Ya sudah." Sahutnya segera mematikan sambungan telponnya.
Jay pun segera bangkit dan berniat hendak menyusul Luna di luar.
***
Ceklek
Rahma yang hendak meraih gagang pintu itu terdiam, saat pintu di buka dari dalam.
"Astaghfirullah." Kaget Jay saat melihat Rahma dan Luna berdiri di depan ruangannya.
"Mas Jay." Pekik Rahma, "Aku mau marah sama kamu, Mas." Ucap Rahma yang benar benar kesal pada kakaknya.
"Kenapa?" Heran Jay.
Rahma menarik tangan Jay masuk kembali ke dalam ruangannya, Luna pun mengikuti dari belakang dan segera menutup pintunya.
"Duduk Mas." Pinta Rahma yang terdengar seperti sedang memerintah, sorot matanya tajam, membuat Jay merinding dan akhirnya mengikuti perintah Rahma untuk duduk di sofa.
"A..ada apa ini?" Tanya Jay gugup lalu mengusap wajahnya kasar, baru kali ini dia melihat sorot mata yang menakutkan dari seorang Rahma.
"Kenapa Mas tidak menyambut kedatangan Mbak Luna?" Tanya Rahma penuh penekanan seraya menunjuk Luna yang tengah tertunduk.
Jay menoleh sekilas pada Luna, lalu menatap Rahma kembali.
"Mas tau, tadi mbak Luna hampir saja di usir karena mengaku menjadi istri dari seorang Jay." Sambungnya.
"Apa?" Kaget Jay langsung menoleh pada Luna yang tengah berdiri dengan menundukkan kepalanya.
"Sayang, apa itu benar?" Tanya Jay dengan tatapan merasa bersalah.
Luna mengangguk dan membuat Jay semakin merasa bersalah.
"Sayang." Lirih Jay bangkit dan menghampiri Luna, "Maafkan aku." Sambungnya.
Luna kembali mengangguk, dia tak ingin menyalahkan suaminya.
"Kamu tidak apa-apa kan? Apa ada yang terluka?" Jay melihat Luna dari atas hingga bawah.
"Tidak ada Mas, Luna baik-baik saja kok." Jawab Luna.
"Maaf Luna, Mas tidak tau kalau orang-orang kantor memperlakukan kamu dengan tidak baik, bahkan mereka ingin mengusir mu." Kata Jay.
Luna tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa Mas, Luna sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu."
Mendengar jawaban Luna, hati Jay bak tersayat benda yang sangat tajam.
Jay menatap lekat Luna dan mengusap kepalanya yang tertutup hijab, "Tapi mulai sekarang, Mas tidak akan membiarkan siapapun merendahkan kamu. Karena kamu bukan wanita yang pantas di rendahkan, kamu adalah seorang ratu yang layak di hormati, Luna." Kata Jay.
Wajah Luna tiba-tiba memerah dan jantungnya berdegup kencang saat mendengar perkataan Jay.
"Sekarang kamu ikut aku." Ajak Jay seraya merangkul pinggang Luna dan membawnya ke Luar dari ruangan.
Entah suaminya itu akan membawanya ke mana, Luna hanya pasrah dan mengikuti langkah Jay.
"Aku tidak akan membiarkan siapa pun menghina Luna, aku akan memberikan mereka pelajaran karena sudah berani menyakiti hati Istri ku." Batin Jay yang merasa geram karena ada yang berani mengusik istrinya.