Nayla mendapatkan kabar dari Tante Ida agar pulang ke Indonesia dimana ia harus menghadiri pernikahan Anita.
Tepat sebelum acara pernikahan berlangsung ia mendapatkan kabar kalau Anita meninggal dunia karena kecelakaan.
Setelah kepergian Anita, orang tua Anita meminta Nayla untuk menikah dengan calon suami Anita yang bernama Rangga.
Apakah pernikahan Rangga dan Nayla akan langgeng atau mereka memutuskan untuk berpisah?
Dan masih banyak lagi kejutan yang disembunyikan oleh Anita dan keluarganya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Mereka telah sampai di rumah sakit, Rangga meminta istrinya untuk segera turun.
"Ayo kita masuk." ajak Rangga.
Nayla menganggukkan kepalanya dan ia berjanji di belakang Rangga.
Banyak sekali orang yang melihat kedatangan Nayla ke rumah sakit.
"Apakah wanita itu istri Pak Rangga?" tanya salah satu perawat yang ada disana.
"Ia, wanita itu yang menggantikan Nona Anita yang sudah meninggal dunia."
Nayla hanya bisa tersenyum saat mendengar obrolan mereka.
Ia pun menyadari kalau ia hanya seorang istri pengganti.
Rangga membuka ruangan kerjanya dan mengajak Nayla untuk masuk.
"Ruangan kerjamu ada di sebelah ruang kerjaku"
Rangga mengantarkan Nayla ke ruang kerjanya yang letaknya di sebelah ruang kerjanya. Iatidak mau Nayla mengganggu pekerjaannya saat ada pasien yang akan periksa.
Nayla pun langsung berjalan ke arah ruangannya yang disana sudah lengkap meja kerja, sebuah laptop, printer dan AC.
"Semangat Nay, kamu pasti bisa mengerjakannya." gumam Nayla.
Baru saja Nayla duduk di kursinya, Rangga langsung masuk sambil membawa laporan pekerjaannya yang sangat banyak sekali.
Nayla membelalakkan matanya saat Rangga memberikan laporan itu kepadanya.
"Tolong lekas kamu kerjakan. Kamu boleh minta apa saja kalau semuanya sudah beres." ucap Rangga.
"I-iya Mas. Aku akan menyelesaikan semuanya."
Rangga keluar dari ruangan Nayla yang akan memulai pekerjaannya.
"Dokter spesialis tapi tidak mau mengerjakan laporan pekerjaannya." gumam Nayla sambil menggelengkan kepalanya.
Nayla melihat laporan pekerjaan dari lima bulan lalu yang belum diketahui oleh suaminya.
Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat suaminya yang begitu malas mengerjakannya.
Nayla melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan campur aduk.
Di satu sisi, ia bangga dengan karier suaminya sebagai dokter spesialis, tetapi di sisi lain, ia merasa frustrasi dengan sikap Rangga yang seolah-olah mengabaikan tanggung jawabnya.
“Bagaimana bisa seorang dokter profesional seperti dia terlena dengan kesibukan dan melupakan hal-hal penting seperti laporan ini?” pikir Nayla, sambil memijat pelipisnya yang mulai terasa tegang.
Selagi mengerjakan pekerjaannya Nayla mendengar pasien-pasien suaminya yang sedikit ganjen.
"Sepertinya mereka belum tahu jika Mas Rangga sudah punya istri." ucap Nayla dalam hati.
Saat sedang fokus dengan dokumen di depannya, suara tawa perempuan dari ruang tunggu pasien mengusiknya.
Ia berusaha untuk tidak menghiraukan, tetapi bisikan-bisikan itu tetap terdengar.
Nayla mengambil napas dalam-dalam dan berusaha menenangkan diri.
Tiba-tiba, ada seorang pasien yang keluar dari ruang dokter.
Senyumnya lebar, seolah-olah baru saja mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diharapkannya.
Nayla tidak bisa tidak merasa sedikit cemburu. Ia cepat-cepat menyimpan dokumen yang sedang ia kerjakan dan melangkah ke ruang tunggu dengan niat untuk menciptakan suasana yang lebih baik.
"Selamat pagi, Bu!" sapa Nayla ramah, mencoba untuk menatap wajah-wajah pasien dengan senyuman.
"Saya dengar dokter Rangga sangat hebat!" balas salah satu pasien perempuan dengan antusias.
"Ya, suami saya memang sangat berdedikasi terhadap pasien-pasiennya," jawab Nayla, meski hatinya sedikit melambung mendengar pujian itu.
Namun, bayangan laporan yang menumpuk di beranda pikirannya kembali muncul.
"Dokter hebat wajib menyelesaikan semua tanggung jawab, ya?" Nayla menambahkan, menekankan pada kata 'wajib.'
Para pasien saling bertukar pandang, seolah memahami maksud dan tujuan Nayla.
Namun, tawa mereka kembali mengalun lembut, membuat Nayla merasa seperti berada di atas panggung pertunjukan yang ditonton oleh penonton yang ceria.
Mereka tidak percaya jika Nayla merupakan istri dari Rangga.
Setelah para pasien pergi Nayla kembali ke ruangannya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Nayla Nayla kenapa juga aku harus cemburu dengan mereka. Mas Rangga saja tidak pernah mencintaimu." ucap Nayla dalam hati.
Nayla pun kembali mengerjakan pekerjaannya dan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang dimana waktunya makan siang.
Ia keluar dari ruang kerjanya dan melihat suaminya yang masih ada pasien.
"Aku ke kantin sendiri saja."
Nayla berjalan dan melihat ada tanda panah yang menunjukkan ke arah kantin.
Karena tidak ada Rangga disisinya ia pun langsung memesan ayam geprek dan es buah.
Setelah membayar semuanya Nayla lekas mencari tempat duduk.
Nayla menatap ayam geprek kesukaannya dari dulu dan segera ia menikmati makanannya.
Disaat sedang menikmati makanannya tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di hadapannya.
"Apakah aku boleh duduk disini? Sudah tidak ada tempat lagi." ucap lelaki yang mempunyai paras tampan dan hidung mancung.
Nayla terkejut sejenak, namun kemudian ia tersenyum dan mengangguk.
"Tentu saja, silakan," jawabnya dengan ramah.
Lelaki itu tersenyum kembali dan duduk di seberang Nayla.
"Perkenalkan aku adalah Aslan. Senang bertemu denganmu," katanya sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"Nayla," sahut Nayla sambil menjabat tangan Aslan.
Ia merasakan kehangatan dari tangan Aslan yang membuatnya sedikit merasa nyaman.
Nayla melihat jas yang dikenakan oleh Aslan dimana tertulis kalau Aslan seorang dokter spesialis kandungan.
Aslan mengamati piring di depan Nayla yang sudah berisi ayam geprek.
"Wah, itu terlihat enak sekali! Apakah kamu suka ayam geprek?" tanyanya.
"Nggak cuma suka, aku bahkan sangat menyukai makanan ini," jawab Nayla sambil tersenyum.
"Jangan sering-sering makan pedas, tidak baik untuk kesehatan kamu." ucap Aslan.
Mereka berdua mulai mengobrol. Nayla merasa antusias bercakap-cakap dengan Aslan.
Ia merasa tidak canggung meski baru pertama kali bertemu.
Mereka berbagi cerita tentang makanan favorit, kegiatan sehari-hari dan bahkan tentang hobi masing-masing.
Satu per satu, mereka saling mengenal lebih dalam. Nayla merasa senang bisa berbincang dengan seseorang yang menarik dan mudah diajak bicara seperti Aslam.
Makan siang yang tadinya hanya formalitas kini terasa lebih hidup dan penuh warna.
Tiba-tiba, Aslan berbicara lebih serius, "Kamu tahu, terkadang hidup memberikan kejutan. Tak pernah kita duga akan bertemu orang baru di tempat yang tak terduga, bukan?"
Nayla mengangguk setuju. "Benar! Kadang hal-hal kecil seperti ini bisa membawa kenangan yang tak terlupakan."
Setelah selesai makan, mereka berdua berencana untuk berjalan-jalan di sekitar rumah sakit sebelum kembali ke aktivitas masing-masing.
Nayla merasa hari itu akan menjadi salah satu hari yang tak di lupakan
Disela-sela mereka berdua yang sedang mengobrol tiba-tiba Rangga juga ikut bergabung dengan mereka berdua.
Hal yang pertama Rangga lihat adalah makanan Nayla.
"Dokter Rangga mau makan siang juga?" tanya Aslan.
"Tidak, aku ingin menjemput istriku." jawab Rangga yang langsung mencekal lengan Nayla.
Aslan melihat Nayla yang sepertinya tidak nyaman dengan apa yang dilakukan oleh Rangga.
"Dokter Rangga, jangan seperti itu. Kasihan istri anda."
Rangga tidak menghiraukan perkataan Aslan dan tetap mengajak Nayla kembali ke ruangannya.
Sesampainya di ruang kerjanya, Rangga langsung mengunci pintunya agar tidak ada orang yang masuk.