Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 30
Rudi Siregar melengak mendengar penjelasan Saka, sementara istrinya tak bisa membendung air mata yang langsung banyak.
"Jadi kamu ... mau saya bantu teman kamu?" Rudi Siregar memastikan sekali lagi.
"Iya, Om. Ibrahim! Namanya Ibrahim!" tegas Saka, lalu menambah, "Saka gak apa ke sekolah naik angkot, Mama masih sanggup ongkosin Saka, termasuk semua biaya sekolah." Kemudian menoleh Aryani, "Iya, kan, Ma?"
Dengan perasaan bercampur, Aryani menyeka titik air mata yang menggantung di pelupuknya lalu menjawab, "Tentu aja, Nak. Tentu Mama masih sanggup." Sekarang dia benar-benar ingin menangis yang sesungguhnya. Sebuah perasaan membuncah memenuhi dada.
"Kan, Om? Mama ini kuat. Jadi Saka gak akan ada kesulitan," katanya bangga pada ibunya. Rautnya lalu berubah sedih. "Tapi Ibrahim ... dia akan kehilangan impiannya, Om. Dia akan jadi anak cerdas yang hanya memikul dagangan bakso di kedua pundaknya yang masih lemah. Jadi ... bisa Om mengabulkan keinginan Saka? Tukar motor ini dengan biaya sekolah untuk Ibrahim?"
Rudi Siregar benar-benar sulit menyikapi ini, menyikapi ... "Andai di dunia ini, semua anak setulus kamu, Nak Saka. Andai anak kami juga seperti kamu ...."
GREB!
Saka terkejut, Rudi malah memeluk dirinya, menepuk-nepuk punggungnya khas kebapakan.
Aryani dan Linda terharu sampai keduanya tak tahan untuk tak menangis.
Pelukan dilepas kembali oleh Rudi, lalu dia bicara lagi pada Saka, "Saka yang berhati mulia ... Om akan kabulkan keinginan kamu tentang beasiswa untuk temanmu yang kesulitan itu, tapi ...." Sesaat dia menjeda hanya untuk tersenyum. "Motor ini akan tetap jadi milikmu. Tolong jangan menolak lagi."
Esok paginya.
Aryani bingung, ini hari libur, tapi jam 06.05 pagi Saka sudah rapi dengan setelan bukan baju rumahan.
"Kamu mau kemana, Sak?" tanyanya, meletakkan keranjang kosong di lantai dekat lemari es. Dia baru selesai menjemur di halaman belakang.
Di sana Saka sedang duduk menyantap martabak telor buatan ibunya yang masih hangat.
"Mau jajal motor baru, Ma!" katanya dengan alis dinaikturunkan, menggoda ibunya sekalian.
"Dih, pamer! Mentang-mentang banget, maen gas aja," cibir Aryani seraya berjalan ke arah meja yang berisi teko, termos dan lain-lain.
"Iyalah. Hehe!"
Ya, pada akhir Saka tak bisa menolak berkah motor baru dari orang tua Yordan yang kaya raya.
Aryani kemudian menatap anaknya yang sedang lahap sarapan, sembari menuang kopi kemasan ke dalam gelas, lalu membuang wajah menyembunyikan air mata yang baru saja menitik lagi.
Saat yang sama Saka bangkit berdiri setelah menandaskan susu hangatnya. "Saka mau ke rumah Baim, Ma."
Aryani buru-buru menetralkan ekspresi agar tidak disadari sang buah hati. "Oh, ya?"
"Iya. Sama Jono. Saka mau bicara sama Baim soal beasiswa dari Om Rudi."
Gelas berisi seduhan kopi panas sudah di tangan Aryani. "Ya, udah. Kamu hati-hati. Sampein salam Mama sama Baim. Kapan-kapan ajak dia ke sini."
"Oke, siap!" tanggap Saka berlagak hormat. "Saka pergi, Ma."
"Hmm. Hati-hati bawa motornya."
"Yaaa."
Saka mengecup kepala ibunya itu sebelum kemudian melanting ke luar dengan langkah semangat.
Ambang pintu dapur yang baru saja dilewat Saka ditatap Aryani dengan senyuman haru. "Betapa bangganya Mama punya kamu, Saka. Sehat-sehat, Nak. Anak Mama yang hebat." Detik itu dia langsung teringat wajah lembut Naja Aksaraーalmarhum suaminya. "Liat anakmu, Bang. Sekarang dia bener-bener mirip kamu, semuanya.”
................
Saka dan Jono janjian di gang rumah Ibrahim.
“Wee. Baru ilang motor bentar uda beli baru aja, beningan lagi.” Sebentar Jono mengecengi Saka soal motor barunya saat bertemu di tempat janjian.
“Rezeki anak soleh, Jon," balas Saka sekenanya. “Ayok, sebelum Baim pergi dagang.”
Lalu keduanya melaju sama-sama masuk ke dalam gang.
Rumah Ibrahim ada di pertengahan, tapi dengan posisi menjorok ke dalam.
Tepat saat motor Saka dan Jono akan berbelok ....
“Itu Baim, Sak!" Jono menunjuk dengan dagunya.
“Iya, Jon.”
Motor keduanya berhenti di situ, lalu diparkirkan di tepian jalan dalam posisi berentet.
Ibrahim baru akan keluar, berjalan kaki dengan alas sandal jepitnya yang sudah usang.
“Kalian!" tegur Ibrahim melihat dua temannya turun dari masing-masing kendaraan. Rautnya cukup terkejut. Terlebih saat pandangannya menyorot motor baru Saka.
“Hai, Im!” Saka melambai tangan seraya mendekat.
Jono mengikuti di belakang.
“Hei, Sak!” balas Ibrahim, sedikit mulai tak enak hati dengan kemunculan dua temannya, tapi dia sembunyikan rapat di balik senyuman yang samar sumbang. “Motor lu baru aja tuh, Sak.”
“Haha! Iya, Im. Dapet hadiah lotre gua!”
“Jeh! Lotre apaan yang hadiahnya motor?" cibir Jono. “Segedenya kalo lotre hadiahnya baskom. Itu emang dia banyak duit aja, Im.”
“Alhamdulillah kalo itu,” balas Saka.
Ibrahim tersenyum miring, merasa beda sendiri keadaannya.
Saka tak cerita apa pun pasal motornya yang hilang sudah diketemukan dalam keadaan terbakar. Hanya Liona dan Gendhis yang tahu. Sepenggal alasan pada teman-teman sekolahnya, kalau dia sudah merelakan motor pemberian ibunya itu tanpa huru-hara sampai melibatkan polisi.
Pada pihak sekolah pun seperti itu. Jadi tidak ada yang membahas lagi.
“Jadi lu mau kemana, nih, Im?” tanya Saka.
“Mau ke tempat bos," jawab Ibrahim.
“Oh, ambil dagangan lu, ya?” tebak Jono.
Ibrahim mengangguk. “Iya.”
“Kalo gitu kita ngikut, ya?!” Yang lantas diangguki Saka dengan semangat sama.
Keinginan dua temannya mengernyitkan kening Ibrahim. “Ngikut?” Dia meragu atau merasa mungkin Saka dan Jono hanya bercanda.
Tapi keduanya mengangguk yakin dengan ritme cepat.
“Kita bantu lu jualan hari ini!” terang Saka.
“Tapiー”
“Udah ayo! Di mana tempatnya?” Jono memotong seraya merangkulkan lengan di pundak Ibrahim. “Mumpung bebas ini hari kita. Tadinya Alfa juga mau ikut, tapi emaknya ngedadak ngajak ke Ancol.”
"Set! Orang senang laen lagi, piknik mulu," cibir Saka. "Udah ayo, Im. Gosah banyakan mikir. Kita janji gak recokin deh."
Ibrahim tergagap bingung, tapi dua anak itu langsung mendorongnya untuk berjalan.
Akhirnya dia pasrah.
“Ke sono, Woy! Ke sini lu mau ke wc umum!” seru Ibrahim menggeliat badan saat Jono salah menarik arah.
“Haha!" Saka tertawa. “Mau cari belut kali dia, Im!”
“Cari apem gue!”
Ibrahim akhirnya bisa tertawa lagi. Tandanya dia tak keberatan dengan kehadiran dua cecunguk yang keras kepala meski sudah kena bentak bapaknya hari kemarin.
Ketiganya bergandengan ke jalan yang diarahkan Ibrahim.
Tak lama mereka sampai di sebuah rumah yang di halamannya banyak pasang gerobak pikul dagangan bakso cuanki.
Ada beberapa orang pria sibuk merapikan dagangan, sebagian lain hilir mudik memindahkan bahan ke gerobaknya.
“Im! Bawa siapa?" tanya salah seorang.
“Ah, ini temen, Bang. Mereka cuma pengen tahu aja kerjaan saya," jawab Ibrahim.
“Oh, ya udah. Sono siapin punyamu!”
“Siap, Bang!”
Tak lama gerobak jatah Ibrahim sudah lengkap.
Saka dan Jono mengikuti penuh semangat, sampai pada pemandangan Ibrahim mengangkat gerobak pikulnya ke atas pundak, topi lusuh yang dari awal dia kantongi menancap di kepala, dan sehelai handuk kecil melingkari pundak, hati Saka dan Jono mencelus lagi, keduanya saling melempar pandang dibubuhi perasaan miris.
“Itu kan berat banget, Im,” kata Jono.
“Gak apa-apa, gua kuat kok. Ayo cabut.”
Mengesampingkan perasaan, Saka Jono berjalan mengikuti Ibrahim di kanan kiri.
“Kalian yakin mau ikut gua jualan?” Ibrahim bertanya lagiー ke sekian kali, di sela langkah yang berat itu.
“Iya! Yakinlah kita!" jawab Jono.
“Kalo gitu pindahin dulu motor kalian, parkirin di rumah Mpok Tatik yang di sebelah kiri. Biar aman.”
“Oke!”