Elina adalah seorang pengacara muda handal. Di usianya yang terbilang masih muda, dia sudah berhasil menyelesaikan banyak kasus penting di karirnya yang baru seumur jagung.
Demi dedikasinya sebagai seorang pengacara yang membela kebenaran, tak jarang wanita itu menghadapi bahaya ketika menyingkap sebuah kasus.
Namun kehidupan percintaannya tidak berbanding lurus dengan karirnya. Wanita itu cukup sulit melabuhkan hati pada dua pria yang mendekatinya. Seorang Jaksa muda dan juga mentor sekaligus atasannya di kantor.
Siapakah yang menjadi pilihan hati Elina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semakin Sengit
“Memangnya apa yang Pak Hadi lakukan?”
“Dia mengajak Lani tidur. Dan itu adalah pantangan yang tidak boleh dilanggar. Miswan mengijinkan istrinya menemani pengunjung yang datang, tapi tidak dengan tidur dengannya. Dan Hadi melanggarnya. Dia mengajak Lani melayaninya di saat Miswan sedang diajak keluar kota oleh Bosnya,” suara Gatot mengecil ketika mengatakan hal tersebut.
“Apa Bapak yakin? Bapak tahu dari mana?”
“Saya melihat Hadi membawa Lani ke hotel Melati yang ada di dekat sini. Sudah dua kali mereka ke sana.”
“Lalu, apa Pak Miswan tahu?”
“Tahu. Saya yang memberi tahunya. Lebih tepatnya saya dipaksa memberitahunya. Dia tahu kalau setiap malam saya selalu di sini.”
“Apa kalian berdua bersedia memberikan kesaksian di pengadilan.”
Kedua pria itu nampak ragu. Mereka hanya saling berpandangan satu sama lain. Keraguan dan ketakutan nampak jelas di wajah keduanya. Elina yang menyadari hal itu berusaha menenangkan keduanya.
“Kalian tenang saja. Saya akan menjamin keselamatan kalian. Kalian hanya perlu bersaksi di pengadilan. Saya harus membuktikan kalau bukan Bu Santi yang membunuh korban. Ada banyak keganjilan dalam kasus ini.”
“Jadi pembunuhnya bukan istrinya?” tanya Gatot.
“Iya, saya yakin sekali. Mendengar penuturan Bapak berdua, saya bertambah yakin kalau Pak Miswan adalah tersangka utama. Dia punya motif kuat untuk membunuh korban. Bapak mau membantu kan? Coba Bapak pikirkan bagaimana nasih Bu Santi. Semasa korban menjadi suaminya, dia tidak hidup bahagia. Bahkan selalu menjadi pelampiasan amarah suaminya. Dan sekarang dia harus menanggung kesalahan yang tidak diperbuatnya. Memang benar Bu Santi yang melukai suaminya, tapi bukan membunuhnya. Demi kemanusiaan, saya berharap Bapak berdua mau menjadi saksi. Kalau pun bukan Pak Miswan pelakunya, setidaknya Bu Santi bisa terbebas dari tuduhan.”
Cukup lama keduanya terdiam. Di satu sisi mereka prihatin mendengar nasib Santi, tapi di sisi lain, mereka juga takut pada Miswan. Suami dari Lani itu tidak banyak bicara. Tapi auranya sangat menakutkan walau usia Miswan lebih muda dari mereka.
“Kalau kami memberikan kesaksian, apa Mirwan akan tahu?”
“Saya akan mengatur agar kalian tidak bertemu dengan Pak Mirwan di pengadilan. Selain kalian, saya juga akan meminta Bu Lani untuk bersaksi.”
“Baiklah, kalau Miswan tidak tahu soal kesaksian kami, kami bersedia.”
Senyum kelegaan terlihat di wajah Elina. Wanita itu meminta tanda pengenal Gatot dan Diding. Dia segera men-scan tanda pengenal keduanya menggunakan ponselnya.
“Oh ya, apa Pak Miswan memiliki tato di tangannya? Tato seperti pentagram.”
“Pentagram itu seperti apa?” tanya Diding.
“Bentuk segitiga yang berada dalam lingkaran.”
“Iya, dia punya tato itu di tangan kanannya. Tapi hanya tato kecil saja.”
“Baiklah, terima kasih atas informasinya.”
Usai berbicara dengan kedua orang itu, Elina menemui Lani. Wajah Lani terlihat masam ketika melihat kedatangan Elina.
“Ada apalagi?” tanya Lani dengan nada suara ketus.
“Saya ke sini hanya ingin memberitahukan, dua hari lagi Ibu diminta datang ke persidangan Bu Santi sebagai saksi. Apa Ibu sudah mendapatkan surat panggilan menjadi saksi dari Jaksa yang bertugas?”
“Sudah, tapi saya tidak akan datang. Saya ngga kenal Santi. Dan saya tidak ada kepentingan untuk datang ke sana.”
“Ibu mungkin tidak mengenal Bu Santi, tapi ibu mengenal korban, suami Ibu Santi. Korban sering datang ke sini dan hubungan kalian cukup dekat.”
“Dia hanya pelanggan sama seperti yang lain.”
“Ibu hanya dimintai kesaksian tentang korban, di mana Ibu mengenalnya dan apa saja yang dia lakukan di sini.”
“Kenapa kalian memaksa sekali? Kenapa saya harus terlibat kasus ini?” kesal Lani.
“Karena Ibu penyebab pertengkaran di antara mereka yang mengakibatkan penusukan pada korban. Apa Ibu sadar kalau Ibu sudah terkait dengan kasus ini sejak awal.”
“Kalau mereka bertengkar, bukan urusan saya.”
“Sumber pertengkaran karena Ibu memiliki hubungan dengan korban dan Ibu mendapat keuntungan dari hubungan tersebut. Benar bukan?”
Sontak Lani langsung terdiam. Wanita itu mulai menyesali hubungan yang pernah terjalin antara dirinya dan Hadi. Hidupnya yang semula tenang, kini mulai terusik.
“Ibu menjalin hubungan dengar korban karena Ibu menerima keuntungan dari hubungan kalian. Kalau Ibu akhirnya terseret dalam kasus ini adalah hal yang wajar. Sebagai seorang perempuan, saya mau Ibu berempati dengan keadaan Bu Santi. Dia sudah dikhianati suaminya, disiksa dan sekarang menjadi tersangka pembunuhan suaminya. Jika Ibu menolak, justru itu semakin menimbulkan kecurigaan. Jangan Ibu pikir Jaksa yang bertugas tidak akan curiga. Dan saya akan membuat kasus ini kembali dibuka polisi dan mereka akan melanjutkan penyelidikan. Jika itu terjadi, saya akan memasukkan Ibu sebagai salah satu tersangka.”
Mendengar penuturan Elina yang disertai sedikit ancaman, akhirnya wanita itu setuju untuk memberikan kesaksiannya. Elina meminta tanda pengenal Lani. Seperti tadi, dia men-scan tanda pengenal tersebut. Itu dilakukan agar Lani dan dua pria tadi bisa didaftarkan sebagai saksi di pengadilan.
“Katakan pada suami Ibu, dia juga ikut dipanggil menjadi saksi di pengadilan,” Elina memberikan surat pemanggilan Mirwan sebagai saksi pada Lani.
“Apa hubungannya dengan suami saya?”
“Ini bagian dari prosedur. Katakan padanya untuk datang,” tegas Elina.
Setelah mengatakan itu, Elina segera meninggalkan warung remang-remang tersebut. Tak lama kemudian Fathir menyusulnya.
***
Sidang ketiga kasus pembunuhan Hadi kembali digelar. Di meja penasehat hukum, Elina sudah duduk di sana mendampingi Santi. Begitu pula dengan Carya, pria itu sudah siap untuk menghadapi pertarungan ketiganya di ruang sidang. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Elina akan memberikan pertarungan sengit. Awalnya Carya menganggap remeh kasus ini karena semua bukti mengarah pada Santi dan tidak ada jejak lain di TKP.
Namun sejak persidangan kedua, pria itu mulai berubah pikiran. Sebagai Jaksa yang sudah sangat sering menangani kasus pidana, pria itu sadar kalau ada kemungkinan lain dari kasus yang ditanganinya. Salahnya dia dengan sombongnya meminta pihak kepolisian untuk segera mengirimkan berkas kepadanya. Dan sekarang dia harus berjibaku dengan penasehat hukum terdakwa yang ternyata adalah anak mentor musuh bebuyutannya.
Sidang terbuka ini cukup banyak didatangi penonton. Kebanyakan penonton adalah keluarga dari Hadi, keluarga Santi dan tetangga mereka. Keluarga Hadi masih yakin kalau Santi yang sudah membunuh Hadi. Mereka menuntut agar Santi diberikan hukuman maksimal karena sudah menghilangkan nyawa pria itu. Sementara keluarga Santi hanya diwakili oleh Jaka saja. Pria itu datang sendiri tanpa ditemani istrinya yang tengah menjaga anaknya dan juga anak Santi.
Dari arah pintu, muncul Gerald. Untuk pertama kalinya pria itu mengikuti jalannya persidangan Santi. Dia mengambil tempat di bagian belakang. Dia ingin melihat bagaimana perjuangan Elina membela Santi dan mengalahkan Carya. Tanpa sengaja Carya menoleh ke belakang dan pria itu langsung beradu pandang dengan Gerald. Hanya tatapan dingin saja yang diberikan oleh Carya, sementara Gerald melemparkan senyum tipisnya.
Semua peserta sidang bangun dari duduknya ketika Majelis Hakim memasuki ruangan persidangan. Hakim Ketua segera membuka jalannya sidang. Sebagai awalan, Carya kembali memberikan argumentasinya akan kasus ini. Pria itu masih pada keputusannya semula, menetapkan Santi sebagai terdakwa. Dan kali ini dia memanggil Lani sebagai saksi. Pria itu memanggil Lani karena penjaga warung remang-remang tersebut adalah pemicu pertengkaran antara Santi dengan Hadi yang berujung pada penusukan.
Lani memasuki ruang sidang lalu duduk di kursi saksi. Perasaan Santi campur aduk ketika melihat kehadiran Lani. Wanita yang sudah masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya. Secara tidak langsung Lani membuat dirinya semakin sengsara.
“Saudari Lani, apa hubungan anda dengan korban?” Carya memulai pertanyaannya.
“Dia salah satu pelanggan saya.”
“Apa korban sering datang ke warung anda?”
“Iya.”
“Apa saja yang dilakukan korban?”
“Hanya makan, minum, kadang bermain kartu dengan pengunjung lain.”
“Apa hubungan kalian dekat?”
“Hanya sebatas pelanggan dan penjaga warung saja.”
“Tapi anda menjadi pemicu pertengkaran antara korban dengan istrinya.”
“Korban memang sering mengeluh pada saya kalau dia datang ke warung.”
“Mengeluh soal apa?”
“Kebanyakan soal istrinya. Dia bilang kalau istrinya tidak pernah mengurus dirinya, sering berhutang ke warung dan sering membuatnya kesal.”
Mata Santi berkaca-kaca begitu mendengar penuturan Lani. Memang benar dirinya kerap berhutang di warung, tapi karena uang yang diberikan Hadi tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Dan setelah Hadi kenal dekat dengan Lani, uang yang diberikan Hadi semakin berkurang.
“Apa korban sering menceritakan hal tersebut?”
“Ya, dan itu bukan rahasia umum. Dia sering menceritakan itu pada pengunjung lain, bukan cuma saya.”
“Kapan anda terakhir kali bertemu dengan korban.”
“Tiga hari sebelum kematiannya.”
“Apa dia mengatakan sesuatu pada anda?”
“Dia bilang sudah muak pada istrinya dan mau menceraikannya.”
“Yang Mulia, pasangan korban dan terdakwa sudah tidak memiliki keharmonisan lagi. Memang benar korban kerap memukuli terdakwa, tapi tidak ada niatan dari terdakwa untuk meninggalkan korban. Setelah korban mengungkit perceraian, terdakwa merasa marah hingga akhirnya menusuk korban hingga meninggal.”
“Keberatan, Yang Mulia. Jaksa terlalu berspekulasi.”
“Saya hanya mengungkapkan sebuah analisa dari kesaksian yang diberikan.”
“Keberatan ditolak.”
“Sekian, Yang Mulia. Saya tidak ada pertanyaan lagi.”
Elina langsung berdiri setelah Carya kembali ke mejanya. Terdengar ketukan high heels yang dikenakannya ketika berjalan mendekati kursi saksi.
“Apa warung anda banyak dikunjungi para pria?”
“Iya.”
“Termasuk korban?”
“Ya.”
“Sudah berapa lama anda mengenal korban?”
“Sekitar enam bulan.”
“Apa anda akrab dengan semua pengunjung atau hanya pengunjung tertentu?”
“Hanya pengunjung tertentu.”
“Salah satunya adalah korban?”
“Apa anda pernah menjalin hubungan khusus dengan pelanggan anda?”
“Keberatan, Yang Mulia. Pertanyaan penasehat melenceng dari pembahasan.”
“Apa yang saya tanyakan berkaitan dengan kasus ini, Yang Mulia.”
“Keberatan ditolak. Saksi, silakan jawab pertanyaan penasehat hukum.”
“Apa anda pernah menjalin hubungan khusus dengan pelanggan anda?”
“Ya,” jawab Lani pelan.
“Dan korban adalah salah satu pelanggan yang menjalin hubungan dengan anda?”
“Ya.”
“Anda sering mendapatkan uang dari pelanggan yang menjalin hubungan khusus dengan anda?”
“Ya.”
“Apa korban pernah memberikan uang pada anda?”
“Ya.”
Terdengar kasak-kusuk penonton ketika mendengar pengakuan Lani. Lani menundukkan kepalanya. Dia yakin kalau semua orang di ruangan ini menganggapnya wanita murahan yang rela melakukan apapun demi uang.
“Anda sudah menikah?”
“Iya.”
“Apa suami anda tahu kalau anda menjalin hubungan dengan beberapa pelanggan anda?”
Lani hanya bisa terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Elina kembali menanyakan hal serupa namun wanita itu tetap diam. Akhirnya Hakim Ketua menegur Lani dan meminta wanita itu menjawab pertanyaan penasehat hukum.
“Ya.”
“Bagaimana reaksi suami anda?”
“Dia tidak bereaksi apa-apa.”
“Bukankah aneh kalau seorang suami tidak bereaksi apa-apa ketika tahu istrinya menjalin hubungan dengan orang lain? Apa suami Ibu tahu kalau Ibu menerima uang dari para pelanggan itu?”
“Ya.”
“Suami anda diam karena anda menghasilkan uang dari hubungan terlarang itu. Benar?”
Tidak ada jawaban dari Lani. Wanita itu semakin menundukkan kepalanya. Elina melanjutkan pertanyaannya.
“Apa anda pernah melakukan hubungan seksual dengan korban?”
“Keberatan, Yang Mulia..”
“Jawaban korban berkaitan dengan kemungkinan adanya pelaku lain dalam kasus ini, Yang Mulia.”
“Keberatan ditolak.”
Carya mendudukkan tubuhnya dengan kesal. Pria itu melihat pada Elina yang masih mengajukan pertanyaan sama pada Lani.
“Beberapa kali korban memang sering meminta saya melakukannya,” jawab Lani gugup.
“Apa anda melakukan hubungan seksual dengan korban?”
“Dia terus memaksa saya dan..”
“Jawab ya atau tidak.”
“Iya.”
Mata Santi langsung terpejam. Hatinya hancur ketika Lani mengakui perbuatan asusilanya dengan Hadi. Santi benar-benar merasa seperti orang bodoh. Wanita itu mengusap airmata yang membasahi kedua pipinya.
“Apa suami anda tahu kalau anda pernah melakukan hubungan seksual dengan korban?”
“Ya.”
“Bagaiman reaksi suami anda?”
“Dia marah.”
“Apa dia mencari tahu soal korban?”
“Dia bertanya siapa Hadi dan..”
“Apa dia mencari tahu soal korban? Jawab ya atau tidak!”
“Ya.”
“Sekian, Yang Mulia.”
***
Lani mati kutu🤭
padha nabila berharap ma bang Ge.
tapi nabila ngikutin aja alurnya dah
jng becanda deeeh😅
semangat up trs Thor💪💪💪🫰
dan Elina udah memilih Zahran unt jadi imam nya, Gerald patah hati ni semoga dgn Gita ya
semangat kakak
lanjut terusss