Naifa, gadis berusia 18 tahun terjebak di sebuah pernikahan yang seharusnya diatur untuk sang kakak. Namun, ternyata sang suami adalah orang yang pernah menolongnya. Apakah Naifa bisa melewati kehidupan pernikahan di usia mudanya dan menjadi istri yang baik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Overthinking
"Oh!"
Jawaban datar itulah yang didapat oleh Bian kala dia selesai bercerita alasannya pulang larut malam. Hati Naifa terasa mendidih mendengar suaminya pulang dari klub malam.
Naifa mengenduskan hidungnya, mencoba mencium bau yang mencurigakan dari suaminya.
"Kak Bian langsung mandi kan pas sampai rumah?" Tanya Naifa dengan wajah serius. Pria tampan itu menganggukan kepalanya, tanpa tahu tindakan apa yang akan di buat Naifa selanjutnya.
Gadis cantik itu beranjak dari kasurnya, segera melangkahkan kaki jenjangnya menuju kamar mandi. Dia mencari suatu barang dalam kotak cucian, Bian terheran melihat tingkah istrinya.
"Akhirnya ketemu," ucap Naifa yang memegang kemeja kerja yang dipakai suaminya kemarin. Dia pun mengenduskan hidungnya dan merasakan bau asap rokok yang begitu kuat.
"Kak Bian merokok?" Tanya Naifa lagi dengan wajahnya yang semakin curiga.
"Enggak sayang, itu asap rokok klien saya. Kalau saya merokok, pasti kamu lihat ada bungkus rokok di tempat sampah."
Naifa pun menganggukan kepalanya, dia mempercayai perkataan Bian setelah tak menemukan bukti lain selain asap rokok. Wangi parfum suaminya pun masih bisa tercium.
"Kak Bian bobo lagi sana, aku mau mandi. Hmm, kalau bisa jangan masuk kerja dulu," ucap Naifa yang langsung menutup pintu kamar mandi. Fabian tertawa melihat tingkah lucu istrinya. Mau bagaimana lagi, yang dia nikahi gadis berusia 18 tahun. Dia harus bersiap menghadapi sifat kekanakan yang muncul dari Naifa.
Bian kembali ke atas kasurnya sesuai saran dari sang istri, namun matanya tak bisa dia pejamkan. Alhasil, pria itu hanya duduk terlentang di kasurnya yang nyaman. Sambil bermain handphone, mengecek beberapa pesan masuk.
"Kok gak bobo lagi? Malah main handphone! Apa jangan-jangan Kak Bian tukeran nomor sama cewek yang ada disana?" Naifa terlihat marah sambil meletakkan tangan di pinggang. Entah Bian merasa takut atau lucu, karena Naifa yang sedang marah tidaklah menyeramkan.
"Sini sayang, duduk di samping saya. Saya berani bersumpah tidak berinteraksi apapun dengan perempuan yang ada di klub malam. Apalagi sampai tukar nomor," ucap Bian dengan wajah serius.
Naifa tak merespon lagi, gadis itu segera masuk menuju walk in closet. Kecemburuannya tak berdasar karena memang tak ada bukti jika suaminya telah berbuat nakal. Namun hatinya takut, jika suaminya telah bosan padanya. Walaupun hubungan mereka sudah membaik, pria itu belum menyentuhnya lagi hingga sekarang.
***
Sampai di depan kampus, Naifa masih saja tak turun dari mobil. Bian merasa bingung dengan sikap istrinya, pria itu langsung menggenggam kedua tangan Naifa.
"Kenapa sayang? Kok belum turun, kan sudah sampai depan kampus." Tanya pria itu dengan nada lembut. Naifa hanya melirik sinis suaminya sambil menghembuskan nafas kasar.
"Aku gak mau masuk kelas."
"Jangan gitu dong, kan mahasiswi baru. Saya juga gak masuk kantor karena nurut sama kamu, masa kamu gak bisa nurut sama saya. Nanti saya jemput dan kita beli es krim coklat yang banyak." Bian terus memaksa Naifa dengan perkataan sehalus mungkin, tak lupa sedikit sogokan agar hatinya luluh.
Naifa mengangguk pelan, Bian pun tersenyum lalu mengusap kepalanya dengan lembut. Dia akhirnya keluar dari mobil suaminya, walaupun pikiran negatif terus memenuhi kepalanya.
Di kelas, perasaan Naifa terus gelisah. Mendengar suaminya yang sudah masuk ke sebuah klub malam, tentunya membuat hati tak tenang. Walaupun alasannya untuk menemani investor, bisa saja di sana suaminya terpincut gadis seksi yang lebih cantik darinya.
Di kantin pun, Naifa tak menyentuh makanannya sama sekali, yang di ingat hanyalah suaminya yang dia suruh untuk tak bekerja. Dirinya baru tersadar, bisa saja suaminya malah bersenang-senang dengan perempuan lain.
"Nai, kok melamun terus sih? Kenapa? Apa jangan-jangan kepikiran omongan Pak Wisnu waktu itu?" Hanni yang merasa khawatir melihat temannya gelisah, mencoba menebak sumber kegelisahannya.
"Boro-boro di ingat. Yang jelas Pak Wisnu itu bukan tipe aku," ucap Naifa sambil menunjukkan rasa tak sukanya.
Naifa mengirimkan pesan sejak pagi pada suaminya, namun hingga siang tak ada balasan sama sekali.
"Sepertinya benar dia sudah bosan sama aku, mungkin dia masih bersikap baik karena kita sudah terlanjur melakukan itu," gumamnya dalam hati.
Sampai kelas selesai, Naifa tak mengirimkan pesan pada suaminya. Dia ingin mencoba mandiri agar bersiap jika suatu saat Fabian berpisah darinya. Gadis itupun naik kendaraan umum, dan berjalan kaki dari gerbang komplek menuju rumah suaminya.
"Mobilnya ada, tapi kenapa dia ga balas pesan aku."
Naifa pun masuk ke dalam rumahnya, sepi seolah tak ada siapapun. Dia pun mencari suaminya di ruang TV, namun tak terlihat batang hidungnya. Gadis itu pun masuk ke kamar, melihat sekeliling. Akhirnya, Naifa mendapati suaminya yang tertidur pulas dengan laptop di pangkuannya. Posisi tidurnya pun terlihat tak nyaman, membuat Naifa merasa kasihan pada suaminya.
Gadis itu segera meletakkan handphone dan laptop suaminya di nakas, lalu mencoba mengubah posisi tidur suaminya agar nyaman.
"Berat juga," ucap gadis itu yang nampak kesulitan karena tubuh Bian yang lumayan kekar. Namun bukannya mengubah posisi suaminya, dirinya malah tersungkur di atas tubuh sang suami.
Bian yang merasa kejatuhan durian runtuh pun terbangun, dan terkejut melihat istrinya ada di atas tubuhnya. Pria itu seolah tak percaya, mencoba menggosok matanya agar terlihat jelas. Namun yang ada di hadapannya memang Naifa, istri cantiknya.
"Kenapa gak kasih tahu kalau sudah pulang? Saya kan bisa jemput," ucap pria itu sambil memeluk sang istri yang ada di atas tubuhnya.
"Aku takut Kak Bian kecapekan, jadi aku belajar mandiri buat pulang ke rumah."
Bohong sekali, justru Naifa memikirkan hal negatif pada Bian yang curiga jika suaminya pasti sedang bersenang-senang dengan wanita lain.
Bian pun mengusap kepala istrinya seraya memberi kecupan manis di kening. Wajah Naifa memerah seolah ini pertama kali baginya. Dadanya berdegup kencang, sama seperti dada suaminya yang dia jadikan sandaran.
"Kak Bian sudah bosan sama aku?"
Pertanyaan itu membuat Bian mengernyitkan alis, dia menepuk kening istrinya cukup keras.
"Aww, Kak Bian sakit ih. Kenapa pukul kening aku? Aku bisa laporkan ke KPAI lho." Ucap Naifa dengan wajah yang serius.
"Jangan pernah bertanya hal kaya gitu lagi, itu sama saja kalau kamu meragukan saya."
Bian pun merubah posisi tidurnya, kini dirinya tengah mengungkung tubuh sang istri.
"Kalau saya bosan, saya tak akan menatap istri seperti ini, dan juga saya tak akan menyentuh istri seperti ini," ucap pria itu seraya membelai wajah Naifa.
Fabian pun terus mendekati wajah Naifa yang sedari tadi sudah memejamkan matanya, gadis itu pasrah karena momen inilah yang dia tunggu.
Namun suara dering handphone menghancurkan momen indah yang di nantikannya.
"Siapa yang berani mengganggu kita Kak Bian?" Tanya Naifa dengan wajah emosinya, yang hendak bersiap untuk memberikan kata mutiara pada si penelepon.
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....