NovelToon NovelToon
Spring Song For You

Spring Song For You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa
Popularitas:967
Nilai: 5
Nama Author: Violetta

cerita tentang seorang serigala penyendiri yang hanya memiliki ketenangan tapi musik menuntun nya pada hal-hal yang terduga... apakah itu musim semi...

aku hanya bermain musik untuk mencari ketenangan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 - Suasana Yang Berbeda

Pagi itu, cahaya matahari mengintip masuk lewat celah tirai kamar Vio. Dengan mata yang masih setengah terbuka, ia bangkit dari tempat tidur, menguap lebar, lalu berjalan keluar kamar menuju dapur. Aroma roti panggang dan telur yang digoreng dengan mentega sudah menyambutnya.

Hilda berdiri di dekat kompor, masih mengenakan apron berwarna coklat muda, sibuk membalik roti di atas wajan. Di meja makan, sudah tersedia dua piring lengkap, dan Vio tahu satu di antaranya pasti untuknya.

Saat ia menarik kursi dan hendak duduk, terdengar suara langkah kecil mendekat dengan cepat dari arah kamar mandi.

“Kak! Aku pakai handuk yang bunga-bunga ya!” seru Tissa lantang sambil melongok dari balik lorong.

Vio yang baru saja hendak menyuap roti langsung menoleh pelan.

Hilda ikut membeku. Spatula di tangannya nyaris jatuh.

“…Kak?” ulang Hilda, kini menatap ke arah Tissa dengan ekspresi campur aduk antara bingung dan kagum. “Tissa, kamu baru saja memanggil Vio… kakak?”

Tissa mengedip bingung beberapa kali, lalu tampak seperti baru sadar akan apa yang barusan ia katakan. Wajahnya langsung memerah sedikit, tapi bukannya menyangkal, ia hanya mengangguk pelan dan berkata, “Iya… soalnya sekarang aku tinggal di sini juga, kan?”

Vio tidak berkata apa-apa. Ia hanya diam sebentar, lalu melanjutkan makannya seolah tidak terjadi apa-apa—meski sedikit senyum samar muncul di sudut bibirnya.

Hilda, di sisi lain, hanya bisa tertawa kecil dan berkata, “Wah, akhirnya ya… kupikir hari itu nggak akan datang dalam waktu dekat.”

Tissa buru-buru kembali ke kamar mandi sambil berseru, “Aku belum selesai, jangan makan habis dulu!”

Tak lama setelah Tissa kembali dengan rambut yang masih setengah kering dan mengenakan pakaian santainya, mereka pun duduk bersama di meja makan. Hilda menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing sebelum ikut duduk, lalu dengan santai menyandarkan dagunya di tangannya, menatap Tissa dengan senyum penasaran.

“Jadi,” katanya sambil mengaduk tehnya perlahan, “boleh aku tahu kenapa kamu tiba-tiba memanggil Vio ‘kakak’? Padahal biasanya kamu cuma manggil nama, seperti teman sebaya.”

Tissa yang sedang sibuk mengoleskan selai stroberi ke rotinya berhenti sejenak. Ia menoleh ke Hilda, lalu ke arah Vio yang duduk tenang di seberangnya, sebelum akhirnya mengangkat bahu ringan.

“Nggak tahu,” jawabnya jujur. “Kayaknya cuma… pengin aja. Setelah ngobrol kemarin di taman waktu istirahat, rasanya kayak udah deket beneran.”

Hilda menaikkan alisnya. “Ngobrol sama siapa emangnya?”

Tissa mengunyah rotinya dulu sebelum menjawab, “Ya, sama kak Vio, Reina, dan anak baru itu… Reu.”

Vio tak banyak bicara, hanya menunduk sedikit sambil menyeruput tehnya. Tapi jika diperhatikan baik-baik, ada binar kecil di matanya—perasaan hangat yang tak ia ucapkan.

Hilda tersenyum lebih lebar. “Hmm… jadi begitu ya. Ya sudah, kalau kamu nyaman begitu, aku ikut senang. Vio akhirnya punya adik beneran sekarang.”

Tissa mengangguk semangat. “Iya dong!”

Vio hanya melirik Tissa sekilas, lalu kembali menatap rotinya. “Jangan lupa pakai pengering rambut lain kali. Kalau sakit, kamu yang repot.”

“Siap, kakak!” sahut Tissa dengan nada menggoda.

Hilda tertawa kecil melihat keduanya. “Aduh, rumah ini jadi terasa lebih hidup sekarang.”

Setelah sarapan selesai, Tissa bergegas naik ke lantai atas untuk mengambil tasnya. Vio, yang sudah merapikan meja makan bersama Hilda, menyusul tak lama kemudian. Suasana pagi itu terasa ringan, langit cerah tanpa awan kelabu, dan angin musim semi meniup lembut dedaunan di luar jendela.

Di depan pintu rumah, Vio menepuk pelan kepala Tissa yang masih sedikit berantakan karena terburu-buru.

“Pastikan kamu nggak lupa apa pun hari ini,” ucapnya singkat.

Tissa tersenyum sambil memeriksa isi tasnya, “Tenang, semuanya sudah masuk! Buku, kotak makan, semangat—lengkap!”

Hilda muncul dari dapur sambil membawa bekal tambahan untuk Vio. “Ini buat kamu. Hari ini kayaknya akan sibuk, kan?”

Vio menerimanya dan mengangguk kecil. “Terima kasih, Hilda.”

Setelah memastikan semuanya siap, mereka berdua melangkah keluar. Jalanan menuju sekolah belum ramai—hanya beberapa siswa lain yang terlihat di kejauhan. Tissa berjalan di sisi Vio, sesekali melompat kecil sambil bersenandung pelan.

“Kamu yakin nggak mau pakai payung? Katanya siang nanti bisa hujan,” tanya Tissa, melirik langit yang masih biru.

“Kalau hujan, kita bisa pulang bareng. Kamu kan bawa?” balas Vio.

Tissa mengacungkan payung lipat berwarna kuning cerah dari tas sampingnya. “Selalu siap!”

Vio hanya tersenyum samar, membiarkan Tissa melanjutkan obrolan ringan sepanjang perjalanan. Di dalam hati, ia tak bisa menahan rasa aneh yang perlahan tumbuh—rumah yang biasanya sunyi kini terasa berbeda, dan bahkan perjalanan ke sekolah pun… tak lagi sesepi biasanya.

---

Gerbang sekolah sudah mulai dipadati murid-murid dari berbagai kelas. Suara langkah kaki, obrolan ringan, dan deru semangat pagi mengisi udara. Tissa berjalan sedikit di depan Vio, melambai pada beberapa teman yang dikenalnya di sepanjang jalan.

Begitu mereka melewati taman kecil di sisi kiri gedung utama, suara familiar terdengar memanggil, “Tissa! Vio!”

Reina melambaikan tangan dari dekat pintu masuk kelas mereka, dengan rambutnya yang diikat rapi dan ekspresi kalem seperti biasa. Tissa langsung mempercepat langkahnya dan menyambut Reina dengan senyum lebar.

“Selamat pagi, Reina!” serunya riang.

“Pagi,” balas Reina lembut, kemudian mengangguk sopan ke arah Vio. “Pagi juga, Vio.”

“Pagi,” sahut Vio singkat, langkahnya tenang seperti biasa.

Saat mereka bertiga hendak masuk ke dalam gedung, suara lain memanggil dari arah tangga batu di sisi kanan.

“Hei! Kalian bareng juga ternyata!” Reuxen muncul dengan rambut sedikit acak dan roti isi di tangan, menggigitnya sambil melambaikan tangan dengan gaya santai.

“Reu?” Tissa menyipitkan mata. “Kamu sarapan roti doang lagi?”

“Ini... sarapan orang sibuk, Tis!” ujar Reuxen sambil tertawa, lalu berjalan mendekat. “Kalian bareng terus, ya? Rumahnya deketan?”

Vio hanya mengangkat bahu sedikit, malas menjawab, tapi Tissa dengan cepat menimpali, “Bukankah kemarin aku sudah mengatakan bahwa kita tinggal bersama sekarang.”

Reuxen mengangguk pelan, lalu menoleh ke Reina. “Eh, pagi juga, Reina!”

Reina membalas dengan anggukan kecil, suaranya tetap tenang, “Pagi.”

Mereka berempat pun berjalan menyusuri koridor menuju kelas. Meskipun pagi itu terlihat biasa saja bagi sebagian orang, Vio bisa merasakan ada sesuatu yang perlahan-lahan berubah—hubungan, kebiasaan, dan mungkin... suasana hatinya sendiri.

1
Finn
ahhhhh..... lagunya bagusss kak /Cry/
_Graceメ: makasih (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)
total 1 replies
Finn
ohhh!!! 😲
Finn
ohh!!! ada lagu original nya /Drool/
_Graceメ: ada dong ヾ⁠(⁠・⁠ω⁠・⁠*⁠)⁠ノ
total 1 replies
Finn
main dobrak aja ya /Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!