Kejadian tidak di inginkan terjadi, membuat Gus Ikram terpaksa harus menikahi seorang gadis yang sama sekali tidak di kenal olehnya. "Kita menikah, jadi istri rahasia saya " Deg ... Ramiah sungguh terkejut mendengar perkataan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Ceklek
Saat Ramiah membuka pintu ia langsung melihat siluet suaminya yang sedang duduk di sebuah kursi meja makan. Dan jangan lupakan makanan yang sudah terhidang lengkap di atas meja sana, membuat Ramiah mendengus melihatnya. Rasanya masih kesal sekali melihat pria itu, perbuatannya sangat memuakkan dan sangat keterlaluan sekali.
Ramiah tadi sempat berpikir Gus Ikram sudah pergi, tanpa Ramiah tau, kalau Gus Ikram malah masih di apartemen itu dan sibuk memasak.
Ramiah sampai heran dengan sikap pria itu , kenapa Gus Ikram masih ada di sini, bukankah seharusnya pria itu pergi sedari tadi? Ini sudah pukul sembilan malam, dan pria itu sama sekali belum pulang ke rumahnya.
Aneh, tapi Ramiah mencoba mengabaikannya. Tidak penting juga bagi Ramiah untuk bertanya. Ia masih teramat kesal dengan pria itu.
"Eh, Ramiah, makan, ini sudah malam" ucap Gus Ikram lembut, saat melihat Ramiah keluar dari dalam kamar, ia langsung meraih piring dan meletakkannya di atas meja sana. Tadi Gus Ikram sudah mandi dan sudah melaksanakan shalat. Lalu Gus Ikram berinisiatif memasak untuk istrinya itu. Karena ia sudah merasa bersalah dengan gadis itu.
Ramiah melengos, tak memperdulikan panggilan dari pria itu. Ia malah melangkahkan kakinya menuju ke arah sofa, tujuannya ingin mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di sana.
Gus Ikram yang melihatnya menghembuskan nafasnya kasar, ia memang salah, tapi Ramiah tidak boleh melewatkan jam makan malamnya. Langsung saja Gus Ikram berjalan menghampiri Ramiah.
"Mia, saya tau saya salah, tapi setidaknya kamu harus makan terlebih dahulu. Tubuhmu butuh asupan. Ini sudah jam sembilan malam, saya juga harus segera pulang."
Ramiah mendengus. "Pulang, pulang saja sana, saya tidak peduli juga." Sahut Ramiah dengan nada ketus.
Gus Ikram menghela nafasnya kembali. "Mia, bagaimana caranya agar kamu mau memaafkan saya? Saya sudah mencoba berulangkali meminta maaf dengan kamu, tapi kenapa kamu sulit sekali memaafkan saya hmm?" Gus Ikram frustasi karena sang istri rahasianya ngambek seperti saat sekarang ini. Ia tidak tau entah kenapa bisa seperti ini.
Ramiah menggeram marah. "Saya kan sudah bilang! Pergi saja sana! Saya tidak mau bicara sama kamu lagi, saya juga tidak butuh apa pun." Ucap Ramiah marah.
"Mia, maafkan saya. Saya khilaf." Lirih Gus Ikram.
"Khilaf kok sampai tiga kali? Itu bukan khilaf namanya tapi keenakan" cetus Ramiah yang masih dongkol dengan Gus Ikram.
Gus Ikram meremas rambutnya frustasi, mau meminta maaf sekalipun dan melakukan cara apa saja, Ramiah tetap tidak peduli, Ramiah tetap ngambek dengan dirinya.
"Baiklah, saya akan pulang terlebih dahulu. Kamu harus makan ya, jangan tidak makan. Kamu boleh marah, tapi jangan melibatkan kesehatan kamu. Kesehatan kamu lebih penting dari apapun." Ucap Gus Ikram dengan lembut.
Ramiah tak menanggapi, sibuk dengan ponselnya saja.
Gus Ikram menghembuskan nafasnya kembali. "Saya pulang, kamu hati-hati. Kalau ada apa-apa hubungi saya. Tadi saya sudah memasukkan nomor ponsel saya."
Mengabaikan, Ramiah tetap sama seperti tadi, ia sama sekali tak bergeming, sungguh rasanya marah sekali dengan pria itu.
Gus Ikram menatap Ramiah dengan tatapan sendu, kakinya melangkah keluar dari apartemen itu. Hatinya sungguh terasa sangat sesak, apa lagi Ramiah sama sekali tak mau berbicara dengannya lagi. Sikap Ramiah kembali seperti kemarin. Padahal tadi Ramiah sudah mau berbicara dengannya. Tapi kini, ya ampun, gara-gara ia yang tidak bisa menahan hasratnya, Ramiah marah lagi dengannya. Gus Ikram beristighfar berulangkali. Entah setan apa yang merasuki dirinya tadi sehingga bisa berbuat seperti itu...
Melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang beberapa menit setelahnya Gus Ikram tiba di pondok pesantren Al-Rahman. Gus Ikram langsung turun dari mobil, setelah memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Saat kakinya melangkah ke ndalem, di depan pintu sana dirinya sudah melihat keberadaan ummi Sekar yang sedang duduk di sebuah kursi rotan.
Gus Ikram langsung tersenyum, mengucapkan salam mengulurkan tangannya kepada ummi Sekar, yang di sambut oleh sang ummi. "Ummi kapan pulang? Abi kemana?" Tanya Gus Ikram lembut.
"Abi sudah istirahat. Kecapean sedari tadi sibuk terus." Sahut Ummi Sekar.
Gus Ikram menganggukkan kepalanya, "yaudah ummi kenapa masih di luar ini sudah malam, ayo istirahat. Kasihan Abi tidur sendirian."
Ummi Sekar menggelengkan kepalanya. "Sengaja banget ummi nungguin kamu pulang Kram. Kenapa kamu baru pulang sampai jam segini?"
Gus Ikram terkekeh mendengarnya, "ummi kan sudah biasa melihat saya pulang jam segini. Ini masih jam sembilan lewat, biasanya Ikram pulang jam dua belasan." Gus Ikram beringsut duduk di samping umminya, ia benar-benar lelah seharian ini. Ya lelah karena sudah menggempur habis-habisan Ramiah tadi.
Ummi Sekar menyipitkan matanya menatap lekat wajah anak laki-lakinya itu. Ada yang aneh, Gus Ikram selalu bersikap datar, tapi ini ada senyum dan kebahagiaan yang terpatri di wajah ganteng anaknya itu. "Tadi Verdi menghubungi Via, katanya Verdi, kamu enggak ada di kantor, padahal dia lagi butuh tanda tangan kamu. Dia juga bilang kamu susah banget di hubungi, apalagi kata Via, kamu pergi subuh-subuh. Dan Verdi bilang juga, katanya pagi-pagi kamu udah hubungi dia bakalan masuk tapi telat. Tapi sampai malam kamu juga nggak masuk ke kantor. Kemana kamu?" Cerca Ummi Sekar.
Deg
Wajah yang semula berbinar itu menjadi langsung berubah, Gus Ikram terkejut mendengar perkataan dari umminya itu.
Ummi Sekar masih tenang mengatakannya. Tak ada ekspresi marah sama sekali, tapi ia kecewa dengan anaknya itu, jika sampai Gus Ikram memang benar berbohong. "Dan tadi Bu Ramlah sampai buat istri kamu menangis."
Semakin terkesiap Gus Ikram mendengarnya. "Kenapa? Apa yang di buat sama Bu Ramlah sampai Via menangis?" Tanya Gus Ikram dengan kening yang berkerut.
Ummi Sekar menghembuskan nafasnya kasar, mengingat kejadian tadi membuat hatinya sesak bukan main, awal mula tak begitu mempercayai ucapan Bu Ramlah , karena bisa jadi bu Ramlah hanya berbohong saja. Tapi saat Via menceritakan semuanya yang tentang Verdi menghubungi Via tadi, ummi Sekar merasa sangat kecewa dengan anaknya itu. Harapan perkataan Bu Ramlah bohong kini tergantikan dengan kecurigaan yang mendalam. Apakah benar? Benarkah Gus Ikram, anaknya selingkuh?
"Dia nangis karena Bu Ramlah bilang, tadi bertemu kamu di mall dengan seorang perempuan"
Deg
Gus Ikram meneguk ludahnya susah payah, kenapa secepat ini rahasia nya di ketahui. Dan secepat ini ada orang yang mengetahui.
"Ikram. Ummi tau, kamu belum punya anak, tapi tidak seharusnya kamu menjadi kan hal itu sebagai alasan untuk kamu mendua dari Via. Ummi tidak pernah mengajarkan kamu untuk menyakiti hati perempuan, apa lagi kamu tau betul, Abimu tidak melakukan hal seperti itu."
"Ikram, ummi tidak setuju kalau kamu sampai menduakan Via, karena ummi tau bagaimana rasa sakitnya, dan ummi tidak mengijinkan kamu untuk menikah lagi apapun kondisinya."
Deg
bagus karya mu...
mulutnya benar²,
tidak malu dengan gelar ning nya