Bagaimana jadinya jika seorang gadis manja harus menjadi pengasuh 3 anak CEO nakal yang tiba-tiba sangat lengket padanya?
Rosetta, seorang gadis cantik yang berusia 19 tahun, adalah putri seorang bupati yang memiliki keinginan untuk menjalani hidupnya sendiri. Namun ayahnya telah membuat keputusan sepihak untuk menjodohkan Rosetta dengan seorang pria tuatua bernama tuan Bramasta, yang memiliki usia dan penampilan yang tidak menarik. Rosetta sangat enggan dengan keputusan ini dan merasa bahwa ayahnya hanya menggunakan dia sebagai alat untuk meningkatkan karir politiknya.
Hingga puncaknya Rosetta memutuskan untuk kabur dari rumah. Di sisi lain ada Zein arga Mahatma, seorang bussiness man dan single parents yang memiliki tiga anak dengan kenakalan di atas rata-rata. Karena kebadungan anak- anaknya juga tak ada yang sanggup untuk menjadi pelayan di rumah nya.
Dalam pelarian nya, takdir mempertemukan Rosetta dan ketiga anak Zein yang nakal, bagaimana kah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter : 11
Alvaro, Alaska, dan Chiara saling melempar pandang dengan bingung saat melihat ayah mereka masih setia menunggu di depan pintu kamar khusus untuk asisten rumah tangga.
"Papa ngapain masih di sana ya? "
"Gak tau. "
"Kita bisa terlambat sekolah nih. "
Sementara Alvaro dan Alaska saling berbisik dan bertanya-tanya, Chiara malah mendekat ke arah ayahnya.
"Papa menunggu atee Sissy ya?" tanya Chiara dengan polos, namun tepat sasaran karena Zein langsung tertegun dan kegeep saat itu juga.
"T- tidak. " jawab Zein berusaha tetap mempertahankan nada suaranya namun gerak- geriknya tak bisa bohong jika dia salah tingkah. "Papa... ini, sedang mengecek email dari sekretaris papa. " ujarnya berkilah sambil berlagak sibuk dengan tablet di tangan. Sementara Chiara yang sudah paham, hanya bisa cekikikan saja. Jangan salah, meski umur bisa di bilang masih bau kencur, tapi Chiara ini anak yang sangat peka.
Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka dan Rosetta melangkah keluar dengan baju baru yang dikenakannya. Pakaian itu sederhana, tetapi pas di tubuhnya, memberikan kesan segar dan ceria. Tubuhnya yang langsing terlihat menawan dalam balutan blus putih dengan celana panjang berwarna soft blue. Rambutnya yang sebelumnya acak-acakan kini tergerai rapi, menambah aura percaya dirinya.
Zein sempat tertegun melihat penampakan Rosetta yang baru, tablet di tangannya bahkan hampir saja terjatuh jika dia tidak cepat- cepat menguasai diri. Ada sesuatu dari dalam dirinya yang bergerak, membuatnya harus meneguk ludah untuk meredakan rasa terkejutnya. "Hmm, jauh lebih baik," gumamnya, meskipun tidak berniat untuk memuji secara langsung.
Rosetta menyadari tatapan Zein dan sedikit merasa gugup. "Terima kasih," balasnya sambil tersenyum, wajahnya merona merah lagi. Dia tidak tahu kenapa, tetapi saat itu dia merasa bahwa suasana antara mereka mulai berubah, jauh lebih akrab dibandingkan sebelumnya.
Tatapan keduanya saling terkunci untuk beberapa saat sebelum akhirnya Zein memutuskan untuk mengalihkan pandangannya lebih dulu. Sorot matanya mengarah kepada anak-anak nya di belakang.
"Ayo, kita berangkat sekarang! " pungkasnya lalu Zein berjalan lebih dulu sambil berdeham pelan.
"Tuh kan, papa di sini kayanya cuma mau liat kak Sissy. " bisik Alaska yang memang sudah bisa menebak dalam hatinya tapi akhirnya memang benar.
Alvaro tersenyum lebar mengangguk menanggapi ucapan adiknya, lalu dia menatap ke arah Rosetta yang masih berdiri diam di tempat nya.
"Kak Sissy, ayo ikut kami ke depan, " ajaknya, dia dan kedua adiknya saling berkedip seolah sudah memiliki ide di kepala masing-masing yang sama dan sudah bisa di tebak.
"Eh, aku? " Rosetta menunjuk dirinya sendiri. "Memangnya boleh? " tanya Rosetta dengan sangat polosnya.
"Boleh dong, kakak kan pengasuh kami. Ayo! " ujar Alaska, kemudian menarik tangan Rosetta untuk mengikuti langkah nya.
Keempatnya lalu berjalan beriringan menuju garasi di mana mobil Zein sudah stand by di tempat. Zein sendiri sudah duduk manis dan bersiap di kursi kemudi. Dirinya menatap ketiga anaknya yang datang bersama Rosetta.
"Kau? kenapa ikut kesini?" Zein lantas bertanya dengan kening mengkerut.
"Gak tau saya pak. Mereka yang bawa saya kesini, " ucap Rosetta dengan matanya yang menunjuk satu persatu di antara mereka.
"Pah, bagaimana kalau kak Sissy ikut sama kita untuk mengantarkan kita ke sekolah? " Alvaro si paling satset dan to the point langsung bertanya demikian.
Lantas setelah nya, Alaska dan Chiara kompak mengangguk untuk mendukung ucapan kakak mereka. Zein sendiri agak sedikit terkejut, dulu waktu para pengasuh masih bergonta-ganti setiap harinya, Alvaro, Alaska terutama Chiara bahkan tak suka dengan cara pengasuhan para pengasuh mereka, tapi lihatlah sekarang? giliran bersama Rosetta mereka bahkan tak mau lepas sedikit pun hingga urusan mengantar ke sekolah saja mereka mengajak serta gadis itu. Tak bisa di pungkiri setelah Rosetta datang, ketiganya jadi sangat lengket seperti tak mau lepas pada Rosetta.
Melihat wajah- wajah permohonan apalagi dengan mata boba sambil menangkupkan tangan, jelas saja Zein tidak bisa menolak apapun yang mereka pinta. Zein menoleh sekilas untuk menatap Rosetta meski hanya seperkian detik. dia menatap kembali ke anak-anak nya lalu Zein akhirnya hanya bisa membuang napas panjang.
"Baiklah, terserah kalian saja, " ujar Zein yang paham jika kini anak-anak nya sudah bagaikan lem perangko yang selalu menempel pada pengasuh barunya itu.
Ketiga anak zein berseru riang setelah mendapatkan persetujuan dari sang ayah. Ketiganya lalu masuk dan duduk di kursi belakang dengan tenang sementara Rosetta hendak menyusul namun Alvaro dengan cepat menyela.
"Eeeeh! kak Sissy jangan duduk di sini. "
Terkejut lah Rosetta. "Memangnya kenapa? " tanyanya.
"Duduk lah bersama papa di depan, kak Sissy, " sahut Alaska lalu di tutup dengan cengiran, Chiara lalu mengangguk senang seolah mendukung penuh ucapan kakak keduanya itu.
Rosetta malah membeku di tempat, sempat melirik sebentar ke arah Zein yang masih setia menatap lurus ke depan. Tak ada pergerakan dari Rosetta membuat ketiga anak kecil itu gemas sendiri. Chiara lalu menarik pelan punggung tangan Rosetta.
"Ayo, kak Sissy! kok malah diam. Nanti kami terlambat sekolah! "
Rosetta lantas tersadar dari lamunan singkat nya, ia pun mengangguk meskipun otaknya masih memproses semua yang terjadi.
"B- baiklah, aku akan duduk di depan, " ujarnya tapi berbalik dengan jantungnya yang kini berdetak sangat kencang sampai- sampai ia bisa mendengar nya sendiri meski tidak dalam keheningan.
Sementara Zein, meski di luar ia berusaha menciptakan image yang cuek dan cool tapi sebenarnya dia juga sedang menahan gugup saat ini. Entahlah, baru kali ini dia merasakan hal yang seperti ini. Biasanya tidak entah pada kalangan perempuan elit, anak kolega bisnisnya ataupun model papan atas yang pernah berusaha untuk mendekati nya.
Yang cantik banyak bahkan jauh lebih cantik dari gadis ini, tapi entah mengapa hatinya yang keras justru mulai berdegup kencang hanya karena dirinya.
Rosetta membuka pintu mobil dengan perasaan grogi, kaki mulusnya bergerak pelan menapaki dalam mobil dan dia lantas mendudukkan bokongnya di jok samping pria dingin itu.
Rosetta tak berani menatap Zein sementara pria itu justru menoleh dan memandang nya dengan lekat namun dengan kilau matanya yang tajam.
Rosetta menelan ludah, gugup setengah mati. Mereka sangat dekat dan itu membuatnya benar-benar tak karuan. Ia berusaha tersenyum untuk menghilangkan rasa gugup itu namun senyumnya tak berbalas membuat ia mendengkus sebal.
Akhirnya Rosetta mengalihkan pandangan ke arah lain, Zein diam- diam mengulum senyum tipis atas tingkah gadis itu.
Tiba-tiba dia mendekat membuat mata sang gadis membulat sempurna. Tangan kekar Zein terulur ke samping Rosetta, untuk menarik sabuk pengaman gadis itu.
"Utamakan selalu keselamatan, " kata Zein dengan datar namun Rosetta merasa terselip perhatian dari nada suara pria itu.
Astaga! wajah mereka sangat dekat ternyata. Jantung nya seperti ingin meledak saat ini juga.
******