Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Mata Narendra membola sempurna karena melihat sang ayah sudah duduk didepan dengan kedua eyangnya.
"Ayah.....yee, ayah datang!" girangnya, sembari berlari kearah Bagas yang juga sadar akan kehadiran putranya.
"Sayang...bagaimana tadi, apa jalan-jalannya dengan bunda menyenangkan," tanya Bagas sekilas melirik kearah Aisyah yang masih tertegun melihat kedatangan suaminya.
"Sangat menyenangkan ayah! Sayang banget deh ayah nggak ikut. Tadi Lendra main sama abang Bima selu banget. Iya kan, bunda?" balas Narendra berpaling menatap wajah bundanya.
Aisyah yang merasa terpanggil hanya mengangguk serta mengulas senyum hangat. Selanjutnya dia duduk disebelah sang ibu yakni bu Sinta, untuk mendengar penjelasan dari mulut suaminya.
Tuan Abdullah dan juga bu Sinta hanya bersikap bijaksana, karena biar bagaimanapun Bagas adalah ayah dari cucunya Narendra dan suami putrinya, Asiyah. Terlepas dari kesalahan yang telah Bagas perbuat, tidak dapat kedua orang tua Aisyah pungkiri, jika Narendra begitu menyayangi sang ayah dengan sepenuh jiwa. Seakan separu dunia Narendra ada pada pria yang duduk disebrang meja itu.
Meisya datang dari dalam untuk meminta Narendra ikut denganya, karena dia tidak ingin sang keponakan mendengar apa saja yang akan dibicarakan kedua orang tuanya.
"Sayang, kita main sama abang yuk. Tadi pakdhe sudah bikinin kamu rumah puzzle. Ayok sayang...!" suara Meisya yang begitu lembut rupanya mampu menyihir hati Narendra, dan langsung menghampiri sang bibi dengan senyum mengembang.
"Ayo bibi...!"
Selepas kepergian Narendra, Bagas mulai membuka suara setelah berhasil membenarkan posisi duduknya seperti semula.
Ditatapnya satu persatu orang-orang yang ada didepanya dengan sorot mata penyesalan.
"Abah, bunda...sebelumnya saya meminta maaf sebesar-besarnya atas apa yang telah saya perbuat kepada Ara," Bagas menjeda nada suaranya sejenak diiringi tarikan nafas dalam, lalu melanjutkan lagi ucapanya, "Saya benar-benar khilaf telah melakukan pernikahan kedua saya. Saya tidak bisa mengendalikan diri saya, mengingat bagaimana dulu Melati sangat dekat dengan Narendra. Saya hanya tidak ingin terjadi menimbulkan fitnah yang tidak-tidak, jika Melati terus-terusan menginap dirumah saya. Saya tahu semua ini tidak benar! Terlepas dari itu semua, sejujurnya saya tidak pernah terpikir untuk menghianati Ara dengan pernikahan kedua ini. Saya mohon maaf sekali lagi!!" jelasnya berharap sang mertua dapat memahami keadaannya dulu.
Aisyah hanya terdiam menatap lurus dengan pandangan kosong kedepan. Hati kecilnya merasa muak mendengar penjelasan dari suaminya, yang menurutnya terkesan begitu ambigu.
Bagas hanya membela diri atas semua kesalahan yang telah dia perbuat. Dalih-dalih agar kedua orangtua Aisyah bersimpati terhadap keadaanya dulu, yang dimana pada saat itu ditinggalkan oleh putrinya, Aisyah.
Tuan Abdullah mencoba mencerna setiap kata yang keluar. Pria tua yang sudah beruban itu hanya mengangguk angguk dengan tatapan mengintimidasi kearah menantunya.
"Abah tidak bisa membenarkan perbuatanmu, Bagas!! Namun abah juga tidak bisa memberikan keputusan apapun untukmu. Semua manusia sudah pasti tergiring dilembah dosa. Namun, tergantung kita memilih atau mengindar dari lembah tersebut. Abah juga sudah tidak dapat memberikan kamu wejangan banyak. Kamu sudah menempati posisi seperti abah, karena kamu juga memiliki seorang putra," tuan Abdullah memutus pandanganya kedepan, "Terlepas dari semua kesalahanmu, Abah sudah memaafkanmu sebelum kamu meminta. Namun, semua keputusan abah serahkan pada putri abah, Aisyah. Dia jauh lebih tahu, bagaimana dan seperti apa jalan hidup yang nantinya dia pilih!!" lanjut tuan Abdullah.
Bagas merasa tertampar dengan kalimat yang baru saja mertuanya lontarkan. Dapat dia lihat, bahwa tatapan kedua netra mertuanya tersirat kekecewaan yang begitu dalam terhadapnya.
"Benar apa yang dikatakan abah, Bagas! Kalian bisa membicarakan ini baik-baik. Entah apa keputusan Aisyah nantinya, bunda harap kelapangan dadamu. Bunda hanya tidak ingin kalian sama-sama menyesal dikemudian hari. Pikirkan semua ini secara matang. Kalian masih sah sebagai suami istri, jadi bicarakan dengan kepala dingin!" bu Sinta mengusap tangan putrinya yang terasa begitu dingin. Dia yakin, jika saat ini Asiyah tengan bimbang dan juga cemas dengan langkah apa yang akan dia pilih.
Bagas tersenyum nanar sedikit menunduk segan. Dia lalu menatap kearah Aisyah mencoba mengetuk kembali pintu hati sang istri yang sekarang sudah terkunci akibat ulahnya sendiri.
"Ara..sekali lagi aku meminta maaf. Kamu bersediakan kembali lagi padaku, demi putra kita. Aku sudah menyiapkan rumah untuk kita tempati. Ada banyak sekali yang ingin aku ungkapkan. Tolong, tatap aku untuk kali ini," mohonya dengan menatap sang istri.
Aisyah masih terdiam, seakan suara sang putra beberapa waktu lalu berputar dikepalanya. 'Aku ingin bobog ditemani bunda dan ayah, seperti teman-teman Lendra, bunda'
"Bunda serahkan semua padamu sayang. Apapun keputusanmu, pasti akan bunda dan abah dukung. Ingatlah juga, kamu masih memiliki Narendra. Dunianya ada padamu dan Bagas!" bu Sinta mencoba mengingatkan putrinya, agat tidak salah mengambil keputusan.
Ditariknya nafas dalam-dalam, Aisyah kali ini mencoba memberantas ketakutannya untuk mendapat hak sepenuhnya atas istri pertama dari Bagas.
"Beri aku waktu mas. Tidak mudah untuku bisa mengikhlaskan dari semua yang telah terjadi!!" tandasnya seakan jiwanya baru saja berkobar.
Bagas hanya mengangguk mencoba mengerti keadaan istri pertamanya itu. Dia kembali menatap kedua mertuanya secara bergantian, "Saya akan menunggu apapun keputusan ara. Kalau begitu saya pamit dulu abah, bunda."
Bagas bangkit dari duduknya yang juga diikuti oleh tuan Abdullah, bu Sinta dan juga Aisyah. Namun sebelum beranjak keluar, Bagas berhenti tepat dihadapan sang istri.
"Aku pamit pulang dulu, Ara! Aku tidak pulang kerumah. Aku akan menunggumu diaparteman kita. Jaga Narendra...aku sangat menyayangi kalian!" kata Bagas seraya mengambil kedua tangan Aisyah. Namun Aisyah menghempaskan tanganya dengan cepat.
"Assalamualaikum abah, bunda!!" pamitnya lalu melangkahkan kakinya ke arah pintu keluar.
"Walaikumsalam warahmatullahi..!" jawab mereka serentak.
Namun, baru dua langkah Bagas keluar dari pintu, tiba-tiba dari arah dalam Narendra berlari keluar sembari berteriak memanggil ayahnya.
"Ayah...ayah....!" teriak Rendra yang membuat semua orang terkejut melihatnya. Begitu pula dengan Bagas. Dia langsung menghentikan langkahnya dan berbalik badan menangkap tubuh bocah kecil itu.
Aisyah mengikuti langkah putranya kedepan dengan hati yang terasa sakit. Ujian seperti apa ini Tuhan. Dada dosen cantik itu terasa penuh sehingga sesak seketika.
Bagas mensejajarkan tubuhnya degan sang putra. Dibelainya wajah serta kepala sang putra dengan penuh rasa sayang.
"Ayah mau kemana? Apa ayah akan pergi lagi?" suara Rendra terdengar serak karena menahan tangis yang masih dia tahan.