Setelah menyelesaikan pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana di bidang hukum, Christ menjadi pengacara di salah satu firma hukum terbesar di Jakarta. Namun, setelah 15 tahun bekerja di sana, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan membentuk firma hukum sendiri untuk menyelidiki kasus pembunuhan Ibunya dan membalaskan dendam.
Selama proses penyelidikan, Christ bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Yuli yang membantunya. Yuli selalu menemaninya selama penyelidikan dan akhirnya timbul rasa cinta di antara keduanya.
Namun, dalam perjalanannya untuk membalaskan dendam, Christ menemukan bahwa ada lebih banyak yang terlibat dalam kasus tersebut daripada yang ia duga. Ia menemukan fakta bahwa pamannya, bos mafia terbesar di kota Jakarta, adalah dalang di balik pembunuhan Ibunya.
Lantas, apakah Christ berhasil membalaskan dendam atas kematian ibunya itu? Atau dia hanya ingin melupakan balas dendam dan memilih hidup bersama dan berbahagia dengan Yuli?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faisal Fanani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SECTION 011
Igor tersenyum kecil. “Siapkan badanmu, Gun. Kita mungkin akan berolahraga pagi ini.”
“Hahahaha. Benar juga, sudah lama aku tidak menghajar seseorang,” seru Gun mengepalkan tangannya. “Akan tetapi, bukankah gedung ini sudah berumur cukup lama? Bisa saja gedung ini akan roboh kapan saja, Bos.”
“Tidak.” Christ menggeleng. “Aku akan mendirikan firma hukum tepat di lantai 3
Christ segera menaiki tangga menuju ke lantai 3, disusul dengan Guntur.
Sesampainya Christ dan Gun di lantai 3, terlihat sekitar 10 orang preman kampung yang berada di tempat itu.
Di dalam satu ruangan yang cukup luas, mereka semua berkumpul di satu meja dan bermain kartu remi.
“Ini dia. Kalian berdua adalah pelanggan pertama hari ini.” Salah satu dari preman itu langsung menyambut kedatangan Christ dan Bram.
Dia beranjak dari kursi dan mendekati Christ yang langsung berjalan menuju ke meja kantor.
Christ tak menghiraukan perkataannya. Dia terus melangkah dan melihat sekeliling ruangan.
“Butuh berapa duit lu? Jika dilihat dari penampilanmu, sepertinya tidak butuh banyak.” Preman itu melihat penampilan Christ yang sangat nyentrik.
“Asep” Christ mengambil papan nama yang terletak di atas meja kantor. “Apa itu namamu?”
“Ya,” jawab Asep. “Dan mereka semua adalah anak buahku.” Asep melihat sembilan anak buahnya yang sedang bermain remi.
Christ mendengus. Dia melemparkan papan nama panjang itu pada Asep.
“Sialan! Apa-apaan kau ini?” Asep kesal.
Christ tak memperdulikannya. Dia kembali berjalan menyusuri setiap sudut ruangan. “Rupanya, tempat ini masih sama,” ucap Christ lirih.
“Hei kalian! Hajar dia!!” Asep menyuruh anak buahnya.
Sembilan preman segera beranjak berdiri dan bersiap untuk mengeroyok Christ dan Gun.
“Stop! Tunggu dulu.”
Saat Gun sudah bersiap memasang kuda-kuda, Christ menghentikan itu. Dia mengeluarkan selembar kertas. Kertas itu menunjukkan surat kepemilikan sah dari gudang lantai 3 itu.
“Aku adalah pemilik sah dari tempat ini, jadi, jika kalian menyerangku, maka, kalian tak akan punya tempat tinggal lagi. Aku tahu, kalian semua makan, tidur, dan bekerja di tempat ini. Pilihan ada di tangan kalian.”
Asep merebut kertas dan membacanya. Dia mendengus dan malah menyobek kertas itu. “Persetan dengan hak milik sialan itu. Aku sudah berada di tempat ini selama 10 tahun lebih.”
“Hei, tutup pintu ruangan ini.” Salah satu anak buah Asep langsung menutup pintunya
Christ tersenyum ringan. Dia melepaskan jaket kulit yang dipakainya. Melemparkannya ke atas meja. “Baiklah, jika itu yang kalian mau.”
“Gun, apa kau siap?”
“Tentu.” Gun memasang kuda-kuda, mengangkat kedua tangan dan mengepalkannya.
Tepat setelah Christ memberi kode, pertarungan pun pecah. 2 melawan 10 orang.
bak buk bak buk plak pok pyar
Tak kurang dari satu menit, kesepuluh preman itu telah meringkuk tak berdaya di lantai.
Kondisi ruangan pun tampak seperti kapal pecah. Gun menggunakan semua alat yang ada di ruangan itu untuk menghajar preman itu.
Begitupun dengan Christ. Dia hanya menggerak-gerakkan tangannya, setelah menghabisi semua anak buah Asep.
Asep dan sembilan anak buahnya tentu bukan tandingan seorang Christ. Bertahun-tahun lamanya Christ mempelajari begitu banyak beladiri saat dia masih tinggal bersama pamannya, dan bergabung dengan organisasi mafia.
Christ tak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk menghabisi kesepuluh preman kampung itu.
“Astaga. Sepertinya aku harus ke dokter. Gara-gara menghajar preman bodoh ini, tulang di jari tengahku sepertinya geser.” Christ menggerak-gerakkan tangannya, kembali mengenakan jaket.
Christ duduk di sofa dan melihat sepuluh orang preman yang meringkuk di lantai.
“Apa kau baik-baik saja, Bos?” tanya Gun.