Sebelum lanjut membaca di sarankan membaca (Terjebak pernikahan dingin) kali ini menceritakan pasal pernikahan kedua yang mangakibatkan banyaknya prahara dalam rumah tangga Raditya bersama kedua istri. Memiliki dua wanita sekaligus tidak lantas membuat Raditya bahagia, justru akan membuatnya terjerat benang mereh. Dan bagaimana proses yang harus di lewati Liona selaku istri pertama? lalu sikap apa yang akan Zahra perlihatkan sebagai istri kedua Raditya? ikuti terus kelanjutkan kisah mereka, jangan sampai lupa like and tanda hatinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Nur Hastaman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datangnya Bramantio
Liona di seret keluar ruangan oleh Raditya sebab ia terlalu murka. Melihat kemarahan di wajah Raditya membuat Zahra merasa senang sekaligus puas "Sekali libas langsung pas sasaran"
Liona menatap wajah Raditya sedari ruangan sampai mereka berada di parkiran. Tatapan amarah tergambar jelas "Kamu....." jari telunjuk Raditya menunjuk tepat depan muka Liona. Kedua mata melotot dan urat leher sampai terlihat jelas, guratan pada dahi Raditya semakin mengerut "Kalau sedikit saja kamu melukai Zahra atau anak dalam kandunganya, maka bersiap siaplah menjadi janda. Camkan kata kataku ini" gelegar suara Raditya menggema dalam ingatan Liona. Berilang kali sudah Raditya mengancamnya dengan perpisahan, meski dia tau perceraian adalah kelemahan seorang istri.
Liona terdiam sambil terus menatap sang suami yang tak hendi menamparnya dengan kalimat kasar. Bagaimana dia menyangkal bahwa semua hanya rekayasa Zahra, tanpa dia memiliki bukti sedikit saja.
"Aku kira kamu menerima dia sebagai istri keduaku adalah wujud cinta kasihmu kepadaku, tapi ternyata kamu memanfaatkan situasi ini untuk menindasnya" menyentuh dahi tak habis pikir bagaimana bisa Liona melakukan hal sekejam itu terjadap Zahra. Tanpa Raditya sadari dirinya sendiri ragu kalau semua adalah sengaja perbuatan Liona, namun dia terlalu bodoh untuk menilai kebenaran.
Saking marahnya Raditya mencengkeram kedua lengan Liona sambil menggeratkan rahang. Jujur Liona tak hanya sakit hati tapi juga sakit fisik. Cengkraman kuat Raditya membuatnya kesakitan sampai membekas di lengannya. "Dan kamu juga menyuruhnya malam malam datang memgantar uang arisan kepada ibu ibu komplek, iya kan? Jawab?" Nada bicara Raditya semakin meninggi. Liona hanya bisa tertunduk tak mampu berkata satu katapun. Percuma baginya menyangkal semua tuduhan itu karena bagi Raditya Zahralah orang paling benar.
Raditya berbalik badan lalu memukul mobil yang terparkir di sana "Kenapa kamu bisa setega itu....." Teriak Raditya sembari mengangkat tangan. Liona menyembunyikan wajah di balik tangan kiri sebagai penangis tamparan Raditya.
Dalam lubuk hati terdalam Raditya tak sanggup menampar Liona, seperti ada yang menghentikan niatnya "Arrghhhhh....." memukul kosong sembari berbalik. Raditya nampak kecewa atasan ulah Liona yang tak pernah di perbuat olehnya. Wajar saja calon ayah mencemaskan janin dalam kandungan istrinya tanpa memikirkan bagaimana kejadian sesungguhnya. Dengam perasaan penuh amarah dan kecewa perlahan ia menjauhi Liona.
Melihat suaminya marah besar membuat Liona tak mampu berbuat banyak, ia hanya bisa menangis "Seperti itukah aku dimatamu, mas? Padahal tak sekalipun aku menaruh niat buruk kepadanya atau dengan anak dalam kandungan Zahra itu. Kenapa setiap kali ada masalah kamu selalu menyalahkan aku tanpa mencari bukti. Aku kira kamu bisa bijak dalam mengambil sikap, ternyata aku salah menilaimu" Tetesan air mata kelak akan menuntunya pada kehidupan bahagia.
Kehidupan semakin banyak di uji semakin kuat pula manusianya. Dari banyaknya ujian yang kita terima maka secara tidak sadar, Tuhan telah mengangkat tinggi derajat kita. Semakin banyak ujian semakin banyak pula kita belajar tentang hidup, maka dari itu jangan pernah menyerah, selagi masih di berikan nikmat hidup kita masih bisa mencari jalan keluar.
Dari kejauhan ada seseorang tengah memperhatikan Liona sedari tadi"Bukankah itu Liona?" Seorang laki laki berseragam Dokter berjalan menghampiri Liona. Baru saja ia sampai rumah sakit lalu menyaksikan pertengkaran Liona dengan seoramg laki laki.
"Hey....." Menyentuh pundak Liona.
Seketika Liona menghapus sisa air mata, lalu menoleh "Bram?" Tak di sangka sangka ternyata laki laki itu adalah teman semasa kuliahnya. Liona menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki "Kamu benar Bramantio yang dulu pake kaca mata bulat terus suka bawa buku segunung kalau lagi ke kampus?"
Bram tersenyum sembari menganggukkan kepala "Benar. Bramantio yang dulu suka ngejar ngejar kamu" Menyeringai sesekali hendak mencubit hidung Liona, tapi segera Liona menghindar. "Maaf....maksudku bukan begitu, hanya saja...."
"Tak apa, hanya saja aku sudah bersuami tak pantas di pandang jika kita sedekat dulu" menggeser posisi duduk untuk memberi jarak antara mereka.
Bram sudah menduga bahwa laki laki tadi adalah suami Liona. Tapi dari caranya memperlakukan Liona seperti bukan cara seorang suami kepada istri. Kalaupun ada masalah kenapa harus di tempat umum, tidak pantas mengumbar masalah dengan suami di muka umum. "Menikah? Jadi kamu sudah menikah? Wah....kok aku nggak di undang sih" nampak wajah tampan Bram sedikit kecewa. Padahal dia sangat berharap Liona berkata(Dia bukan suamiku) tapi ternyata tidak sesuai harapan.
Liona menatap mata Bram "Maaf, tapi pernikahan kami terlalu tiba tiba. Kami sekeluarga tidak sempat mengundangmu untuk datang ke pernikahanku, maaf ya"
"Oke, tidak masalah tenang saja" jawab Bram. Sesekali terdengar suara hembusan nafas berayt seolah kecewa mendengat kenyataan bila mana Liona sudah menikah. Sejak jaman kuliah dulu Bram sudah menyukai Liona, setiap hari tak ada kesempatan terlewat untuk melihat sang pujaan hati. Dulu Liona tak pernah membuka hati untuk lelaki manapun karena berpegang teguh atas keyakinan. Semua temannya sudah merasakan pacaran tapi Liona tak pernah pacaran sekalipun meski selali saja.
"Kalau begitu selamat ya atas penikahan kamu...." Mengulurkan tangan sembari memaksakan senyum "Maaf sebelumnya kalau aku lancang karena aku tidak pernah tau kalau kamu sudah menikah. Masalah tadi jangan di ambil hati ya, cuma bercanda kok"
Menjabat tangan Bram "Terima kasih...." Ucap Liona lembut.
Bramantio lalu bangkit "Kalau begitu aku pergi dulu ya, sudah waktunya masuk kerja. Oh iya lain kali boleh dong kita bertemu lagi...." mengeluarkan kartu nama lalu pergi meninggalkan Liona.
"Jadi dia dokter kandungan...."
Tok, tok, tok....
Terdengar pintu di ketuk sebelum seorang dokter masuk bersama beberapa perawat "Selamat siang kami mau periksa pasien sebentar ya" Dengan nada lembut para medis masuk ruang rawat Zahra. Dan betapa terkejutnya Bramantio ketika melihat laki laki yang tdi bertengkar dengan Liona berada di samping wanita lain.
"Tolong pastikan iatri dan anak saya dalam kondisi baik baik saja, dok" Ucap Raditya sambil mengusap ujung kepala Zahra.
Dari pernyataan itu Dokter Bram mulai bingung sebenarnya siapa suami siapa di sini? Kenapa si satu sisi ia merasa bahwa laki laki ini adalah suami Liona, tapi kenapa justru mengaku sebagai suami wanita lain. Tak mau ambil pusing ia langsung memeriksa kandungan Zahra. Seyelah selesai ia berkata bawah keduanya baik baik saja dan bisa pulang sekarang juga, tidak ada yang perlu di khawatirkan.
"Tidak, aku tidak mau pulang mas aku takut dia menyakiti anak kita lagi. Pokoknya aku mau memastikan anak kita baik baik saja" Pinta Zahra dengam merengek kepada sang suami.
Raditya mengiyakan permintaan Zahra untuk di rawat sementara waktu di rumah sakit itu "Biarkan istri saya berada di sini sehari lagi dok, untuk memastikan anak kami baik baik saja"
Bramantio hanya bisa menerima permintaan keluarga pasien "Baiklah kalau begitu kami permisi dulu, kalau ada apa apa bisa langsung ke ruangan saya"
Usai memeriksa pasien Bram lalu terpikir sesuatu "Apa aku caritahu tengang laki laki itu saja ya...." Mengetukkan jari telunjuk ke atas meja kerja.
sekarang wanita tangguh2 sentil buang😏