Terjebak Menikah Karena Wasiat

Di tengah suasana berkabung, seseorang ingin sekali menyampaikan sebuah wasiat dari Tuan Besar Dwi. Seseorang itu merasa kali ini bukanlah waktu yang tepat. Tetapi jika Ia tak menyampaikannya sekarang, dirinya takut akan membuat Tuan Besar Dwi tidak tenang.

"Tuan, pengacara Teo ingin berbicara kepada anda.", bisik sekertaris Fian kepada Edward.

"Saya tidak ingin di ganggu.", ujar Edward dengan nada datar.

Sekretaris Fian pun mengangguk mengerti. Dia segera bergegas menuju pengacara Teo untuk menyampaikan titah tuannya.

"Tapi sekertaris Fian, ini perihal penting.", ujar pengacara Teo yang sedikit memaksa.

"Maaf tidak bisa. Anda bisa menunggunya sampai tuan muda memberikan izin anda bertemu dengannya. Saya permisi dulu.", balas Sekretaris Fian yang pergi meninggalkan pengacara Teo.

Edward dan keluarganya pun meninggalkan area pemakaman sang kakek. Fian yang berjalan dibelakang Edward membuat Megan sekali sekali meliriknya. Dia pun memberanikan diri untuk menyapa Sekertaris sang kakak itu.

"Kak Fian! Gimana kabar kakak?", tanya Megan yang mendongakkan kepalanya.

"Baik!", jawab Fian singkat.

"Kak Fian, ternyata tidak berubah ya! Dingin seperti kulkas dua pintu!", celetuk Megan.

"Ehem!", terdengar suara dehem Edward, pertanda bahwa Megan harus menyudahi percakapannya dengan Fian sekertarisnya.

Mobil Edward pun melaju hingga sampai di pelataran kediamannya.

"Pulanglah!" , ucap Edward kepada sekretaris Fian.

Setelah sekretaris Fian pergi, Tanpa berpamitan, ia pun melangkah cepat menuju kamarnya. Dia melepas jas hitam dan beberapa pakaian yang sedari melekat di tubuh seksinya.

Ia pun berjalan menuju kamar mandi dan mengguyurkan tubuhnya dibawah shower.

Setelah keluar dari kamar mandi , ia pun berjalan ke walking closetnya untuk memakai pakaian tidurnya dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang empuknya.  Edward pun tertidur dan melewatkan makan malam bersama keluarganya.

"Maa, kak Edward ngga makan?", tanya Megan kepada Vony.

"Jangan ganggu kakak kamu ya!", ujar Vony yang akan duduk di kursi makannya.

Setelah selesai menyantap makan malam, Vony dan Radit berjalan menuju ruang tamu rumah itu dan berbincang disana. Sedangkan Renata memilih untuk masuk kedalam kamarnya.

Saat Vony dan Radit berbincang, tiba tiba terdengar suara ketukan pintu. Pak Yahya seorang kepala pelayan membukakan pintu rumah itu dan munculah seorang Pengacara yang bernama Teo.

"Permisi pak, saya pengacara Teo. saya ingin bertemu tuan muda Edward.", ungkap pengacara Teo.

"Maaf tuan, tuan muda sedang tidak bisa diganggu." , jawab pak Yahya.

"Maaf pak, tapi ini penting.." , timpal pengacara Teo yang terdengar Vony.

"Siapa pak Yahya?" , timpal Vony.

"Perkenalkan nyonya, saya pengacara Teo. Saya adalah pengacara yang bertugas menyampaikan wasiat untuk tuan muda nyonya." Ungkap pengacara Teo.

"Kita bicara didalam saja." , jawab singkat Vony.

"Radit, bangunkan kakakmu.", titah Vony kepada Radit.

Pengacara Teo pun dipersilahkan duduk oleh Vony. Sementara pak Yahya bergegas untuk menyiapkan jamuan kepada tamu tersebut.

"Apa ini hal penting? Sampai anda bertamu malam malam seperti ini?", tanya Vony kepada pengacara Teo.

"Iya nyonya. Ini adalah mandat dari pimpinan kepada saya. Dan saya harus menyampaikan langsung kepada tuan muda.", ungkap pengacara Teo.

Sementara Radit dia mengetuk pintu kamar kakaknya, Edward dengan hati hati. Radit merasa takut karena jika kakaknya marah, kakaknya akan berubah menjadi singa yang siap menerkam mangsanya.

Edward yang merasa tidurnya terganggu pun jengkel.

"Siapa sih berani ganggu tidurku!!!", gerutunya.

Dia pun berjalan gontai untuk membuka pintu kamarnya. Terlihat seorang Radit yang menunduk ketakutan.

"Ma..maaf kak!! A..aku di suruh ma..mama panggil ka..kakak!!", ucap Radit dengan terbata bata.

Tanpa menjawab, Edward pun menutup pintu kamarnya dengan keras.

Ia pun berbaring lagi di atas kasurnya tanpa menghiraukan panggilan Vony.

Namun tak berselang lama, pintu kamar itu kembali di ketuk dan terdengar suara Vony memanggil namanya.

"Ada apa sih maa!" , gerutu Edward.

"Ituloh ada pengacara Teo. Temui dulu! Katanya ada hal yang penting mengenai surat wasiat kakek!", ungkap Vony.

"Emang ngga bisa kalau besok? Harus sekarang?!", tanya kesal Edward.

"Yang namanya wasiat itu ya harus cepat disampaikan Edward! Siapa tau ada permintaan kakek yang penting!", jawab tegas Vony.

Mau tidak mau, Edward pun menemui pengacara Teo.

"Ada apa?", tanya Edward kesal kepada pengacara Teo.

"Maaf tuan, saya hanya menyampaikan wasiat dari pimpinan.", ungkap pengacara Teo.

"Katakan saja!", timpal Edward.

"Sebelum pimpinan menghembuskan nafas terakhir, beliau menulis surat kepada saya bahwa ...", ucap pengacara Teo yang terpotong karena Edward menyelanya.

"Langsung poinnya saja!", sela Edward.

"Baik tuan muda.", ucap pengacara Teo.

"Ini adalah surat yang dititipkan pimpinan kepada saya. Silahkan tuan baca." , tutur pengacara Teo kepada Edward.

Edward pun membuka surat yang berada di amplop putih itu.

Cucuku Edward, aku mewariskan semua harta kekayaanku padamu. Namun kau harus melakukan satu hal yaitu dengan menikah dengan cucu teman kakek yang bernama Khalisa Maheswari. Jika kau tidak bersedia, semua harta kakek akan kakek berikan kepada pamanmu. 

Alamat : Jl. Mangga madu no.5 kota Raflesia

Edward pun dibuat melongo oleh isi surat itu. Vony yang melihat tingkah aneh anaknya mengambil surat tersebut dan membacanya. Dia pun kaget dengan isi surat tersebut.

"Apa anda yakin ini adalah tulisan pimpinan?" , tanya Vony tak percaya.

"Maaf. Iya nyonya. Jika anda tidak percaya, maka anda bisa mengeceknya." , tutur pengacara Teo.

"Jadi bagaimana tuan muda? Apa anda bersedia atau tidak?" , tanya pengacara Teo kepada Edward yang masih tidak percaya dengan isi surat tersebut.

"Jika anda bersedia, saya akan mengantarkan anda ke alamat yang berada di surat tersebut." , lanjut pengacara Teo.

"Apa aku tak diberi waktu untuk berpikir dulu?", tanya Edward.

"Baik tuan, dua hari kemudian saya akan kembali menemui tuan.", jawab tenang pengacara Teo.

"Saya permisi dulu tuan!", lanjutnya berpamitan pulang.

Edward pun tak menjawabnya dan Vony yang masih terlihat membolak balikkan surat itu memeriksa keaslian surat itu.

"Iya ma. Oh iya maa, kapan aku sama Radit pindah ke Akasia?" ,tanya Megan serius kepada sang mama.

"Megan.. jangan ada yang berbicara kalau sedang makan.", jawab datar Vony yang membuat Megan terdiam.