"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2 Pupus sebelum Mekar
Bu Desi pun mengikuti arah yang
ditunjuk Alvin, dimana seorang gadis
perempuan yang menjadi satu satunya
gadis yang di perhatikan Alvin di hari
pertamanya di SMA.
"Oh Arumi, baik saya setuju" jawab Bu
Desi.
"Jadi namanya Arumi" batin Alvin,
ia yang sejak tadi hanya memandang
Arumi dari belakang, tentu tak terlalu
fokus saat Bu Desi mengabsen nama teman
sekelasnya satu-persatu.
"Arumi! Maju sini nak" perintah Bu
Desi. Membuat Arumi segera
melangkahkan kakinya ke depan kelas,
tepat berada di sebelah Alvin.
" Kamu jadi sekretaris kelas yah?" pertanyaan Bu Desi yang sebenarnya lebih terkesan seperti pernyataan, karena tidak membutuhkan jawaban, sebab Arumi sendiri pun tak mungkin menolak jabatan yang diamanahkan kepadanya.
"Baik Bu" jawab Arumi singkat.
"Baiklah, kalau begitu kalian lanjut
bentuk yang lain, seperti wakil, bendahara
dan seksi kelas yang lain ya. Nanti
laporkan pada saya kalau sudah selesai,
saya pasrahkan kelas ini padamu Alvin.
Saya tunggu di kantor ya" ujar Bu Desi
seraya meninggalkan ruang kelas setelah
Alvin menganggukkan kepalanya, tanda
memahami perintah Bu Desi.
Sepeninggal Bu Desi, Alvin yang
dibantu oleh Arumi mulai membentuk
pengurus kelas yang lain.
"Baiklah, temen-temen seperti
perintah wali kelas kita barusan, sekarang
aku tanya, adakah dari kalian yang hendak
mengajukan diri sebagai wakil ketua kelas dan bendahara kelas?" tanya Alvin
dengan suara lantang. Membuat seisi kelas
mulai memperhatikan Alvin sebagai
ketua kelas mereka.
"Hmmm sepertinya gak ada yang
bakal mau ngajuin diri" gumam Arumi,
namun masih bisa di dengar oleh Alvin.
"Baiklah kalau tidak ada yang ingin
mengajukan dirinya sendiri, aku minta
kalian mengajukan teman yang menurut
kalian cocok mengisi posisi tersebut" ujar
Alvin kemudian.
Alvin pun segera membuat tabel di
papan tulis, dengan judul diatas wakil
ketua kelas dan bendahara. Ia pun
meminta satu persatu temannya untuk
maju dan menuliskan teman yang mereka
rekomendasikan.
Alvin tau, semua murid dikelasnya
sedikit banyak sudah saling mengenal,
karena berasal dari sekolah yang sama
ataupun karena mereka sudah menjalani
MOS bersama, selama 3 hari sebelumnya.
Yang menurut Alvin, mereka pasti
sudah memiliki penilaian sendiri terhadap
rekannya masing-masing. Sedangkan
Alvin dan Mingyu, memang tidak
menjalani MOS bersama dengan teman
sekelas tersebut, melainkan bersama
dengan siswa penerima beasiswa lain.
Hanya saja saat MOS 3 hari kemarin,
Alvin terlalu acuh sehingga ia belum
berkenalan dengan Mingyu, dan baru
berkenalan hari ini.
"Baiklah, ini sudah nulis semua kan?"
tanya Alvin, setelah melihat tak ada lagi
teman yang maju untuk
merekomendasikan temannya.
"Sudah" jawab beberapa siswa di kelas
tersebut.
" Rum, tolong di rekap yah nama-nama ini, sekalian tolong urutin nama-nama yang direkomendasikan temen-temen
kita, biar nanti sekalian buat bentuk seksi
yang lain" ujar Alvin memberikan
instruksi pada Arum, sekretarisnya.
"Ok" jawab Arum singkat.
Sedangkan Alvin mulai membuat
catatan di kertas, sembari menunggu
rekapan yang dibuat oleh Arumi.
Tak sampai 15 menit, Arumi sudah
selesai dalam merekap nama-nama yang di
papan tulis.
"Temen-temen, berdasarkan hasil
rekapan di papan tulis ini, bisa kita
simpulkan, kalau wakil ketua kelas kita
adalah Akbar dan bendahara kita Weni.
Dan untuk seksi yang lain bisa dibaca di
papan tulis ya. Karena ini hasil
rekomendasi dari temen-temen semua,
Aku harap Akbar, Weni dan seksi pengurus
kelas yang telah terpilih untuk bersedia
menerima keputusan ini, oke?!" ujar Alvin.
"Oke" jawab Akbar, Weni dan seksi
pengurus kelas lain yang telah terpilih.
Kelas anak pintar memang beda,
Alvin pun mengakui itu. Dulu, saat di SMP-
nya pemilihan pengurus kelas memakan
waktu yang cukup lama, selain karena
debat yang tidak penting, juga karena
banyak yang berebut ingin menjadi
pengurus kelas. Sangat berbeda dengan di
SMA-nya sekarang.
Alvin pun segera memberikan hasil
diskusi pemilihan pengurus kelas tersebut
pada Bu Desi. Kemudian ia segera kembali
ke kelas, yang tak lama kemudian di susul
dengan kedatangan guru lain dan memulai
pelajaran.
"Vin, Kantin yukk!" ajak Mingyu saat
jam istirahat berbunyi nyaring, setelah
kepergian guru yang baru saja mengisi
pelajaran di kelasnya.
"Kamu aja sana!" jawab Alvin
sembari menggeleng.
"Kamu gak jajan?" tanya Mingyu, yang
hanya dijawab dengan gelengan kepala
oleh Alvin.
Mingyupun hanya mengedikkan bahu
kemudian berlalu, ia sudah tak sabar ingin
mengisi perutnya yang mulai lapar, ia pun
tak ingin memaksa Alvin.
Di depannya tampak Arumi sedang
mengeluarkan kotak bekal makanan, dari
dalam tasnya.
"Loh rum, kamu bawa bekal? gak ke
kantin dong" ucap Sella, teman semeja
Arum.
"Iya, tadi udah disiapin sama mama,
udah kamu ke kantin sendirian aja sana!"
usir Arum.
"Yah sendirian dong" rengek Sella.
"Kan banyak teman yang lain sell, atau mau makan ini aja berdua sama aku,
banyak ini bekalnya" jawab Arum seraya
membuka box makanannya.
"'Ah, enggak ah. Aku pingin beli bakso
aja" jawab Sella usai mengintip isi kotak
bekal Arum yang berisikan beberapa
lembar sandwich.
"Ya udah cepat sana, keburu bel masuk
bunyi loh" usir Arum, pasalnya ia sendiri
ingin segera menyantap bekal yang ia
bawa.
"Iya iya" jawab Sella kemudian berlalu.
Alvin yang sedari tadi duduk
sembari membaca buku, mau tak mau ikut
mendengarkan apa yang dibicarakan
Arum, perempuan yang sejak tadi menarik
perhatiannya dengan teman sebangkunya.
Arum yang melihat Alvin asik
membaca bukupun, menawari Alvin
dengan bekal yang ia bawa. Namun
Alvin hanya menggeleng dan tersenyum.
"Lagi baca apa sih Vin" tanya Arum
sambil memutar tubuhnya menyamping
agar bisa sembari berbincang dengan
Alvin.
"Ini cuma buku fisika, kemarin nemu
pas mau pulang ke rumah" jawab Alvin
seraya mulai menutup bukunya, ia tak
ingin melewatkan kesempatan untuk
berbincang, dengan gadis yang mampu
membuat jantungnya berdebar lebih
kencang untuk pertama kalinya.
"Itu kan buat kelas 2 Vin" ucap Arum
saat memperhatikan sampul buku yang
dibaca Alvin, sambil terus mengunyah
sandwich, membuat Alvin tersenyum
melihat Arum yang menurut dia
terlihat menggemaskan.
"Iya, iseng aja rum" jawab Alvin
tersenyum.
"Hemmm kamu beneran gak mau
sandwich ini, masih ada loh" tawar Arum
lagi, sejujurnya ia merasa tak enak karena
makan sendirian.
"Udah habisin aja. Oh ya kalau aku
perhatikan tadi, kenapa ya temen-temen
kok gak ada yang ngajuin diri buat jadi
pengurus kelas. Kalau di SMPku dulu rum,
mereka pada berebut loh buat jadi
pengurus kelas itu" tanya Alvin yang
sejujurnya cukup heran dengan teman-
teman sekelasnya.
"Hmmm kamu tau kan kalau SANG
JUARA itu terkenal dengan murid
pinternya" tanya Arum, membuat Alvin
mengangguk.
"Nah. kebetulan kita ini masuk di
kelas yang isinya orang pinter semua.
Hmmm maksudku diantara murid
pintarnya SANG JUARA, kelas kita adalah
kelas dengan isi murid pintar paling
dominan. Jadi mereka itu enggan jadi
pengurus kelas, karena males ribet.
Mereka itu gila nilai Vin! dan menjadi
pengurus kelas tak memberikan mereka
nilai, makanya mereka gak berminat" ujar
Arum kemudian menggigit kembali
sandwich yang tadi sempat ia letakkan
karena memberi Alvin sebuah
penjelasan.
"Oh gitu, berarti kamu tadi terpaksa ya
mau jadi sekretaris" tebak Alvin.
"Hehe yah mau gimana lagi, lagian aku
gak seserakah mereka masalah nilai"
jawab Arum dengan enteng.
"Wah aku jadi gak enak udah nunjuk
kamu tadi, maaf ya" ucap Alvin karena
merasa tak enak.
"Ah gpp kok, santai aja Vin. Eh btw
kamu istirahat gak jajan, emangnya gak
laper?" tanya Arum sembari meminum air
dari botol yang ia bawa.
Sementara Alvin hanya tersenyum dan menggeleng.
"Ih, ini masih ada 1 sandwichnya,
kamu makan aja ya. Aku udah kenyang
banget" ucap Arum sembari memberikan
kotak bekalnya pada Alvin.
"Hmmm ini bisa dimakan nanti
malem gak?" tanya Alvin sambil
menunjuk kotak bekal Arum.
"Yah basi dong tang, itukan ada
sayuran segarnya. Belum lagi saus dan
dagingnya, udah kamu makan sekarang
aja Vin, ngapain nunggu nanti malem,
aneh" ujar Arum sedikit menggerutu.
"Kamu habisin aja kalau gitu rum"
jawab Alvin menyerahkan kembali
kotak makan Arum.
"Kan udah aku bilang aku kenyang,
atau kamu gak suka sandwich ya?" tanya
Arum.
Sementara Alvin hanya menggeleng sambil tersenyum.
"Terus kenapa gak dimakan Alvin?!"
tanya Arum, dengan ekspresi sedikit sebal.
Membuat Alvin lagi lagi tersenyum.
"Aku puasa Arum" jawab Alvin
santai.
"Ini kan bukan bulan puasa, ngapain
kamu puasa?" tanya Arum.
Sementara Alvin mulai menggaruk
kepalanya yang tak gatal.
"Aku puasa Sunnah rum" jawab
Alvin, sejujurnya ia sedikit terkejut
mengetahui Arum tak paham mengenai
puasa Sunnah.
"Oh, jadi kalian ada puasa lagi selain
puasa di bulan puasa?" tanya Arum
membuat Alvin terdiam sejenak.
"Iya ada rum, kebetulan sekarang aku
lagi puasa Sunnah Senin Kamis, hari ini
kan Kamis rum" jawab Alvin sembari
tersenyum masam, usai menyadari jika
Arum memakai gelang tangan dengan
tanda salib. Yang mengartikan ada dinding
pembatas tebal diantara mereka selain
masalah kesenjangan ekonomi.
"Aduh, maaf yah Vin kalau gitu. Aku
gak tau, jadi dari tadi kamu puasa
sementara aku dengan santainya makan di
depanmu" ujar Arum dengan rasa bersalah
yang besar.
"Aduh santai rum, aku gpp" jawab
Alvin.
Arum yang masih merasa tak enak
hati terus meminta maaf, meski Alvin
berulang kali mengatakan tak masalah.
Hingga bel masuk kelas pun berbunyi dan
pelajaran kembali berlangsung.
Usai jam pelajaran berakhir, Alvin
pun bergegas pulang ke rumahnya.
Di malam hari, Alex tampak sedang
keluar dari sebuah ruko depan mall
terbesar di daerahnya, dengan santai ia
menyulut sebatang rokok, sambil
mengedarkan pandangannya ke sekeliling seperti sedang mengamati sesuatu.
Hingga tanpa sadar, matanya
menangkap sosok yang ia kenal, orang
yang memukuli dirinya di hari pertama
masuk sekolah.
"Cih, gitu sekolah pakai beasiswa"
gumam Alex saat melihat Bintang sedang
membawa banyak tas belanjaan, di
belakang sebuah mobil sedan mewah,
yang tampak sedang di bukakan bagasinya
oleh seseorang.