Dear Alvin
"Khususnya bagi siswa penerima beasiswa, sebagai penerima beasiswa di sekolah ini, saya harap kalian bisa memanfaatkannya dengan baik, belajar dengan sungguh-sungguh, mendapatkan nilai yang tinggi, bersedia untuk mengikuti lomba dan wajib menjadi juara demi mengharumkan nama sekolah, agar
sekolah tidak sia-sia memberikan pendidikan gratis untuk kalian"
sepenggal kalimat pidato penyambutan siswa baru
yang di lontarkan oleh kepala sekolah.
"Cuk, gendeng" umpat Alvin, yang saat ini berada di barisan tengah para siswa baru.
Beberapa Temannya pun hanya menoleh dan mencibirnya, sedikit umpatan yang keluar dari mulut Alvin nyatanya membuat beberapa teman seangkatannya merasa tak nyaman.
"Kenapa bro, gak suka? Kalo emang pinter dapet beasiswa sih pantes, gak bakal protes. Tapi kalau dapet beasiswa cuma karena miskin dan bodoh yah cuma jadi beban" sahut Alex, siswa yang berdiri
selisih satu siswa dengan Alvin.
Mendengar hal itu, Alvin pun menoleh dan menatap tajam pada Alex.
"Kenapa? Gak suka aku ngomongin fakta?" ucap Alex dengan senyum mengejek, memancing emosi Alvin.
Alvin masih bergeming, ia terus meyakinkan dirinya untuk tak membuat masalah di hari pertamanya. Sebagai siswa penerima beasiswa, tentu ia harus
menjaga sikap, mengingat banyaknya peraturan yang harus ia patuhi sebelum masuk ke sekolah ini.
" Yah cemen... gerutu sendiri aja bisanya. Dasar beban Sekolah!" Pancing Alex Lagi.
Tanpa bicara Alvin pun segera mendekati Alex dan melayangkan sebuah pukulan ke wajah Alex. Membuat para SiSwa perempuan refleks berteriak karena terkejut.
Alex pun tak tinggal diam, ia yang memang menyukai perkelahian tentu menyambut bogem yang di layangkan oleh Alvin dengan senang hati. Dengan
senyum mengejek Alex terus menangkis pukulan Alvin yang terasa semakin membabi buta.
Sedikit kekaguman timbul di benak Alex, sejauh ini belum ada yang berani memukul dirinya terlebih dahulu, terlebih saat ini dirinya hampir babak belur,
sedangkan Alvin hanya terlihat acak-acakan.
" Aku Memang Miskin beasiswa memang membiayaiku bersekolah disini, tapi tahukah kamu apa yang sedang ku usahakan? Jika tak tahu apapun sebaiknya kamu diam. Anak sepertimu tak ubahnya
seperti pengemis, yang hanya bisa meminta uang saku pada orang tua!" ujar Alvin setelah puas memukuli Alex, yang masih mengusap ujung bibirnya yang berdarah.
"Hei kalian, berhenti!! Ikut saya ke ruang BK!!" perintah seorang guru, seraya meraih Alvin dan menyeretnya untuk dibawa ke ruang BK. Dengan diikuti oleh Alex yang hanya bisa tersenyum masam di belakangnya.
la tak menyangka jika hari pertamanya sekolah akan se seru ini. Wajah teman-temannya yang lain yang
seperti komputer itu, hanya memberikan ekspresi datar saat awal mereka bertemu. Berbeda dengan Alvin, yang meski tampak acuh tapi terlihat lebih kritis.
Hal yang membuat Alex tertarik hingga membuat dirinya dan Alvin kini berada di sebuah ruang BK, ruangan yang pertama kali mereka masuki di hari
pertama masuk sekolah. Bukan kelas untuk belajar, melainkan ruang BK.
"Apa yang membuat kalian bisa-bisanya saling pukul di tengah upacara yang sedang berlangsung?!" tanya Bu Yuli dengan tegas.
Alex dan Alvin terdiam, keduanya tak ada yang menjawab, membuat Bu Yuli geram dan mengulang pertanyaannya hingga beberapa kali.
"Alvin hanya membela diri Bu, saya yang memancingnya" ucap Alex kemudian, meski ia nakal, tapi pantang baginya untuk lari dari tanggung jawab.
"Kami hanya bercanda Bu" sahut Alvin yang tak ingin masalah berlanjut.
Sejujurnya ia sedikit terkejut dengan kejujuran Alex.
"Jadi mana yang benar ini, kalian itu siswa baru, bisa-bisanya sudah berulah di hari pertama! Apalagi kamu anak beasiswa, ada point yang harus kamu jaga agar beasiswamu tak dicabut!" ujar Bu Yuli
dengan tegas, seraya menatap Alvin lebih dalam.
"Kami memang hanya bercanda Bu, maaf jika kelewatan" ujar Alvin. Meski dalam hati ia ingin memaki diri karena harus berbohong.
"Benar begitu Alex?" tanya Bu Yuli kini beralih menatap Alex.
"Hehe iya Bu" jawab Alex seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Tentu saja ia lebih memilih mendukung
Alvin, biar bagaimanapun Alex juga tak ingin masalah ini berlanjut.
"Kamu ini, kalau sampai papamu sampai tau, kamu pasti lebih tau kan apa yang bakal terjadi!" ujar Bu Yuli memberi sedikit penekanan agar Alex sedikit takut. Namun bukannya takut Alex malah cengengesan.
"Yah jangan sampai papa tahu dong Bu" jawab Alex masih bisa tersenyum.
Bu Yuli memang mengenal Alex, lagian siapa juga yang tak mengenali putra pemilik sekolah itu, hmmm kecuali Alvin sepertinya. Karena hanya dialah yang berani mencari gara-gara dengan Alex.
"Ya sudah kalau kalian sepakat jika yang tadi itu hanya sebuah candaan, saya harap hal itu tak akan terjadi lagi, saya juga tak akan mengurangi point kalian untuk kali ini, jadi saya minta kalian harus
saling memaafkan dan berjanji tidak mengulanginya lagi, mengerti!" perintah Bu Yuli membuat Alex dan Alvin mau tidak mau akhirnya bersalaman. Tanpa
mengucapkan sepatah kata pun. Membuat
Bu Yuli hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.
"Sudah kalian langsung kembali ke kelas masing-masing aja, inget jangan buat onar!" pesan Bu Yuli.
"Baik Bu" jawab Alvin dan Alex hampir berbarengan.
SMA SANG JUARA sekolah dengan image pencetak lulusan terbaik, lulusan dengan presentase tertinggi yang masuk ke universitas terbaik di Indonesia maupun di luar negeri.
Sekolah yang di inginkan oleh banyak siswa kaya dan pintar untuk dapat berkesempatan bersekolah disana, bagi siswa yang benar-benar pintar memang
menjadi hal yang benar, namun bagi mereka yang hanya mengandalkan kekayaan orang tuanya, masuk ke SMA SANG JUARA adalah tuntutan agar bisa di banggakan oleh orangtuanya.
Alvin, salah satu penerima beasiswa berprestasi, yang berasal dari kampung yang berjarak sekitar satu setengah jam dari rumahnya, jika ditempuh dengan jalan kaki.
Ya, ditengah elitnya para siswa di SMA SANG JUARA, Alvin adalah salah satu siswa kere dengan dasi yang memiliki tanda garis 3, tanda yang menunjukkan
bahwa dirinya adalah siswa penerima beasiswa.
Hal yang membuat siswa lain yang melihatnya akan tahu jika dirinya adalah penerima beasiswa. Sedikit lucu, namun itulah faktanya.
"Hei, siswa beasiswa! Masuk kelas mana kamu?" sapa Alex yang masih dengan wajah songongnya, ketika keluar dari ruang BK.
Tanpa menjawab, Alvin pun hanya menunjukkan tanda pengenalnya, X-C.
"Wah kelas kita sebelahan, sayang banget kita gak sekelas. Kalau sekelas kan bisa punya temen bolos aku, eh tapi siswa beasiswa kayak kamu mana mungkin bisa bolos ya" cibir Alex yang segera berjalan mendahului Alvin dengan menyenggol
bahunya sedikit keras.
Membuat Alvin mengusap lengan dan hanya menggelengkan kepalanya.
Tanpa berniat membalas dan meredam emosinya sendiri, Alvin pun segera berjalan mnelewati koridor untuk segera menuju kelasnya.
Begitu masuk kedalam kelasnya, Alvin pun baru menyadari jika di kelas itu hanya dirinyalah yang memakai dasi dengan tanda 3 garis, la pun segera
memilih bangku paling pojok belakang.
Tak lama kemudian seorang siswa laki-laki juga duduk disebelahnya.
" Gila, cuma kita berdua memakai dasi dengan tanda 3 garis yah, yang lain hanya satu garis, itu berarti hanya kita berdua yang dapat beasiswa di kelas ini. Pantas saja mereka tak menghiraukan saat ku
sapa tadi, dasar orang kaya!" gurutu siswa tersebut, membuat Alvin mengernyitkan dahi.
Alvin berfikir dirinya sudah siswa terakhir yang masuk ke kelas, nyatanya ada yang lebih terlambat lagi. Siapa lagi kalau teman baru yang baru saja
meletakkan bokongnya di bangku sebelah Alvin.
"Eh kita belum kenalan ya, aku Mingyu bukan Minggu, panggil aja Ming biar gampang" ujar Mingyu yang ditatap dengan heran oleh Alvin.
"Alvin" jawab Alvin acuh, meski ia sedikit heran dengan nama laki-laki bermata sipit di sebelahnya.
"Gak usah heran, aku memang keturunan cina, dan gak usah heran juga kalau aku juga murid beasiswa, karena gak semua keturunan cina itu kaya. Ya seperti
aku ini, usaha papa sedang merosot padahal sebelumnya sukses, makanya masuk sini ngajuin beasiswa, untungnya aku cukup pintar jadi masuk deh" ujar Mingyu memberi penjelasan dengan
cukup berisik. (Tidak bermaksud SARA ya)
Sementara Alvin hanya menanggapinya dengan anggukan kepala.
la tak ingin tahu, tapi mau tak mau ia pun mendengar dengan seksama sebab Mingyu berbicara dengan suara yang cukup keras.
"Ah gak asik kamu Vin" ucap Mingyu yang tak mendapat respon apapun dari Alvin.
"Hey, sttt jangan berisik ada guru tuh" ucap seorang gadis yang duduk di dekat mereka, seraya meletakkan jari telunjuk ke ujung bibirnya, sambil menoleh ke arah Alvin dan Mingyu.
"Oke" ucap Mingyu tanpa bersuara.
Sementara Alvin tampak tersenyum sebagai respon pada gadis yang saat itu langsung menyita perhatiannya.
Sekolah elit memang sedikit berbeda, MOS yang mereka jalani hanya 3 hari sebelumnya, para guru bilang jika MOS yang terlalu kurang penting, tidaklah baik untuk waktu belajar mereka.
Guru yang masuk pun hanya memberi sambutan seadanya, mengabsen satu persatu nama siswa untuk berkenalan, serta mulai membuat struktur organisasi kelas.
"Itu yang duduk paling pojok belakang, murid beasiswa siapa tadi namanya? Alvin?" ujar Bu Desi dengan suara sedikit lebih keras. Membuat Alvin membuyarkan fokusnya yang sedang menatap gadis di depannya itu.
"Iya bu, ada apa ya?" tanya Alvin dengan wajah polosnya.
"Maju sini kamu!" perintah Bu Desi membuat Alvin segera maju ke depan kelas.
"Kamu yang tadi berantem waktu upacara ya?" tanya Bu Desi dengan tatapan tajam.
"Iya Bu" jawab Alvin datar.
"Baik mulai hari ini kamu jadi ketua kelas. Kalian setuju anak-anak?" tanya Bu Desi pada seisi kelas, keputusan dan pertanyaan yang membuat Alvin
terkejut.
Seisi kelas pun menatap pada Alvin sambil mengangguk setuju.
"Wah bisa beneran kayak robot gini
mereka"batin Alvin.
Entah apa yang membuat seisi kelas tersebut setuju dengan ide Bu Desi, namun mau tak mau Alvin harus menerima jabatan itu.
"Baiklah, Untuk selanjutnya bisa kamu bentuk sendiri, susunan struktur jabatan di kelas ini bersama teman-
temanmu yang lain. Saya pasrahkan mereka padamu!" ujar Bu Desi.
"Boleh saya meminta siswa perempuan yang duduk di depan saya itu untuk menjadi sekretaris saya Bu?" tanya Alvin membuat Bu Desi menoleh pada tempat duduk Alvin tadi, dan memperhatikan siapa gerangan yang duduk di depan Alvin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Mericy Setyaningrum
Alex adalah nama yg beken bagus kak hehee
2025-09-21
0