Di jantung hutan misterius, terdapat sebuah kuil kuno yang tersembunyi dan dirahasiakan dari dunia luar. Konon katanya, Kuil tersebut menyimpan sebuah kekuatan dahsyat yang bisa menggemparkan dunia.
Sampai saat ini banyak yang mencari keberadaan kuil kuno tersebut, namun sedikit orang yang bisa menemukannya.
Akan tetapi, tak ada satupun yang berhasil kembali hidup-hidup setelah memasuki kuil kuno itu.
Sebenarnya, kisah apa yang tersimpan di dalam kuil kuno tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lien Machan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2
Bab 2~Usulan Untuk Mencari Kuil Naga.
Seratus tahun kemudian ...
"Ukhuk ... Ukhuk." Ming Yun memuntahkan darah segar dari mulut untuk yang ke sekian kalinya. Napasnya sudah tak beraturan, wajahnya pucat pasi, tubuhnya pun gemetar akibat menahan sakit yang teramat sangat.
Melihat ibunya menderita, Zhang Yuze pun tak kuasa. Ia segera meraih tangan sang ibu lalu mengecupnya dalam sambil berkata, "Apa yang harus aku lakukan untuk menyembuhkannya, Kakek? Aku tak tahan melihat Ibu kesakitan," cetusnya dengan mata berkaca.
Sang kakek, Ming Ji, menatap nanar putri keduanya dengan perasaan yang sulit diartikan. Setelah itu, ia pun melirik sang cucu yang masih setia duduk di samping ibunya.
"Yuze, Ibumu terkena racun hitam yang sangat mematikan. Tak ada yang bisa kita lakukan untuk menyembuhkannya selain keajaiban Dewa," ujarnya putus asa.
Zhang Yuze segera menoleh marah ke arah kakeknya tersebut. "Kakek jangan berbicara seperti itu! Bukankah Kakek Alkemis terhebat di kota Xiang ini? Mengapa Kakek tak bisa menyembuhkan Ibuku dan selalu menunggu keajaiban Dewa?!" teriaknya membantah.
Ming Ji pun menepuk pundak cucunya sambil berkata, "Aku memang seorang Alkemis, tapi aku bukanlah Dewa, Nak! Racun hitam di tubuh Ibumu sudah menyebar dan aku tak bisa melakukan apapun!" sesalnya sembari menunduk.
Zhang Yuze menggeleng. "Tidak, aku tidak bisa merelakan Ibuku begitu saja! Aku sudah merelakan kepergian Ayahku dan kini aku tak bisa lagi!" lirihnya.
"Yuze, apa kau tak kasihan melihatnya terus menderita? Sudahlah, berhenti bersikap keras kepala! Lagipula, kita tidak tahu kapan suku Buluo akan datang menyerang lagi. Kita tak mungkin menjaga Ibumu yang sedang sekarat ini, 'kan?!" Kakak sepupu Zhang Yuze, Ming Hui berkata.
Tentu saja perkataan tersebut membuat Zhang Yuze marah.
Pemuda itu berbalik lalu mencengkram kerah baju Ming Hui sangat erat. "Bicara apa kau, Ming Hui? Jika kau tak mau menjaganya, masih ada aku yang akan menjaga Ibuku. Aku tidak akan menyusahkan mu!" hardiknya geram.
Ming Hui segera menepis tangan Zhang Yuze cukup keras. "Bagus kalau begitu, karena aku tak sudi harus mengorbankan nyawa demi mayat hidup sepertinya!" sarkasnya.
"MING HUI!" Rahang Zhang Yuze mengeras. "Jaga bicaramu! Jangan kira karena kau adalah cucu tertua keluarga Ming, aku akan takut padamu dan hanya diam saja ketika kau berkata kasar tentang Ibuku. Tak kan kubiarkan kau mengeluarkan sepatah kata lagi!" geramnya dengan tangan terkepal.
Ming Ji menghela napas dalam melihat perdebatan kedua cucunya tersebut. Pria tua itu berusaha melerai. "Cukup! Ini bukan saatnya kalian bertengkar. Keadaan Desa kita cukup genting, kita juga tidak tahu kapan suku Buluo kembali menyerang. Aku minta kalian untuk tetap waspada di barisan depan karena ilmu beladiri kalian cukup mumpuni untuk membantu warga menghalau suku bar-bar itu!" pintanya kemudian.
"Ming Hui, bantu Ayahmu bersama warga lain di gerbang Desa sebelah selatan! Kita harus tetap waspada dari segala penjuru," sambung Ming Ji pada cucu tertuanya.
Tak ada pilihan lain selain menuruti perintah sang kakek walaupun hatinya masih dongkol pada adik sepupunya, Zhang Yuze. "Baik, Kakek!"
Pemuda itupun pergi setelah melemparkan tatapan sengit pada Zhang Yuze yang dibalas hal serupa oleh adik sepupunya tersebut.
Kini Ming Ji berbalik menatap Zhang Yuze. "Yuze, pergilah ke gerbang timur dan bantu Pamanmu bersama warga lain. Sementara a... Hei, apa yang kau lakukan?!" Pria tua itu terkejut ketika Zhang Yuze hendak menggendong tubuh ibunya.
Pemuda itu tak menjawab pertanyaan sang kakek hingga membuat Ming Ji marah.
"Berhenti kataku, Zhang Yuze! Kau tak berhak membawanya begitu saja!" cegah Ming Ji.
"Kenapa? Aku Putranya," Zhang Yuze meninggikan suaranya. Baru kali ini ia melakukan hal tak sopan seperti itu pada sang kakek karena kondisi ibunya.
Sejujurnya Zhang Yuze adalah cucu penurut di antara cucu-cucunya yang lain sehingga Ming Ji sedikit tersentak mendengar nada bicara Zhang Yuze saat ini.
Tangan Ming Ji mencengkram kuat pundak cucunya tersebut. "Dia Putriku," ujarnya berusaha meredam emosi.
"Tapi kau tak berniat menyembuhkannya, Tetua Ming." Zhang Yuze tetap menyudutkan.
"Bukannya tidak mau menyembuhkan, tapi kondisi Ibumu ...!" Ming Ji menghela napas pelan tak berniat melanjutkan ucapannya, kemudian menatap cucunya. "Lantas, kau mau bawa dia ke mana? Kau tahu, kondisi Ibumu saat ini, kan?!"
"Aku tak peduli selama aku bisa menyembuhkannya," pungkas Zhang Yuze. "Aku akan membawa Ibuku ke Desa Changming dan meminta bantuan Tetua Zhang untuk merawatnya. Beliau pasti punya cara untuk menyelamatkan nyawa Ibuku," tukas Zhang Yuze seraya pergi menggendong tubuh lemah Ming Yun.
Ming Ji berusaha mencegah. "Yuze ... Yuze!" Seruannya tak dihiraukan Zhang Yuze.
Pemuda itu tetap berlalu meski kakeknya terus memanggil. Begitupun ketika para pelayan dan penjaga kediaman Ming berusaha menghentikan.
"Tuan Muda, Anda tidak boleh membawa Nyonya pergi seperti ini! Kondisi Beliau__"
Semuanya tertunduk takut dan tak melanjutkan ucapannya ketika Zhang Yuze melempar tatapan tajam.
"Ini urusanku. Siapkan kereta sekarang juga!" titahnya kemudian.
Para penjaga saling melirik satu sama lain sebelum mengangguk pasrah. Mereka segera menyiapkan kereta kuda untuk membawa Zhang Yuze dan ibunya ke desa Changming, desa yang terletak di wilayah selatan.
Perjalanan dari desa Xiang ke desa Changming cukup jauh dan memakan waktu dua hari penuh. Walaupun begitu, Zhang Yuze tetap membawa ibunya ke sana untuk meminta bantuan keluarga dari pihak ayahnya.
Sesampainya di desa Changming, ia disambut hangat oleh keluarga sang ayah sehingga Zhang Yuze merasa yakin jika keputusannya untuk datang ke tempat ini memang tepat.
"Para Tetua sekalian, aku mohon bantuannya!" Zhang Yuze membungkuk dalam, meminta dengan penuh hormat.
Zhang Bai, sang kakek pun tersenyum kecil menanggapi permohonan cucunya. "Tidak usah sungkan begitu, Yuze. Bagaimanapun, Yun'er adalah menantuku. Sudah sepatutnya kami merawatnya seperti keluarga lainnya. Akan tetapi ..." Ucapannya terdengar sengaja digantung, tapi Zhang Yuze tak menyadarinya.
"Tetapi apa, Kakek?" Ia penasaran.
Pria tua tersebut memperlihatkan wajah sedihseolah menyesali apa yang hendak dikatakan. "Begini, Nak!" Tangannya menepuk pelan pundak Zhang Yuze. "Dilihat sekilas saja, kondisi Ibumu ini sangat parah. Tak ada yang bisa menyembuhkannya selain Dewa,"
Zhang Yuze sudah tahu bahwa kedua kakeknya akan mengatakan hal yang sama. Tapi, yang ia sukai dari tetua Zhang ini selalu terus terang dalam mengatakan alasan dan jawabannya.
"Kudengar di sebuah hutan ada Kuil Naga yang memiliki kekuatan dahsyat yang bisa mengabulkan permintaan apa saja. Energi Yin dan Yang di sana sangat kuat karena dijadikan tempat persinggahan para Dewa dan Dewi."
Zhang Bai menjeda ucapan sembari memperhatikan reaksi cucunya. Setelah memastikannya, ia pun kembali melanjutkan ucapannya. "Bagaimana kalau kau mencari Kuil Naga dan meminta bantuan pada Dewa untuk menyembuhkan Ibumu?!"
"Apa betul seperti itu, Kek?!" Zhang Yuze terlihat berantusias.
"Kau tidak percaya padaku?" Pria tua itu balik bertanya.
Tanpa berpikir lama, Zhang Yuze pun menyetujui usulan kakeknya. Namun ia tidak tahu, bahaya besar apa yang akan menyambutnya di tempat yang hendak ditujunya.
Hari itu juga Zhang Yuze segera berangkat menuju wilayah barat sesuai petunjuk kakeknya, Zhang Bai. Ia tak perlu mencemaskan ibunya sebab keluarga Zhang khususnya sang kakek berjanji akan merawat ibunya dengan baik sampai dirinya kembali.
"Ibu, aku pasti bisa menyembuhkanmu!" gumamnya dalam hati.
...Bersambung .......