Aurora
...༄˖°.🎻.ೃ࿔*:・...
Aurora. Hanya itu namanya, tidak ada marga yang tersemat di belakangnya. Apa Aurora peduli? Tidak. Yang penting dia punya nama. Masalah ada atau tidaknya marga, Aurora tidak peduli.
Rambut curly berwarna coklat tua, mata hazel yang begitu indah dihiasi bulu mata lentik, hidung mungil dan sedikit mancung, bibir mungil berwarna soft pink alami, itulah yang membuat wajah Aurora terlihat cantik meski tanpa polesan make up. Tinggi tubuhnya 165 cm, tapi terlihat mungil jika bersanding dengan suaminya. Wajah dan kepribadian nya sangat cocok.
Dia memang memiliki wajah cantik natural, auranya begitu segar dan nyaman dipandang. Apalagi tatapan mata teduh yang begitu polos dan lugu. Gadis itu seolah permata yang terus bersinar terang. Tapi sayangnya, kehidupannya tidak seterang itu.
Aurora mahir memainkan biola dan juga suka melukis. Tapi, hobi mahal nya itu tidak bisa dia kembangkan karena tidak memiliki alat yang lengkap. Dia tidak berani meminta pada orangtuanya. Aurora sangat suka dengan nuansa vintage juga dengan benda-benda yang bersifat kuno dan penuh sejarah.
Menikah di usia 23 tahun? Tidak masalah. Mau itu di umur 23, 24, atau bahkan 30 tahun, rasanya Aurora sudah tidak memiliki gairah untuk hidup. Semuanya dia serahkan kepada kedua orangtuanya. Dan ya, mereka menikahkannya di umur yang terbilang muda ini, 23 tahun.
Bukan perjodohan, bukan pula karena mereka saling mencintai. Pernikahan ini diadakan karena sebagai ganti untuk membayar lunas hutang keluarga Aurora. Bahasa kasarnya, keluarganya menjual Aurora pada pria yang mereka hutangi.
Menolak? Memangnya dia siapa? Apakah suaranya akan didengar? Selama ini Aurora hanya diam menerima semuanya. Dia tidak pernah diberi kesempatan untuk bicara.
Meski tidak saling mencintai, pernikahan ini tetap diadakan secara mewah. Banyak tamu undangan yang hadir. Tentu saja mereka semua tidak tau kalau pernikahan ini diadakan secara terpaksa.
Skala Bramasta adalah nama suami Aurora. Salah satu pewaris keluarga Bramasta sekaligus CEO yang memimpin perusahaan keluarganya. Tampan, berkharisma, namun berbahaya. Tidak ada yang berani menyenggol cucu pertama keluarga Bramasta ini. Karena dia adalah cucu pertama, tentunya kekuatannya tidak main-main. Meski hanya diam, aura gelapnya sangat terasa. Bukan gelap karena makhluk halus, melainkan keberingasan nya. Diam tapi menghanyutkan.
Ya, orang tua Aurora meminjam uang pada Skala untuk modal usaha. Keluarga Aurora membuka sebuah restoran. Dengan uang yang mereka pinjam dari Skala, mereka bisa mendirikan sebuah restoran mewah. Dan saat Skala menagih nya, mereka malah menawarkan Aurora sebagai ganti.
Semuanya seolah sudah direncanakan dari jauh hari. Dan Skala malah menerima begitu saja. Karena memang pada dasarnya dia tidak membutuhkan uang, dia lebih membutuhkan perempuan untuk dia jadikan istri.
Umurnya yang 29 tahun sudah matang untuk menikah, kedua orangtuanya terus mendesak dirinya agar segera menikah. Jadi, inilah satu-satunya cara untuk membuat kedua orangtuanya diam.
Tiga hari sudah pernikahan mereka. Aurora ikut suaminya tinggal di mansion keluarga besar Bramasta.
Satu hal yang Aurora ketahui, Evanda alias mommy Skala tidak menyukainya. Wanita itu selalu sinis padanya. Tapi, Aurora tidak mempermasalahkan, karena dia sudah terbiasa ditatap sinis seperti itu.
Ceklek
Suara pintu dibuka membuat Aurora mengalihkan pandangannya dari jendela kaca yang ada di depannya.
Skala masuk dan langsung ke kamar mandi tanpa melirik Aurora.
Melihat jas yang Skala lempar ke sembarang arah membuat Aurora bergerak mengambilnya. Dia memeluk jas itu sambil duduk di pinggiran ranjang, menunggu Skala keluar dari kamar mandi.
"Wanginya tidak membosankan," gumamnya ketika tidak sengaja menghirup aroma parfum Skala yang melekat di jas.
15 menit kemudian Skala keluar dengan handuk yang melilit di pinggang nya dan masuk ke ruang ganti.
Aurora pun segera ke kamar mandi untuk meletakkan jas kotor ke keranjang yang ada di sana. Nanti akan ada pelayan yang datang untuk mengambil pakaian kotor tersebut.
"Sudah makan?"
Aurora tersentak kecil. Dia berbalik setelah menutup pintu kamar mandi. Matanya menatap Skala yang sudah rapi dengan kaos hitam dan celana pendek berwarna hitam juga.
Ia menggeleng. "Aku menunggu kamu ...," lirih Aurora.
Semenjak tinggal di sana, Aurora takut makan bersama tanpa Skala. Di meja makan, Evanda terang-terangan merendahkannya. Bukan hanya di meja makan, setiap mereka berkumpul, pasti Evanda akan membuat Aurora sakit hati.
"Ikut aku," ucap Skala. Tanpa basa-basi Aurora mengikuti langkah suaminya.
Gadis itu terus menunduk, tak mau melihat sekitarnya, dia hanya menatap langkah kaki Skala yang ada di depan.
Melihat sang tuan datang bersama istrinya, seorang pelayan langsung menyiapkan makanan tanpa diminta, karena dia tau tuannya itu baru pulang.
Skala melirik Aurora yang masih berdiri. "Kenapa masih berdiri di sana? Duduk!" titahnya dengan tegas.
Lagi-lagi Aurora menuruti tanpa banyak berkata.
Mata hazel itu menatap makanan di depannya.
"Maaf, hanya tersisa ini saja, Tuan. Jika anda mau, saya akan memasakkan yang lain," ujar pelayan.
"Tidak perlu."
Setelah pelayan pergi, Aurora beranjak mengambilkan makanan untuk suaminya. Meski mereka terpaksa menikah, Aurora akan melayani suaminya dengan tulus.
"Kamu tidak makan?" Kening Skala mengerut saat Aurora hanya meminum air setelah mengambilkan makanannya.
Melihat tatapan tajam sang suami, Aurora mendadak takut dan langsung berdiri untuk mengambil nasi. Namun, Skala kembali menatapnya dengan tajam ketika dia hanya mengambil kuah, tanpa menambahkan lauknya.
"Kamu menantu keluarga Bramasta, kenapa hanya mengambil kuah saja? Makan dengan lauk tidak akan membuat keluarga ini bangkrut," cetus Skala.
Aurora mendongak menatap Skala dengan tatapan teduh nya. "Aku alergi sea food," lirihnya.
Semua yang disajikan pelayan adalah olahan udang dan cumi, serta kepiting.
Alis yang tadinya menukik tajam, kini langsung kembali normal. Skala langsung memanggil pelayan.
"Ada apa, Tuan?"
"Masak sesuatu untuk istriku. Dia alergi sea food," titahnya.
"Baik, Tuan."
Tangan Aurora saling meremas, apalagi saat Skala menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi sembari mengetukkan jari telunjuknya ke meja dengan pelan.
"K-kenapa kamu tidak makan?" tanya Aurora.
Skala menoleh. "Aku tidak akan makan sebelum makananmu siap."
Jantung Aurora berdetak kencang. Ucapan Skala memang terdengar biasa saja, tapi Aurora menyadari ada arti di balik itu.
Mereka menikah dengan terpaksa, tapi kenapa Skala masih bersikap baik pada Aurora? Bahkan Aurora pernah berfikir kalau nanti suaminya akan memperlakukannya dengan kasar, tapi ternyata, dia salah besar.
Aurora tak lagi bicara sampai makanan nya datang. Sup ayam di dalam mangkok itu masih mengepulkan asap.
"Makanlah," ucap Skala.
"Kamu dulu," ujar Aurora mempersilakan. Dia pantang makan sebelum si paling tua memakan makanannya.
Skala menghela nafas, dia pun memakan makanannya. Setelah mengunyah satu suap tadi, dia menoleh pada Aurora.
"Sekarang, makan makanan mu," titahnya.
Aurora menurut. Perlahan dia menyuapkan makanan yang ada di piringnya dengan pelan.
Aurora menghormati Skala sebagai suaminya. Dia menyuruh pria itu menyuapkan makanan lebih dahulu dibandingkan dirinya. Perhatian kecil inilah yang membuat rumah tangga mereka berkembang nantinya.
Aurora sama sekali tidak sedih karena dinikahkan dengan Skala. Dia malah bersyukur karena bisa lepas dari keluarganya sendiri. Setidaknya dengan ini ia bisa memulai hidup yang baru, dan Aurora berharap, kehidupan yang baru ini adalah kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Nabila
lanjut
2025-06-28
0
vj'z tri
✈️✈️✈️✈️✈️✈️✈️✈️✈️
2025-06-08
1