NovelToon NovelToon
ISTRI KE-101

ISTRI KE-101

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Romansa / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: GazBiya

Rose dijual.
Bukan dalam arti harfiah, tapi begitulah rasanya ketika ayahnya menyerahkannya begitu saja pada pria terkaya di kota kecil mereka. Tuan Lucas Morreti, pria misterius dengan gelar mengerikan, suami dari seratus wanita.
Demi menutup hutang dan skandal, sang ayah menyerahkan Rose tanpa tanya, tanpa suara.
Ia dijemput paksa, dibawa ke rumah besar layaknya istana. Tapi Rose bukan gadis penurut. Ia arogan, keras kepala, dan terlalu berani untuk sekadar diam. Diam-diam, ia menyusup ke area terlarang demi melihat rupa suami yang katanya haus wanita itu.
Namun bukan pria tua buncit yang ia temui, melainkan sosok tampan dengan mata dingin yang tak bisa ditebak. Yang lebih aneh lagi, Tuan Morreti tak pernah menemuinya. Tak menyentuhnya. Bahkan tak menganggapnya ada.
Yang datang hanya sepucuk surat:
"Apakah Anda ingin diceraikan hari ini, Nona Ros?"
Apa sebenarnya motif pria ini, menikahi seratus satu wanita hanya untuk menceraikan mereka satu per satu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GazBiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tinggal bersama Lucas Morreti

“Selamat sore, Nona Roselyne. Saya, Alfonso, kepala pelayan di kediaman Tuan Lucas Morreti. Mulai malam ini, saya beserta enam pelayan lainnya akan melayani segala kebutuhan Anda.” Ucap seorang pria berambut perak yang tampak elegan, membungkuk dengan sopan di hadapan Rose.

Enam orang pelayan lain berdiri rapi di belakang Alfonso. Satu per satu mereka memperkenalkan nama, sambil menundukkan kepala penuh hormat. Rose mendengarkan dengan serius, tapi matanya sesekali berkilat jahil.

Ia mencondongkan tubuh, berbisik pada dirinya sendiri sambil menatap mereka satu per satu. “Jadi benar, dia itu Lucas Morreti?” gumamnya melirik Lucas di ruangan kerja. “ Jika iya, aku benar-benar beruntung.” Bibirnya melengkung nakal.

“Sebenarnyua aku yakin benar. Tapi… apa salahnya bertanya lagi untuk memastikan, agar tidak jatuh cinta pada orang yang salah. Tapi kayaknya sih enggak. Aku yakin, itu benar-benar dia. Tapi ya, apa salahnya memastikan sekali lagi…”hati nya terus berceloteh, senyum-senyum sendiri, pipinya merah merona. Para pelayan bingung melihatnya tersenyum seperti itu, tapi mereka tetap menunduk sopan.

Akhirnya Rose berdehem, lalu berbisik pada Alfonso, seolah menyampaikan rahasia besar. “Um… Pak Kepala Pelayan… boleh tanya sesuatu?”

Alfonso sedikit menunduk lebih dekat. “Tentu, Nona.”

Rose melirik ke arah pintu besar berukir emas yang tadi dijelaskan sebagai ruang kerja pribadi. Suaranya makin pelan, seperti anak kecil yang ketahuan curi-curi bicara.

“Pria yang ada di dalam ruangan kerja itu… beneran Lucas Morreti kan?”

Alfonso sempat terdiam. Sejenak, ia menahan tawa, tapi segera menutupinya dengan batuk kecil. “Nona… tidak ada orang lain yang bisa memasuki ruangan itu, selain Tuan Lucas sendiri.”

Mata Rose langsung berbinar. Ia menggenggam tangannya, menahan tawa geli bercampur Bahagia, degup jantungnya yang kencang kini hampir lompat dari sarang.

“Ya Tuhan… jadi benar-benar dia… aku sekamar… satu rumah… dengan Lucas Morreti… Suamiku, setampan malaikat…ternyata… ”Ia menutup wajahnya sebentar, lalu kembali tersenyum polos.

Dari kejauhan, pintu ruang kerja terbuka perlahan. Sosok tinggi dengan kemeja hitam rapi muncul, menatap ke arah Rose dengan sorot dingin dan penuh wibawa.

Semua pelayan langsung menunduk dalam-dalam. Alfonso buru-buru memberi isyarat.

“Tuan Lucas…”

Rose spontan berdiri kaku. Tapi kepolosannya muncul begitu saja, ia tidak menunduk, malah membelalak. “Ya ampun… dia lebih tampan dari pada kemarin saat sering marah-marah…” bisiknya tanpa sadar, cukup keras sampai semua pelayan mendengar.

Lucas menghentikan langkah. Alisnya terangkat tipis. “Apa tadi kau bilang?”

Rose langsung menutup mulut dengan kedua tangan, wajahnya merah padam.

“Eh, tidak, tidak! aku… aku cuma bilang… kursinya tampan. Maksud saya… eh… kursi itu bagus sekali, Tuan Lucas Morreti…”

Para pelayan hampir tidak tahan menahan tawa, sementara Lucas menatap Rose lama, bibirnya terangkat samar, sebuah senyum yang hampir tidak terlihat.

Lucas masih berdiri tegak, menatap barisan pelayan yang baru saja selesai memperkenalkan diri. “Sudah cukup perkenalannya?” suaranya rendah, tegas, namun penuh wibawa.

Alfonso menunduk. “Ya, Tuan.”

Lucas menghela napas kecil, melirik jam di pergelangan tangannya.

“Aku sudah lapar.”Langkah panjangnya langsung berderap menuju meja makan yang megah di tengah ruangan, lampu kristal menjuntai di atasnya, memancarkan cahaya keemasan.

Rose terperanjat, buru-buru mengikutinya dengan gaun sederhana yang ia kenakan. Hatinya masih berdebar sejak tadi.

Mereka duduk berhadapan di meja panjang berlapis taplak putih bersulam emas. Pelayan segera menyajikan hidangan pembuka, sup hangat dengan aroma rempah lembut.

Sejenak hanya terdengar bunyi sendok dan garpu. Lucas makan dengan tenang, gerakannya penuh wibawa. Rose, di sisi lain, berusaha menahan rasa gugupnya.

Sampai saat ini jantung dan hatinya masih belum berhenti berdebat, “Kenapa dia berpura-pura menjadi pria tua yang jelek? Mungkin saja, dia sadar kalo dia setampan itu dan berbahaya. Bayangkan saja, jikak semua istrinya tahu dia setampan itu, mereka tidak akan mau di cerai. Bagaimana bisa ada orang sesempurna itu? Dan dia, suamiku sekarang, haha… aku sangat beruntung.”

Sesekali matanya mencuri pandang ke arah Lucas Morreti. Garis rahang Lucas tegas, sorot matanya teduh tapi menusuk, seakan mampu membaca semua isi hatinya. Rose buru-buru menunduk setiap kali tatapan mereka hampir bertemu.

Dalam hati, Rose berteriak. “Ya Tuhan… aku benar-benar menikah dengan pria setampan malaikat. Ini bukan mimpi, kan? Aku harus berterima kasih pada keluargaku… hm, saat pulang nanti, aku akan memberi mereka semua hadiah yang mahal. Rumah Sebastian yang aku bakar?... aku akan minta uang pada Lucas untuk menggantinya. Bagaimanapun, aku sangat berterimakasih mereka menjodohkanku dengannya.”

Senyum kecil lolos dari bibirnya tanpa sadar.

Lucas meletakkan sendoknya perlahan, menatap Rose yang masih memandangi mangkuk sup tapi tersenyum sendiri. “Kau kenapa tersenyum seperti itu?” tanyanya datar, tapi ada nada penasaran yang samar.

Rose tersentak. Ia menggenggam garpunya erat-erat. “Eh? A-aku… hanya… supnya enak sekali, Tuan.”

Lucas menaikkan sebelah alisnya, seperti tidak percaya. Bibirnya melengkung samar, nyaris seperti senyum.

“Sup?” ulangnya, dengan nada yang membuat Rose semakin salah tingkah.

Rose cepat-cepat menunduk, wajahnya memanas. “I-iya… sup. Enak sekali.”

Lucas kembali ke makanannya tanpa komentar lebih lanjut. Tapi mata tajamnya sesekali melirik ke arah Rose. Ada sesuatu dalam kepolosan wanita itu yang membuat makan malam terasa berbeda dari biasanya, lebih hangat, lebih… hidup.

Dan bagi Rose, malam itu terasa seperti dongeng. Duduk satu meja dengan pria yang sudah lama resmi menjadi suaminya, suami yang bagai malaikat dalam rupa manusia.

Sendok Rose baru saja menyentuh potongan daging yang lembut, tiba-tiba bunyi dering benda pipih milik Lucas terdengar,  memecah kehangatan meja makan.

Lucas melirik sekilas layar ponselnya. Nama Hose terpampang jelas. Alisnya langsung berkerut.

Rose yang sibuk mencuri-curi pandang ke wajah suaminya, ikut terkejut melihat perubahan ekspresi itu.

“Maaf,” ucap Lucas singkat, suaranya dingin. Ia segera berdiri, kursinya berderit menabrak lantai marmer.

Belum sempat Rose menanggapi, Lucas sudah melangkah cepat ke arah pintu samping, menempelkan ponsel ke telinganya.

Suara Hose terdengar berat dari seberang, meski samar-samar masih bisa ditangkap oleh Rose yang berusaha mencuri dengar. “Tuan, situasi di Palazzo mulai memanas. Walikota mendesak agar diberi jalan masuk. Mereka menuntut penjelasan langsung dari Nyonya, tentang insiden membakar rumah itu…”

Lucas berhenti di koridor, membelakangi meja makan, matanya tertuju pada Rose yang melanjutkan makan sendirian. “Aku mengerti,” jawabnya tegas, nada rendah namun jelas ada amarah yang ditahan. “Segera amankan para istri, kali ini tidak ada pertanyaan. Kau pilihkan mereka tempat tinggal, atau pindahkan ke kota lain yang lebih aman. Sebelum pajar. Perundingan lakukan dari sana saja! Aku segera Kembali. Beri aku waktu dua hari, ulur waktu hingga aku tiba.”

Rose melirik heran dari jauh. Sendok di tangannya tak jadi bergerak.

“Kenapa harus pergi jauh hanya untuk mengangkat telepon? Ini kan rumahnya sendiri,” gumamnya pelan sambil manyun.

Ia meneguk segelas air, mendengus kesal. “Dasar pria ganteng banyak rahasia…”

Tangannya menyuap sepotong daging lagi, tapi matanya terus melirik pintu tempat Lucas menghilang. Ada perasaan aneh, campuran antara cemburu, curiga, sekaligus… penasaran yang makin membakar.

*

Bersambung!

Dukungan kamu, bikin aku makin semangat nulis setiap harinya lho...

1
tutiana
baguss Thor,,,lanjut
Tt & 1g : Author Gazbiya: Siapp akak🔥
total 1 replies
tutiana
luar biasa
Tt & 1g : Author Gazbiya: Terima kasih atas bintangnya❤️😭, sehat-sehat orang baik🫶🏻
total 1 replies
Harry
Aku sudah kehabisan kata-kata untuk memuji karya ini, sungguh luar biasa.
Tt & 1g : Author Gazbiya: Terimakasih 🥹🫶🏻 Sehat-sehat akak…
total 1 replies
AkiraMay_
Amanat lah thor buat cerita yang mendebarkan dan sangat menarik ini. Aku tunggu kelanjutannya ya!
Tt & 1g : Author Gazbiya: Asiappp akakk🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!