Dea Gadis desa yang biasa nya berjualan kue di kampung nya.
Karena tradisi perjodohan di kampung nya masih sangat ketat, Dea di paksa menerima perjodohan dengan anak juragan teh di kampungnya.
Untuk menolak juga tidak mungkin, karena orang tua nya bekerja di perkebunan teh milik juragan itu.
Akhirnya Dea memutuskan ke kota, dengan alasan akan pulang saat tunangan juga kembali ke desa. Karena sang tunangan sedang menuntut ilmu di Malaysia.
Tapi, lagi-lagi takdir tak berpihak padanya, setelah ijab Kabul sang suami langsung menceraikan nya.
Bagaimana kah perjalan kisahnya? apa penyebab suaminya menceraikan nya?
.
.
.
Novel ini berbahasa Jawa campur indonesia. ada beberapa yang di beri terjemahan dan tidak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di paksa
Kue yang di jual sudah habis, jadilah Dea memutuskan pulang. Kue yang di jual emang enak, makanya cepat larisnya. Pak lurah, juragan dan orang kaya di kampung sini, jika mau ada acara pastilah memesan kue pada ibunya Dea, sehingga uang nya akan di tabung oleh Ibu Ratmi.
Dea menapaki jalanan berbatuan kecil. Di kampung mereka sebenarnya sudah ada jalanan aspal. Tapi karena sering di lewati truk pengangkut teh dan hasil pertanian lainnya, jadilah mudah rusak begini.
Dea mengusap dahi nya yang di banjiri keringat, karena cuaca lumayan panas hari ini. Di sepanjang jalan Dea bersiul memecah kesunyian. Jalan menuju rumah nya memang agak sepi dari kendaraan, tapi ada beberapa pekerja di kebun kiri kanan jalan. Ada kebun cengkeh dan coklat juga, jadi Dea Tidka merasa takut juga.
Saat sampai di simpang, terdengar motor memelankan laju nya. Dea langsung menoleh. Raut wajahnya langsung berubah masam.
“Nah, datang nih biang keringat’’ gumamnya pelan.
“Cah wadon ku mau kemana?’’ tanya pria yang lumayan tampan.
“Pulang’’ jawab Dea singkat.
“Ayo munggah kene karo aku, mengko kulite kena sinar srengenge.’’ ucap pria itu maksa dan sok perhatian.
“Suwon, tapi Ndak butuh. Bye!’’ Dea langsung buru-buru pergi dari pada stres melayani orang seperti pria itu.
“Tunggu kedatang ku malam ini dek ayu!’’ teriak nya lantang.
Dea yang samar-samar mendengar tidak lagi menghiraukan, Dia juga sudah lelah. Sudah lah gerah karena cuaca memang panas, di tambah di ganggu biang keringat sudah pasti makin meledak emosi jiwa gadis ini.
.
.
🩵
“Assalamualaikum..’’ Dea masuk rumah.
“Wa'alaikum salam. Udah pulang ndug? Mangan dhisek, setelahnya baru istirahat.’' ucap Ibu Ratmi. Dirinya sedang membuat adonan serabi.
“Iya Buk. Ana apa neng kene, kok gawe kue akeh?'’ tanya Dea yang heran karena tak biasanya Romo minta di buatkan kue banyak begini.
“Nanti Kowe juga bakalan tau. Sudah sana mangan dhisek!’’ ucap Ibu Ratmi.
Dea yang masih di Landa penasaran langsung saja mencuci tangan dan mengambil piring. Bu Ratmi lanjut menghidupkan api di dapur kayu nya.
“Dek Tama ngendi Buk, kok Ndak ada kelihatan dari tadi?’" tanya Dea di sela makannya.
“Adik mu belum pulang, Dia ada kelas rambahan karena kan sebentar lagi mau ujian. Uwes Ndak usah ngobrol sambil mangan. Iki jika Romo mu ada, pasti langsung di geplak kowe’’ balas Bu Ratmi.
Dea jika Romo nya tidak ada di rumah bisa jadi dirinya sendiri. Agak bebas mau mengekspresikan diri. Tidak seperti saat ada Romo nya, Dia pasti akan bertingkah layaknya gadis Jawa yang lemah lembut dan gemulai. Tapi jika tidak ada Romo nya, sikap asli nya yang sudah seperti sun go kong itu akan langsung keluar. Dea adalah tipe gadis yang ceria dan humor.
“Romo itu toh Buk, ini kan sudah era modern. Sedikit mengekspresikan diri tidak membuat kita menjadi kurang ajar. Yen aku dadi seniman, mesthi cocok banget. amarga pancen kelangan tumindak ing ngarepe Romo.’’ ucap Dea santai.
Bu Ratmi hanya menggelengkan kepala saja dengan tingkah anaknya. Emang anaknya yang satu ini agak lain sikap dan sifat nya. Hanya anggun dan lemah lembut di depan Romo nya saja. Bu Ratmi juga sudah sangat yakin, Dea pasti langsung menolak dengan rencana sang suami.
.
...🩵🩵🩵🩵...
.
Romo sedang duduk di teras rumah nya. Sesekali melihat jam dinding di dalam rumah. Raut wajahnya sedikit gelisah, takut tamu yang di tunggu tidak jadi datang ke rumahnya. Dea yang baru selesai sholat magrib melihat pintu depan terbuka langsung berjalan menuju ke pintu. Melihat Romo nya ada di luar, Dea langsung menghampiri.
“Romo tumben duduk di luar dingin-dingin begini’’ tanya Dea.
“Eh? Mlebu, ora becik yen wong wedok metu bengi-bengi kaya ngene iki. Mlebu kono!’’ ucap Romo tegas.
“Hm Ok siap’’ Dea langsung masuk rumah takut di tegur karena memakai bahasa gaul itu.
.
“Kok Yo aneh. Masa keluar di teras aja nggak boleh sih. Kan aku nya juga pengen menghirup udara dingin sekali-kali. Orang kampung sini kok Yo masih hidup di zaman apa gitu ya!?’’ gerutu Dea.
Dea terus saja menggerutu di dalam kamar. Merasa sikap dan aturan di kampung ini masih sangat aneh bin kolot. Dea bukannya tidak mau mengikuti perintah Romo nya, hanya saja terkadang aturan yang di buat memang agak lain. Jika masuk di logika alasannya sudah pasti Dirinya langsung sangat setuju.
.
.
Tak lama terdengar salam dari luar. Dea yang mendengar keriuhan langsung melongok dari hordeng kamarnya. Tapi langsung di dorong adiknya agar kembali masuk. Adiknya ini memang patuh pada Romo nya atau kerena takut Dea pun tidak tau.
“Jadi langsung saja, kedatang kami ke sini untuk membahas hal yang sudah lama kita rencana kan. Tapi sebelum itu, langsung saja panggil cah ayu itu.’’ ucap juragan Sunoto.
“Baik, nyuwun pangapunten’’ ujar Bu Ratmi pamit memanggil Dea.
.
.
Dea yang duduk di samping Bu Ratmi hanya diam. Menunggu ucapan dari juragan Sunoto. Dea sebenarnya penasaran, Kenapa anggota laler ini datang sekeluarga begini. Pastilah dengan tujuan yang sangat penting.
“Cah ayu Dea Azzahra, Wonten ing mriki badhe nglamar Nak Dea, dados mantunipun, inggih menika garwanipun putra Suroto Atmojo, sekaligus bertunangan dengan nya’’ ucap Juragan Sunoto.
“Tunangan? Siapa yang mau? Apa lagi sama pria sok kecapekan dan rada-rada ini?’’ Dea langsung berdiri bersedekap dada.
“Jaga ucapanmu. Romo Ndak pernah mengajari kamu kurang ajar begini!’’ Romo menatap bengis kenarah Dea.
Romo langsung membawa Dea ke dapur. Dia akan bicara pada anak perempuan nya ini.
“Kamu boleh menolak lamaran ini, tapi pikirkan juga orang tua ini. Romo berhutang Budi pada juragan sunoto. Dulu ketika Tama sakit, Juragan Sunoto lah yang membantu. Berobat di kota tidak tanggung-tanggung biaya nya. Tentu keluarga kita tidak akan mampu membayar perawatan disana dan kamu juga tidak akan bisa menggantinya meski setiap hari berjualan kue.’’ tekan Romo Dnegan nada geram.
Bu Ratmi langsung mengelus punggung anaknya. Dia sudah sangat yakin tadi siang, dan sekarang terbukti anaknya ini sama sekali tidak setuju. Sebagai seorang Ibu tentu Dirinya tidak tega, tapi Dia juga istri yang begitu patuh pada suaminya.
“Sabar ya ndug. Maafkan Ibumu ini, yang tidak bisa menentang Romo mu.’’ sesak Bu Ratmi memeluk Dea.
Dea yang sudah tenang, langsung ke depan. Dia sudah ada ide untuk menjawab nantinya , tapi mencari celah dulu apa yang akan di katakan Dari pihak Suroto.
.
.
Baik, aku hanya minta satu syarat saja.’’ ucap Dea tersenyum smirk.
.
Jangan lupa like subscribe dan vote komentar
.
.