NovelToon NovelToon
The Villain Wears A Crown

The Villain Wears A Crown

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: karinabukankari

Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 19: The Crown That Chose Its Heir

Cahaya senja menyinari puncak-puncak menara Ravennor, mewarnai batu-batu tua istana dengan semburat oranye darah. Burung-burung hitam melintas di langit, mengeluarkan pekikan nyaring seakan merasakan sesuatu yang akan pecah.

Seraphine berdiri di ruang takhta kosong.

Di hadapannya: singgasana emas tua yang dulunya milik Raja Elric—sekarang tak bertuan. Cahaya dari kaca patri memantulkan warna merah dan ungu ke lantai marmer yang pernah dipenuhi darah bangsawan yang dibantai dalam kudeta tersembunyi bertahun-tahun lalu.

Dan di balik pintu ruangan ini… sejarah menunggu untuk diputuskan.

“Dia akan datang,” suara Ash terdengar dari sudut ruangan, menyandarkan diri di dinding dengan lengan terlipat. “Pasti datang. Kabar tentang Caelum yang sekarat menyebar secepat api.”

Seraphine tidak menjawab. Matanya tetap pada takhta kosong itu. Bahkan sekarang, dia tak yakin apakah ia benar-benar menginginkannya.

Takhta berarti kekuasaan. Balas dendam. Kemenangan.

Tapi juga kesendirian.

“Bagaimana kondisinya?” gumamnya akhirnya, nyaris tak terdengar.

Ash menatapnya lekat-lekat. “Dia masih hidup. Tapi setelah ledakan sihir itu di ruang bawah tanah, kekuatannya mengamuk dari dalam. Penyihir Ordo Umbra mencoba menahan aliran magisnya, tapi…”

“Dia menolak bantuan,” potong Seraphine pelan. “Tentu saja.”

Ash hanya mengangguk. “Dia bilang, ‘Jika aku tidak bisa menguasai sihirku, aku tidak layak memimpin kerajaan ini.’ Anak bodoh.”

Seraphine nyaris tersenyum. “Kau bicara seperti kakak yang peduli.”

“Aku bicara seperti kakak dari adik perempuan yang jatuh cinta pada seseorang yang bisa meledakkan istana hanya karena bad mood.”

Seraphine menoleh. “Aku tidak jatuh cinta.”

Ash memiringkan kepalanya. “Kau lupa aku mengenalmu sejak kau belum bisa mengikat korset sendiri?”

“Dan kau lupa aku bisa membuatmu muntah kelinci hidup kalau kau terus bicara.”

Sebuah suara ringan—tawa.

Itu bukan suara Ash, tapi Orin. Bocah itu muncul dari balik pilar dengan senyum lebar dan apel setengah dimakan di tangannya. “Kalian berdua memang selalu begini, ya? Cinta-cinta, tapi nyamar jadi debat politik.”

Seraphine menyipitkan mata. “Orin. Kenapa kau tidak ada di ruang bawah? Seharusnya kau dengan para penyembuh.”

“Aku bosan. Mereka bau minyak herbal dan bicara terlalu pelan, seakan aku bisa pecah kalau disentuh.”

Ash mengangkat alis. “Kau memang bisa pecah. Tulangmu belum pulih sepenuhnya.”

“Katamu sendiri, aku pewaris darah yang bisa bertahan dari penjara bawah tanah istana. Aku baik-baik saja.”

Seraphine menghampiri Orin, menyentuh pipinya yang masih kurus tapi tak lagi sekosong dulu. Di balik sikap riang itu, bocah ini menyimpan trauma yang dalam. Tapi dia bertahan. Mereka semua bertahan.

Dan sekarang… keputusan ada di tangannya.

Langkah kaki mendekat di koridor luar. Seraphine menegang, lalu menoleh.

Pintu besar terbuka.

Pangeran Caelum—atau yang tersisa darinya—masuk, didampingi dua penjaga bayangan dari Ordo. Tubuhnya dibalut mantel hitam panjang, tapi langkahnya goyah. Sihir mengalir dari pori-porinya, nyaris tak terkendali. Di mata kanannya menyala samar rona biru, tanda bahwa kekuatan magisnya belum sepenuhnya tenang.

Namun tatapan Caelum tetap… milik seorang raja.

“Kaelia,” panggilnya—nama asli Seraphine. Tak ada lagi penyamaran.

Ia mendekat, lalu berhenti beberapa langkah di depan singgasana.

“Jadi, ini akhirnya?” katanya pelan. “Kau berdiri di depan takhta. Keluargamu dibalas. Namamu dibersihkan. Semua siap untukmu.”

Seraphine membalas tatapannya.

“Dan kau?” bisiknya. “Apa yang tersisa darimu?”

“Kesalahan,” jawab Caelum. “Tapi juga keyakinan.”

Ia melangkah ke samping takhta, lalu menarik liontin kecil dari balik bajunya. Seraphine mengenali bentuk itu—lambang keluarga Elric. Namun saat dibuka, bukan potret Raja Elric di dalamnya.

Tapi potret Seraphine, Ash, dan Orin.

Gambar lama, lusuh, tapi nyata.

“Aku menyimpannya,” kata Caelum, suaranya nyaris pecah. “Sejak malam itu. Aku tidak bisa menyelamatkanmu. Tapi aku bersumpah suatu hari… akan menebus semuanya.”

Air mata tak jatuh dari mata Seraphine. Tapi suaranya menggetar saat ia menjawab.

“Kenapa kau tidak pernah membalas suratku tujuh tahun lalu?”

“Ayahku menyegel semua komunikasi. Semua yang mencurigakan dibakar. Aku hanya tahu kau hilang… sampai aku melihatmu kembali sebagai ‘Lady Seraphine.’”

Hening merambat di antara mereka, lalu Orin dengan riang bersuara.

“Umm, kalau kalian berdua selesai saling menyayat jiwa, boleh aku tahu siapa yang bakal duduk di kursi megah itu? Aku lapar.”

Ash menghela napas. “Kau selalu lapar.”

“Dan kalian selalu penuh trauma. Kita imbang.”

Seraphine tertawa kecil—pertama kalinya dalam waktu yang lama. Tawa itu membuat beban di dadanya sedikit terangkat. Lalu ia berbalik menghadap takhta.

“Kursi ini bukan hanya milik darah kerajaan,” katanya. “Ini milik rakyat. Dan yang duduk di sini… harus punya keberanian untuk mendengarkan, bukan hanya memerintah.”

Caelum mendekat. “Kau lebih cocok dari siapa pun untuk itu.”

Seraphine menatapnya. “Dan kau?”

“Aku?” Caelum tersenyum tipis. “Mungkin… aku bisa jadi penasihat yang menyebalkan tapi pintar. Atau suami ratu yang terlalu tampan untuk dibiarkan di ruang publik.”

Ash memutar bola mata. “Kalian bikin aku ingin melempar merpati ke wajah sendiri.”

Orin mengangguk penuh empati. “Kutolong kalau butuh, Kak.”

Seraphine memandangi mereka semua. Keluarga yang hancur kini berdiri bersama. Musuh yang dulu kini menjadi sekutu. Cinta, dendam, pengkhianatan, dan kebenaran telah bercampur jadi satu kisah yang tak mungkin dibersihkan dengan darah semata.

Ia melangkah maju.

Dan duduk di atas takhta.

Suara terompet menggema dari menara.

Penjaga mengumumkan: “Ratu Ravennor telah dipilih. Ratu yang tidak dipaksa… tapi memilih dan dipilih oleh tahta itu sendiri.”

Di halaman luar, rakyat bersorak. Tidak semua memahami apa yang terjadi. Tapi mereka tahu satu hal: pemerintahan lama telah runtuh. Dan yang baru—mungkin, hanya mungkin—akan lebih adil.

Seraphine memejamkan mata sejenak, lalu membuka kembali.

“Panggil para penasihat. Kita mulai rapat pertama. Dan bawa peta kerajaan.”

Ash bersiul. “Baru duduk sudah memerintah.”

“Sudah tujuh tahun aku menunggu duduk di sini, Ash,” balasnya. “Sekarang aku tidak akan menyia-nyiakannya.”

Caelum mendekat, lalu menunduk sedikit.

“Yang Mulia.”

Seraphine menatapnya lama. “Jangan panggil aku begitu.”

“Oh?”

“Panggil aku Kaelia. Atau aku akan menyiksamu dengan semua protokol istana.”

Caelum tertawa pelan. “Baiklah, Kaelia.”

Orin mendekat dan mengangkat tangan. “Kalau begitu… aku tunjuk diri jadi kepala dapur kerajaan! Demi keamanan perut semua orang!”

Ash menepuk dahinya. “Dunia akan berakhir bukan karena perang, tapi karena makanan buatan Orin.”

Gelak tawa mengisi ruang takhta.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Ravennor, takhta tidak hanya menjadi simbol kuasa—tapi juga harapan.

Dan kali ini, itu dimulai dari seorang gadis yang pernah dibuang, bangkit dari abu pengkhianatan, dan memilih… bukan untuk menghancurkan kerajaan, tapi membangunnya kembali.

Dari reruntuhan. Dari cinta.

Dan dari keberanian yang tak bisa dipalsukan oleh mahkota mana pun.

Langit Ravennor dibalut warna abu dan darah saat matahari terbit di balik reruntuhan istana. Kabut tipis menyelimuti halaman depan, memantulkan cahaya kemerahan yang tampak seperti luka terbuka di tubuh kerajaan. Di tengah kepanikan dan puing-puing kehancuran, hanya satu suara yang memecah kesunyian pagi—gemuruh langkah kaki para penjaga yang tergesa menuruni tangga benteng.

Seraphine berdiri di tengah aula besar yang setengah runtuh, debu beterbangan di sekelilingnya. Gaun ungunya yang mewah kini robek dan bernoda darah, namun sorot matanya tetap tajam, tak gentar. Di tangannya, ia memegang belati berukir lambang keluarga Verndale—simbol masa lalu yang seharusnya telah mati bersama nama mereka.

Tapi hari ini… semuanya bangkit kembali.

"Ratu bayangan mereka telah bangun," gumam Ash di sampingnya. Wajah kakaknya itu kotor oleh jelaga, rambutnya kusut, namun tubuhnya tegap seolah tidak merasakan kelelahan. "Kau tahu ini hanya permulaan, bukan?"

"Aku tahu," balas Seraphine, suaranya pelan. "Istana ini belum sepenuhnya runtuh, dan Caelum belum sepenuhnya kalah."

Ash menatapnya lekat-lekat. “Kau masih berniat menyelamatkannya?”

Seraphine tidak menjawab.

Pertanyaan itu menggantung di udara, seperti api kecil yang siap membakar segalanya.

Sementara itu, jauh di bawah tanah, di lorong rahasia yang dulunya hanya dikenal oleh para pendeta Ordo Umbra, Pangeran Caelum terbaring tak sadarkan diri. Tubuhnya penuh luka, sihir yang tak terkendali membuat kulitnya memar membiru. Di sampingnya, berdiri Orin—yang kini bukan lagi anak kecil yang ditinggalkan Seraphine, melainkan seorang pria muda berbalut jubah hitam, mata keperakan menyala tajam.

"Dia tidak akan bertahan lama jika tidak dihentikan," kata Orin kepada laki-laki bertopeng burung hantu yang berdiri di sudut ruangan.

"Dia adalah pembawa sihir kuno. Darahnya menolak hukum dunia ini," jawab sosok itu. "Hanya satu cara menghentikannya—ia harus memilih untuk hidup… atau mati sebagai raja."

Orin mengepalkan tangan. “Dia belum memilih karena dia belum tahu siapa musuh dan siapa keluarganya.”

Di atas, para bangsawan mulai meninggalkan istana. Beberapa menuduh Seraphine sebagai biang kehancuran, sebagian lain diam-diam menyusun rencana baru, mencoba berpihak pada siapa pun yang tampak lebih kuat esok hari. Di antara mereka, Lady Mirella melangkah keluar dari kapel tua, membawa gulungan surat tersegel.

Ia menemukan Seraphine di balkon istana yang menghadap ke halaman istana yang dipenuhi arwah peperangan.

“Ini dikirimkan oleh salah satu dari pengikut Ordo Umbra,” ujar Mirella, menyerahkan surat itu.

Seraphine membukanya perlahan. Isinya hanya satu kalimat.

> “Jika kau ingin melihat akhir cerita ini… datanglah ke jantung kegelapan: Menara Lilin.”

Menara Lilin. Tempat terlarang di perbatasan utara. Dulunya adalah biara, lalu penjara bagi mereka yang memiliki sihir sebelum era Raja Elric. Dan sekarang… konon menjadi markas terakhir dari kekuatan kuno yang terbangun bersama darah Caelum.

Seraphine menggenggam surat itu erat. “Siapkan kuda. Kita akan ke sana malam ini.”

Mirella menatapnya tak percaya. “Kau serius?”

“Aku harus tahu siapa yang memegang akhir kisah ini,” jawabnya. “Karena jika bukan aku… mereka akan menulis ulang takdir kerajaan ini tanpa kita.”

Perjalanan menuju Menara Lilin berlangsung diam-diam, menembus hutan gelap yang tak lagi dihuni oleh manusia. Hanya angin dan suara serigala yang menyertai mereka. Seraphine, Ash, Mirella, dan Orin—yang menyusul setelah meninggalkan Caelum bersama seorang penjaga rahasia—menjadi rombongan terakhir yang membawa harapan kerajaan yang nyaris hancur.

Orin dan Seraphine duduk berhadap-hadapan di bawah langit malam saat mereka beristirahat di tengah jalan.

“Kenapa kau tidak bilang lebih cepat?” tanya Seraphine lirih.

Orin memandangi api unggun. “Karena aku tidak tahu harus percaya pada siapa. Aku hidup dengan nama palsu di antara para pengungsi. Sampai Caelum menyelamatkanku.”

Seraphine menatap adiknya. “Kau menyayangi dia?”

“Tidak.” Orin diam sejenak. “Tapi aku tahu dia tak seburuk yang kita kira. Dunia ini membentuknya menjadi raja. Sama seperti dunia membentukmu jadi iblis yang dibenci kerajaan.”

Mereka tertawa kecil. Untuk pertama kalinya setelah lama, tawa yang jujur. Bahkan Mirella ikut tersenyum meski masih menjaga jarak.

Ash, dari balik pohon, hanya mendesah. “Kalian semua terlalu dramatis.”

Menara Lilin menjulang kelam di tengah kabut pagi. Batu-batunya dipenuhi lumut, dan cahaya ungu samar memancar dari jendela atas yang hancur sebagian. Pintu kayu tua terbuka sendiri saat mereka mendekat, seperti mengundang.

Di dalamnya, waktu seolah membeku. Lilin-lilin menyala tanpa bahan bakar. Dinding dipenuhi simbol-simbol kuno. Di tengah ruangan utama, seorang wanita berdiri, mengenakan gaun ungu gelap dan topeng berkilau. Ia dikenal sebagai The Whisperer, pemegang pengetahuan masa lalu dan masa depan.

“Aku sudah menunggu kalian,” katanya dengan suara dua lapis—seolah berbicara dari dua dunia.

“Siapa kau?” tanya Seraphine.

“Aku adalah penjaga kebenaran. Penjaga siapa yang seharusnya duduk di tahta Ravennor.”

Seraphine maju. “Katakan. Apa kau tahu siapa yang membunuh keluargaku? Siapa yang membakar nama Verndale dari sejarah?”

The Whisperer mengangkat tangannya.

Bayangan-bayangan mulai muncul di udara, membentuk ulang adegan masa lalu—malam berdarah tujuh tahun lalu.

Yang mengejutkan, bukan Raja Elric yang memerintahkan eksekusi keluarga Verndale. Tapi… seorang bangsawan lain. Lord Tavian, penasihat tertinggi yang selama ini disangka setia pada kerajaan.

“Dia melakukannya untuk menyingkirkan pengaruhmu dari jalur kekuasaan,” bisik The Whisperer. “Karena ibumu adalah pewaris sah sebelum ratu yang sekarang naik.”

Seraphine terdiam. Rahangnya mengeras.

“Dan Caelum?” bisik Orin. “Apakah dia tahu semua ini?”

The Whisperer mengangguk pelan. “Dia tahu… tapi terlalu lemah saat itu untuk melawan. Itulah kenapa ia ingin mati sebagai raja. Karena ia tahu hidupnya tak akan pernah membayar utang darahnya.”

Beberapa hari kemudian, Seraphine kembali ke istana. Menara Lilin menghilang dalam kabut, seperti tak pernah ada. Tapi kebenaran yang dibawanya pulang tak bisa dihapus.

Istana Ravennor kini tak memiliki raja. Dewan Kerajaan pecah. Bangsawan saling mengkhianati untuk mendapat kekuasaan.

Dan Caelum… masih belum sadarkan diri.

Di balik pintu kamarnya, Seraphine duduk menunggui. Ia memegang tangan pria itu, menggenggamnya erat.

“Buka matamu, Caelum,” bisiknya. “Aku sudah tahu segalanya. Dan aku tidak akan membiarkanmu mati sebelum kau menatap mataku dan mengakui siapa dirimu sebenarnya.”

Mata Caelum bergerak perlahan di balik kelopaknya.

Tiga hari kemudian, saat badai menyapu langit Ravennor, lonceng istana berdentang.

Pangeran Caelum berjalan keluar dari kamarnya, mengenakan jubah ungu dan mahkota retak di tangannya.

Di depan seluruh istana, ia berseru:

“Rakyat Ravennor! Aku bukan raja yang kalian inginkan. Tapi aku satu-satunya yang tersisa… yang tidak akan berlutut pada darah bangsawan kotor!”

Suara sorak bercampur gumaman menyambutnya. Tapi ia melanjutkan.

“Aku tidak akan berkuasa sendiri. Aku akan memerintah bersama perempuan yang memilih untuk kembali meski tahu istana ini ingin membunuhnya.”

Seraphine berjalan keluar dari balik pilar, di sampingnya Ash dan Orin. Mahkota obsidiannya berkilau di bawah hujan.

Dan saat langkahnya tiba di sisi Caelum, dunia Ravennor menahan napas.

“Aku tidak meminta pengampunan,” katanya. “Tapi aku menawarkan satu hal yang belum pernah kerajaan ini punya: kebenaran.”

Dan saat lonceng terakhir berdentang, rakyat akhirnya tahu—

Kejatuhan bukan akhir.

Itu adalah awal dari kebangkitan.

1
karinabukankari
🎙️“Capek? Lelah? Butuh hiburan?”

Cobalah:

RA-VEN-NOR™

➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi

PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.

Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
karinabukankari
“Kamu gak baca Novel jam 11?”

Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...

➤ Tiap hari. Jam 11.

Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
karinabukankari
“Halo, aku kari rasa ayam...
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”

➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?

Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:

❝ Aku Telat Baca Novel ❞

#AyamMenyerah
karinabukankari
Ash (versi ngelantur):
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”

Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”

Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”

📅 Jam 11. Tiap hari.

Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
karinabukankari
“Lucu…
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”

Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.

➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.

Jangan salah pilih sisi.
– Orin
karinabukankari
“Aku tidak banyak bicara…
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”

Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?

Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.

– Orin.
karinabukankari
“Oh. Kamu lupa baca hari ini?”

Menarik.

Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...

➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.

Aku sudah memperingatkanmu.

– Ash.
karinabukankari
📮 Dari: Caelum
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku

"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"

🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.

💙 – C.
karinabukankari
🐾 Meong Alert!

Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!

🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !

Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush

Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!

😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.

#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
karinabukankari
🐓 Jam 11 bukan jam ayam berkokok.
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis

Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG

📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
karinabukankari
🕚 JAM 11 SIANG ITU JAM SUCI 😤

Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!

Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”

Jadi yuk… BACA. SEKARANG.

🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
karinabukankari
⚠️ PENGUMUMAN PENTING DARI KERAJAAN RAVENNOR ⚠️

📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!

Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.

Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!

❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
karinabukankari
📢 HALOOO PARA PEMBACA TERSAYANG!!
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.

⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB

🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.

➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~
Luna_UwU
Ditambahin sekuel dong, plis! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!