NovelToon NovelToon
Melting The Pilots Heart

Melting The Pilots Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

“Bagaimana jika cinta bukan dimulai dari perasaan, melainkan dari janji terakhir seorang yang sekarat?”

Risa tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dengan kekasih sahabatnya sendiri—terlebih, di kamar rumah sakit, dalam suasana perpisahan yang sunyi dan menyakitkan. Tapi demi Kirana, satu-satunya sosok yang ia anggap kakak sekaligus rumah, Risa menerima takdir yang tak pernah ia rencanakan.

Aditya, pilot yang selalu teguh dan rasional, juga tak bisa menolak permintaan terakhir perempuan yang pernah ia cintai. Maka pernikahan itu terjadi, dibungkus air mata dan janji yang menggantung di antara duka dan masa depan yang tak pasti.

Kini, setelah Kirana pergi, Risa dan Aditya tinggal dalam satu atap. Namun, bukan cinta yang menghangatkan mereka—melainkan luka dan keraguan. Risa berusaha membuka hati, sementara Aditya justru membeku di balik bayang-bayang masa lalunya.

Mampukah dua hati yang dipaksa bersatu karena janji, menemukan makna cinta yang sebenarnya? Atau justr

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

Lampu-lampu putih supermarket menyilaukan mata, menyambut Risa begitu ia melangkah masuk.

Trolley di dorongnya pelan, menyusuri lorong demi lorong yang dipenuhi barang dimana semuanya tampak teratur, tertata, dan sempurna. Sangat berbeda dengan isi hatinya yang tak karuan.

Ia mengambil beberapa bahan makanan seperti telur, sayuran, beras, dan sabun cuci.

Tangannya bergerak otomatis, tapi pikirannya entah melayang ke mana.

Beberapa pasangan tampak berjalan berdua, tertawa kecil sambil memilih camilan.

Seorang ibu muda sedang menenangkan anaknya yang merengek.

Sementara dirinya, hanya satu keranjang dan sendirian di supermarket itu.

Risa berhenti di depan rak minuman, memandangi deretan botol jus dan susu.

Dulu, Kirana selalu memilih jus jeruk, sementara Aditya lebih suka kopi kemasan dingin.

Tanpa sadar, ia mengambil dua jus jeruk, satu kopi dingin.

Tangan kirinya gemetar kecil saat menyadari tentang kebiasaan masa lalu masih saja menempel dalam dirinya.

Ia tertawa kecil, getir. "Sudah tiga bulan, Ris. Sampai kapan kamu begini?"

Ia tahu jawabannya: sampai Aditya membuka hatinya. Atau sampai dia sendiri menyerah.

Setelah membayar belanjaan, Risa duduk di bangku luar supermarket sambil menunggu ojek untuk pulang.

Tangan kanannya menggenggam plastik belanja, sementara tangan kirinya menggenggam ponsel—masih tanpa pesan baru dari Aditya.

Matanya memandangi layar, lalu langit senja yang mulai berubah jingga.

Sebagian orang pulang ke rumah mereka dan sebagian lainnya menunggu dijemput orang tercinta.

Sebelum memesan ojek untuk pulang, Risa memutuskan berjalan kaki sebentar menyusuri jalanan di sekitar supermarket.

Langit senja mulai beranjak gelap, tapi aroma dari gerobak mie tek tek di ujung jalan menarik perhatiannya.

“Mie tek tek satu, Bang. Pedas sedang, ya,” katanya pelan.

“Siap, Mbak!” sahut si penjual dengan senyum ramah.

Sementara mie dimasak, Risa menatap gerobak es buah yang berada tak jauh dari sana.

Ia berjalan mendekat dan memesan semangkuk.

Es buah itu favoritnya sejak kuliah dan Kirana tahu itu. Bahkan dulu, setiap kali mereka bertengkar atau Risa sedang kesal, Kirana akan diam-diam membelikannya es buah sebagai ‘senjata damai’. Sekarang, Risa membeli sendiri. Untuk dirinya sendiri.

Setelah mie selesai dibungkus dan es buah dipegang erat, ia duduk sebentar di bangku kecil pinggir jalan.

Lampu kendaraan lalu lalang, ramai tapi tak ada satu pun yang ditujukan untuknya.

“Sendiri lagi,” gumamnya, menatap gelas plastik es buah di tangan.

“Dan masih lima… atau enam hari ke depan.”

Aditya saat ini sedang bertugas di luar negeri. Maskapai tempatnya bekerja mengharuskan penerbangan jarak jauh, kadang seminggu baru kembali, kadang lebih.

Sejak menikah, Risa sudah terbiasa ditinggal. Tapi ‘terbiasa’ tak pernah benar-benar membuat semuanya jadi lebih mudah.

Ia menarik napas pelan, lalu memesan ojek kembali ke rumah.

Hari mulai malam. Tapi rumah tetap sama: kosong, dingin, dan sunyi.

Bedanya, kali ini ia membawa mie hangat dan sedikit rasa manis yang dulu pernah membuatnya tertawa.

Walau sendirian, ia masih mencoba bertahan.

Malam itu, rumah terasa lebih hening dari biasanya.

Jam dinding berdetak lambat, seolah waktu ikut tenggelam dalam kesunyian yang membungkus kamar.

Risa sudah mencoba memejamkan mata, tapi matanya tetap terbuka, menatap langit-langit.

Di sebelah tempat tidur, sisi ranjang milik Aditya kosong. Rapi.

Tak terganggu. Bantalnya tak pernah disentuh sejak terakhir kali ia pulang.

Risa duduk, menarik selimut dari kakinya, lalu bangkit.

Ia berjalan ke meja kecil di sudut kamar, menyalakan lampu meja, dan membuka laptop yang sudah lama tidak ia sentuh untuk hal selain pekerjaan rumah tangga.

Jari-jarinya berhenti sebentar di atas keyboard. Ada keraguan.

Tapi kemudian ia membuka tab baru, masuk ke sebuah platform menulis yang dulu pernah menjadi tempat pelariannya dimana sebelum hidupnya berubah drastis.

"Daun Hujan", judul novel yang dulu sempat ia tulis setengah jalan.

Ia tersenyum kecil, getir. "Mungkin sudah saatnya aku menulis lagi.

Menceritakan sesuatu. Tentang luka. Tentang diam. Tentang rindu yang tak dijawab."

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Risa membuat akun baru. Kali ini, ia menggunakan nama pena:

"Sang Istri yang Tidak Diinginkan."

Bab pertama ia beri judul: "Menikah Karena Janji."

Dan mulai malam itu, di antara keheningan dan ketiadaan pelukan, Risa mulai menulis.

Menumpahkan rasa yang tak bisa diucapkan dan menyulam kalimat dari rasa sakit yang selama ini ia simpan dalam diam.

Karena menulis, baginya, adalah cara untuk tetap waras. Untuk tetap hidup. Dan mungkin... untuk menyembuhkan luka yang bahkan Aditya tak pernah tahu.

Risa mengetik tanpa henti malam itu. Kata-katanya mengalir dari hati yang terlalu lama membungkam luka.

Ia menulis seolah setiap kalimat adalah bisikan yang tak pernah berani ia ucapkan langsung pada Aditya.

{Aku menikah bukan karena cinta. Tapi karena janji dari seseorang yang akan mati.}

{Setiap pagi, aku menyambut pria yang tak pernah benar-benar menyapaku. Suamiku. Tapi bagiku, dia masih seperti langit malam yang jauh, dingin, dan hanya bisa kulihat tanpa bisa kugapai.}

Begitu ia menyelesaikan bab pertama, Risa ragu sejenak sebelum menekan tombol “Terbitkan”.

Tak ada ekspektasi. Ia hanya ingin mengeluarkan semua yang mengendap di hatinya. Satu bab. Satu napas. Satu luka.

Ia mematikan laptop dan kembali ke tempat tidur.

Namun pagi harinya, saat membuka kembali aplikasinya—ia terdiam.

Notifikasi masuk: 42 komentar. 350 pembaca. 120 likes.

Matanya membulat. Ia tak menyangka.

Beberapa komentar menyentuh hatinya:

~ @PecintaFiksi: “Aku seperti membaca isi hatiku sendiri. Kamu nggak sendirian.”

~ @HatinyaIstri: “Tolong lanjutkan. Sakit tapi indah. Aku nangis baca ini.”

~ @BintangSepi: “Suamiku juga seorang pilot. Dan... dia juga begitu. Terima kasih sudah menulis ini.”

Risa memandang layar ponsel cukup lama. Ada perasaan hangat, asing, tapi melegakan.

Ternyata ada orang-orang di luar sana yang mengerti. Yang merasa sama.

Yang ikut merasakan pedih yang selama ini ia kira hanya miliknya.

Ia tersenyum tipis, mata berkaca-kaca.

Untuk pertama kalinya sejak menikah, Risa merasa dilihat.

Bukan oleh Aditya. Tapi oleh dunia yang mengerti rasa sunyi. Dan ia tahu, ia harus melanjutkan tulisannya.

Risa terus menatap ponselnya, membaca kembali komentar-komentar yang masuk satu per satu.

Setiap kata terasa seperti pelukan dari orang-orang yang tak pernah ia kenal sebelumnya, namun dengan cara yang sangat akrab.

Mereka semua berbagi rasa yang sama, sebuah perasaan yang terkubur dalam kesendirian, yang seringkali sulit untuk diungkapkan secara langsung.

Seolah-olah mereka mengerti apa yang ia rasakan tanpa perlu menjelaskan lebih jauh.

@PecintaFiksi, dengan kata-katanya yang sederhana namun menyentuh, membuka mata Risa akan kenyataan bahwa perasaan yang ia simpan ternyata bukan hanya miliknya.

Ada orang lain di luar sana yang merasakannya juga, yang mungkin sudah lama merasa terjebak dalam kesunyian yang sama.

Risa menutup matanya sejenak, meresapi kata-kata itu, dan merasa ada sebuah beban yang sedikit berkurang dari pundaknya.

@HatinyaIstri, yang menulis dengan penuh kejujuran dan emosi, membuat Risa merasa seolah-olah ia tidak lagi berdiri sendiri dalam kegelapan.

Terkadang, rasa sakit memang harus dialami, namun itu tidak berarti bahwa kita harus menanggungnya sendirian.

Ada orang lain yang bersedia berbagi beban itu, bahkan hanya dengan kata-kata yang tulus dan empatik.

Risa bisa merasakan kesedihan yang sama, dan di saat yang bersamaan, ada rasa kebersamaan yang menyelimuti hatinya.

Lalu, ada @BintangSepi, yang dengan tegas mengungkapkan bahwa ia juga menjalani kehidupan yang serupa. Suami yang seorang pilot, yang juga sering meninggalkan rumah untuk waktu yang lama, meninggalkan kesendirian dan rasa rindu yang tak terucapkan. Itu adalah kenyataan yang tak bisa dihindari, tapi Risa merasa terhubung dengan

@BintangSepi, seolah-olah mereka saling memberi tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam perjalanan ini.

Ada dunia yang lebih besar, dunia yang mengerti rasa kehilangan yang halus namun mendalam, yang terkadang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata langsung.

Risa merasa hangat di dalam dadanya. Untuk pertama kalinya sejak ia menikah, ia merasa ada yang melihatnya, benar-benar melihatnya, bukan hanya sebagai istri, tetapi sebagai seorang wanita dengan perasaan, dengan kesendirian dan kerinduannya sendiri.

Terkadang, saat kita merasa paling terasing, kita justru bisa menemukan kedamaian dalam mengetahui bahwa ada orang lain yang merasakan hal yang sama.

Dengan sebuah senyum tipis, Risa menyeka air mata yang tak sengaja menetes.

Ada rasa lega yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa yang muncul bukan karena Aditya dan bukan karena seseorang yang seharusnya paling mengerti dirinya, melainkan dari orang-orang yang tak dikenal, namun mampu merasakan dan mengungkapkan hal yang ia simpan dalam hati selama ini.

Ia membuka kembali aplikasi menulis yang sudah beberapa hari tidak ia sentuh.

Jari-jarinya terasa sedikit kaku, tetapi ia tahu, ia harus melanjutkan tulisannya.

Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk dirinya sendiri. Untuk melepaskan semua yang terpendam, dan untuk memberi ruang bagi perasaan-perasaan yang selama ini terabaikan.

Karena, dengan menulis, ia merasa dihargai. Bahkan jika itu hanya dalam bentuk komentar dari orang-orang asing yang bisa merasakan perasaan yang sama.

Risa menarik napas dalam-dalam, lalu mulai menulis lagi.

Kali ini, dengan keyakinan bahwa tulisannya tidak hanya untuk dirinya. Ada orang di luar sana yang menunggu untuk merasa dipahami, seperti ia merasa dipahami.

1
kalea rizuky
lanjut
kalea rizuky
lanjut donkkk
kalea rizuky
keren bgt lo ini novel
kalea rizuky
belom bahagia di tinggal mati
kalea rizuky
ris jangan menyia nyiakan masa muda mu dengan orang yg lom selesai dengan masa lalunya apalagi saingan mu orang yg uda almarhum
kalea rizuky
suami dayuz
kalea rizuky
uda gugat aja ris banyak laki lain yg menerima qm lagian masih perawan ini
kalea rizuky
suka bahasanya rapi
kalea rizuky
cerai aja lah ris hidup masih panjang
gojam Mariput
jahatnya aditya
gojam Mariput
suka....
tata bahasanya bagus, enak dibaca
my name is pho: terima kasih kak
total 1 replies
gojam Mariput
awal yang sedih ...
moga happy ending
my name is pho: selamat membaca kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!