NovelToon NovelToon
Cinta 1 Atap Bareng Senior

Cinta 1 Atap Bareng Senior

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Galuh yang baru saja diterima di universitas impiannya harus menerima kenyataan bahwa ia akan tinggal di kos campur karena kesalahan administratif. Tidak tanggung-tanggung, ia harus tinggal serumah dengan seorang senior wanita bernama Saras yang terkenal akan sikap misterius dan sulit didekati.

Awalnya, kehidupan serumah terasa canggung dan serba salah bagi Galuh. Saras yang dingin tak banyak bicara, sementara Galuh selalu penasaran dengan sisi lain dari Saras. Namun seiring waktu, perlahan-lahan jarak di antara mereka mulai memudar. Percakapan kecil di dapur, momen-momen kepergok saat bangun kesiangan, hingga kebersamaan dalam perjalanan ke kampus menjadi jembatan emosional yang tak terhindarkan.

Tapi, saat Galuh mulai merasa nyaman dan merasakan sesuatu lebih dari sekadar pertemanan, rahasia masa lalu Saras mulai terungkap satu per satu. Kedekatan mereka pun diuji antara masa lalu Saras yang kelam, rasa takut untuk percaya, dan batasan status mereka sebagai penghuni kos yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 2 Bukan Sekadar Kos-Kosan

Galuh menatap cangkir teh yang masih hangat di atas meja belajarnya. Aroma melati dari teh celup yang digunakan Saras terasa menenangkan, mengusir sedikit rasa penat yang menumpuk sejak pagi. Ia menyesap pelan, membiarkan kehangatannya menyusup hingga ke dalam dada.

Malam itu hening. Hanya suara kipas angin di pojok kamar yang menemani Galuh berpikir.

“Dia nggak sejutek yang kelihatan, ya…” gumamnya lirih.

Ia baru tinggal satu malam di kos ini, tapi hatinya sudah mulai terusik. Bukan oleh tempat baru, atau kota baru melainkan oleh seseorang yang berada hanya beberapa langkah dari kamarnya. Saras.

Ada sesuatu dalam sikap Saras yang membuat Galuh ingin tahu lebih banyak. Dingin, iya. Tidak ramah? Mungkin. Tapi juga… perhatian, meskipun caranya tidak biasa.

Galuh menoleh ke dinding tipis yang memisahkan kamarnya dengan kamar Saras. Ia bisa mendengar samar-samar suara musik instrumental klasik jenis musik yang tak pernah ia bayangkan akan diputar oleh perempuan seusia Saras.

“Aneh… tapi bikin penasaran,” gumamnya sambil tersenyum tipis.

---

Keesokan paginya, suasana kos cukup sepi. Sebagian penghuni kos berangkat lebih awal karena jadwal kuliah atau kegiatan organisasi. Galuh bangun lebih lambat, matanya masih berat setelah begadang membaca materi orientasi.

Ia turun ke dapur, berniat membuat sarapan sederhana. Saat membuka kulkas, ia melihat ada sekotak nasi goreng dalam wadah plastik bening dengan secarik kertas kecil tertempel di atasnya:

“Untuk Galuh. Jangan lupa sarapan. S”

S.

Saras?

Galuh menahan senyum, lalu mengambil wadah itu. Ia memanaskannya sebentar di microwave, lalu duduk di meja makan kecil dekat jendela. Rasa nasi gorengnya cukup enak. Tidak terlalu pedas, tapi ada sedikit rasa manis khas masakan rumah.

“Tumben…” bisik Galuh. “Dia baik banget.”

Setelah selesai sarapan, Galuh memutuskan untuk mencuci piring sendiri. Ia tidak ingin jadi beban di kos, apalagi tinggal serumah dengan cewek. Perlu menjaga sikap.

Sebelum naik ke atas, ia melihat Saras duduk sendirian di ruang tamu kecil, mengenakan jaket hitam dan celana jeans. Earphone menempel di telinganya, matanya menatap layar laptop dengan ekspresi serius.

Galuh sempat ragu untuk menyapa, tapi akhirnya memberanikan diri.

“Kak Saras…”

Saras menoleh sekilas, melepas sebelah earphone-nya. “Hm?”

“Eh, tadi… makasih ya. Sarapannya,” kata Galuh kikuk.

Saras mengangguk pelan. “Iya, kebetulan masak banyak. Lagian kamu pasti nggak sempat beli.”

Galuh menggaruk tengkuknya. “Iya sih… hehe. Tapi tetep makasih. Nggak nyangka Kak Saras perhatian juga.”

Saras mengangkat alis. “Perhatian? Bukan. Cuma… manusiawi aja.”

Galuh terkekeh pelan. “Ya udah. Tapi saya senang, kok. Saya kira Kak Saras dingin banget.”

Saras tidak menjawab. Ia hanya kembali memasang earphone-nya dan menatap layar laptop lagi. Tapi dari sudut mata Galuh, ia bisa melihat sekilas senyum tipis di wajah perempuan itu.

---

Hari-hari berikutnya berjalan cukup cepat. Orientasi kampus mulai terasa membosankan, penuh dengan tugas-tugas yang dibuat-buat dan panitia yang sok galak. Tapi bagi Galuh, semua itu masih bisa ditoleransi asal ia punya tempat pulang yang nyaman.

Kos Cendana mulai terasa seperti rumah kedua. Ia mulai mengenal beberapa penghuni kos lainnya, meski tidak sedekat itu. Interaksinya masih paling banyak dengan Saras, meskipun perempuan itu tetap menjaga jarak.

Mereka kadang berangkat ke kampus bersama, kadang tidak. Saras tak pernah memaksa Galuh bercerita, tapi ia selalu ada saat Galuh butuh bantuan baik soal kampus, tugas, atau sekadar saran.

Hingga suatu malam, ketika listrik tiba-tiba padam.

Gelap gulita menyelimuti seluruh bangunan kos. Galuh yang sedang mengetik tugas di laptop langsung panik. Ia membuka pintu kamar, mencoba mencari sumber cahaya.

“Kak Saras?” panggilnya pelan.

“Di sini,” suara itu terdengar dari lorong. Galuh mendekat dan melihat Saras sedang menyalakan lilin kecil dari dapur.

“Mati lampu, ya?”

“Ya,” jawab Saras, mengangkat lilin dan memberikannya pada Galuh. “Pakai ini dulu. Nanti aku cek MCB-nya di bawah.”

“Wah, Kak Saras ngerti listrik juga?”

Saras hanya mengangguk singkat. “Sedikit. Dulu sering bantu ayah.”

Galuh mengangguk, lalu mengikuti Saras ke lantai bawah. Di ruang kecil dekat tangga, Saras membuka kotak MCB dengan hati-hati. Galuh memegang lilin untuk menerangi.

“Mungkin overload. Banyak yang pakai pemanas air atau charger sekaligus,” gumam Saras sambil memeriksa saklar satu per satu.

Galuh mengangguk, memperhatikan gerakan Saras yang cekatan. Ia tidak pernah menyangka perempuan seperti Saras bisa begitu mandiri dan… tangguh.

Tak lama, listrik kembali menyala. Lampu menyilaukan mata mereka sejenak.

“Beres,” ujar Saras singkat.

Galuh mengangkat dua jempol. “Keren, Kak.”

Saras menoleh. “Jangan terlalu kagum. Aku nggak sehebat itu.”

“Tapi serius, saya jadi makin salut,” ujar Galuh jujur.

Saras tak menjawab. Tapi untuk pertama kalinya, ia menatap Galuh agak lama. Tatapannya tidak setajam biasanya ada sesuatu yang berbeda di dalamnya. Mungkin… pengakuan bahwa dia sedikit membuka pintu bagi orang lain.

---

Malam itu, Galuh tak bisa tidur. Bukan karena tugas, bukan karena suara bising tapi karena hatinya mulai gelisah. Rasa nyaman yang muncul setiap kali bicara dengan Saras bukan lagi sekadar kagum. Ada sesuatu yang lebih hangat, lebih dalam… dan lebih rumit.

Ia mencoba mengabaikannya. Tapi makin diabaikan, makin terasa.

Dan Galuh tahu, ia sedang memasuki wilayah berbahaya: jatuh hati pada seorang senior yang tinggal satu atap dengannya.

1
Esti Purwanti Sajidin
waaahhhhhhhh keren galuh nya,laki bgt
Serenarara: Ubur-ubur makan sayur lodeh
Minum sirup campur selasih
Coba baca novel berjudul Poppen deh
Dah gitu aja, terimakasih /Joyful/
total 1 replies
kalea rizuky
bagus lo ceritanya
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 1 replies
kalea rizuky
Galuh witing tresno soko kulino yeee
ⁱˡˢ ᵈʸᵈᶻᵘ💻💐
ceritanya bagus👌🏻
Irhamul Fikri: terimakasih kak🙏
total 1 replies
lontongletoi
awal cerita yang bagus 💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!