NovelToon NovelToon
Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: chery red

Dilahirkan dalam keluarga kaya, Alea Lily Armstrong tumbuh dalam penolakan. Dianggap pembawa sial, ia dikucilkan dan dibenci. Luka hati mengubahnya menjadi wanita dingin. Pertemuannya dengan Alexander, ketua mafia terluka, membawanya ke dunia gelap.
Lea menjadi "Ratu Mafia Tersembunyi," menyembunyikan identitasnya. Dendam membara, menuntut pembalasan atas luka lama. Di tengah intrik mafia, Lea mencari keadilan. Akankah ia temukan kebahagiaan, ataukah dendam menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chery red, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7. Langkah Pertama Menuju Kekuatan

Pagi itu, dengan luka di tubuhnya yang masih terasa perih namun hati yang membeku, Alea menjejakkan kaki di sekolah. Tatapannya kini lebih tajam, dingin, tanpa ada lagi jejak ketakutan. Ia telah melewati titik balik. Sepanjang hari itu, ia belajar dengan fokus, menyerap setiap informasi bagai spons, tanpa sedikit pun terganggu oleh bisikan atau tatapan sinis dari Tiara dan kroninya. Di sela-sela pelajaran, pikirannya sudah dipenuhi dengan rencana. Ia harus kembali ke pamannya,Alexander. Memastikan pamannya itu sehat kembali dan pulih seperti sediakala.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Alea tidak langsung pulang. Ia pergi ke rumah, menukar seragamnya yang sobek dan berlumuran darah dengan pakaian biasa, lalu diam-diam mengambil beberapa baju ganti untuk Alexander dan sedikit uang receh yang ia simpan dari tabungannya yang minim. Ia bergegas kembali ke klinik Dokter Surya. Hari sudah agak sore ketika ia tiba.

Alexander tampak lebih segar. Wajahnya tidak lagi pucat pasi, meskipun ia masih sangat lemah. Matanya yang onyx berbinar saat melihat Alea datang. "Kau datang," bisiknya, sebuah senyum tipis terukir di bibirnya.

Alea mengangguk, meletakkan tasnya. "Tentu saja, Paman. Bagaimana kondisimu?"

"Jauh lebih baik berkat kau," jawab Alexander, menatap Alea penuh penghargaan. "Kau bukan hanya berani, tapi juga cerdas, Alea. Kau mengingatkanku pada Kakekmu." Ia terdiam sejenak, sorot matanya berubah serius. "Dunia tempatku berada adalah dunia yang berbahaya, Alea. Kau sudah melihatnya. Dan setelah apa yang terjadi kemarin, dengan keluargamu... kau juga akan membutuhkannya."

Alexander kemudian menceritakan sedikit tentang latar belakangnya yang kelam. Ia adalah seorang pria yang terpaksa terjun ke dalam bayang-bayang dunia hitam, bukan karena keinginan, melainkan dorongan. "Kakakku, Edward dan juga kedua orang tuaku..." Alexander menghela napas berat, matanya menyiratkan kepedihan yang mendalam. "Mereka meninggal beberapa tahun lalu. Dinyatakan kecelakaan tunggal. Tapi aku tahu Edward yang menyetir mobil malam itu bukan orang yang ceroboh, apalagi gegabah. Ada yang tidak beres. Aku tahu ada yang membunuhnya, Alea. Dan aku bersumpah akan menemukan pelakunya." Ia tidak merinci lebih jauh, namun cukup untuk membuat Alea merasakan api dendam yang sama dalam dirinya. Kematian yang disamarkan sebagai kecelakaan, kebohongan keluarga, pengasingan... semua itu saling terkait.

"Kau punya darah Callahans," lanjut Alexander, menatap Alea. "Kakekmu adalah seorang ahli strategi dan juga seorang petarung yang ulung. Kau mewarisi kepintarannya, dan aku akan memastikan kau mewarisi kekuatannya juga. Kami semua , anak-anaknya juga mewarisi kepintarannya," Ia kemudian memandang Alea dengan tatapan serius. "Jika kau ingin bertahan di dunia ini, jika kau ingin mendapatkan apa yang menjadi hakmu, kau harus kuat. Kau harus belajar melindungi dirimu sendiri. Aku akan mengajarimu."

Maka dimulailah pelatihan awal Alea. Meskipun Alexander menderita patah tulang kaki dan tangannya, serta retak tulang rusuk yang menyebabkan ia tak boleh banyak bergerak, ia tetap mengajarkan segala sesuatunya. Alexander berbaring telentang di ranjang, memegang tongkat kecil untuk menunjuk, suaranya tetap tegas dan penuh instruksi. Ia mengenalkan Alea pada konsep Krav Maga, seni bela diri militer untuk pertarungan jarak dekat, mengajarkan cara-cara sederhana untuk melumpuhkan lawan dengan cepat dan efisien. "Ini bukan tentang kekuatan fisik semata, Alea, tapi tentang efisiensi dan memanfaatkan titik kelemahan lawan," jelas Alexander. Ia juga mulai mengajarkan prinsip-prinsip Taekwondo dan MMA, menjelaskan bagaimana menggunakan tendangan dan pukulan yang lebih jauh secara efektif, bagaimana menjaga jarak, dan bagaimana membaca gerakan lawan. Untuk pertahanan diri murni, ia memperkenalkan konsep Aikido, berfokus pada bagaimana menggunakan momentum lawan untuk keuntungan diri sendiri, mengelak, dan mengunci gerakan tanpa harus melukai parah. Alea menyerap setiap informasi dengan cepat, otaknya yang jenius bekerja keras, mengolah setiap gerakan dan strategi yang dijelaskan Alexander. Ia mempraktikkan gerakan-gerakan dasar dengan hati-hati di ruang kosong klinik, mengulanginya berkali-kali hingga otot-ototnya terasa pegal. Sesekali, Alexander akan mengoreksinya, "Jangan terlalu kaku, Alea. Ikuti instingmu," atau "Lebih cepat, lebih presisi." Alea mencatat setiap saran.

Berhari-hari Alea bolak-balik dari rumah ke klinik. Ia akan pulang ke rumah yang dingin dan hampa, menghadapi Richard dan Abang-abangnya dengan tatapan datar dan acuh tak acuh, tanpa menghiraukan ejekan mereka. Setelah itu, ia akan melesat ke klinik, tempat ia menemukan tujuan dan ikatan yang baru. Kondisi Alexander perlahan mulai pulih. Luka sayatannya mulai mengering, memar-memar di wajahnya mulai memudar, dan ia bisa bergerak lebih leluasa, meskipun masih butuh waktu untuk pulih sepenuhnya. Kehadiran Alea, semangatnya, dan tekadnya untuk belajar, seolah memberikan energi baru bagi Alexander.

Sementara itu di sekolah, bullying yang diterima Alea justru semakin parah. Bukan karena ia menunjukkan perlawanan, melainkan karena perubahan yang terjadi padanya. Metamorfosis Alea yang asalnya berdandan cupu, culun, dan kuper, kini perlahan berubah. Ia tidak melakukan perubahan drastis, namun aura yang memancar darinya berbeda. Matanya yang onyx kini memancarkan ketajaman yang menawan, kulitnya yang dulu pucat kini terlihat lebih bersih, dan ia mulai merawat dirinya dengan lebih baik. Entah bagaimana, ia kini memancarkan pesona yang tak bisa diabaikan. Alea kini mulai terlihat lebih cantik, jauh lebih cantik dari yang mereka bayangkan, dan mulai menarik perhatian para cowok di sekolahnya. Bisikan-bisikan kagum sering terdengar di koridor, mata-mata melirik ke arahnya saat ia lewat.

Perubahan ini, alih-alih meredakan bullying, justru menuangkan minyak ke api kebencian Tiara. Tiara yang merasa selalu menjadi pusat perhatian dan kecantikan di sekolah, tidak bisa menerima bahwa Alea, "si parasit," kini mulai mengancam posisinya. Api cemburu membakar dirinya.

Pada suatu pagi yang seharusnya tenang, di tengah jam pelajaran Bahasa Inggris, Tiara, yang duduk di belakang Alea, tiba-tiba berdiri. Seluruh mata di kelas menoleh padanya. "Ehm, permisi teman-teman," kata Tiara dengan suara yang sengaja dikeraskan, penuh nada mengejek. "Aku cuma mau tanya, deh. Sekarang si Alea kok mendadak jadi sok cantik, ya? Rambutnya rapi, mukanya glowing. Jangan-jangan dia dapat uang haram, nih!"

Seketika, kelas menjadi riuh. Beberapa siswa tertawa, beberapa lainnya saling berbisik, sementara yang lain menatap Alea dengan rasa ingin tahu bercampur jijik.

Tiara melanjutkan, suaranya semakin keras, penuh hasutan. "Apa jangan-jangan dia sekarang jadi... sugar baby?!" Tiara melirik Alea, senyum sinis nya melebar. "Pasti ada om-om kaya, perut buncit, yang jadi sponsornya, makanya bisa sok bergaya. Dulu aja culunnya minta ampun. Sekarang, sok-sok kalem, sok-sok cantik. Jijik banget, kan?"

Tawa pecah di seluruh kelas. Beberapa teman sekelas langsung mengeluarkan ponsel mereka, memotret Alea, sementara yang lain mulai melontarkan kata-kata kasar. "Ih, ternyata pelacur!" teriak seorang siswi dari barisan belakang. "Muka polos, tapi otaknya mesum!" timpal yang lain. Kertas-kertas remuk mulai dilemparkan ke arah Alea, beberapa mendarat di rambut dan pundaknya. Penghinaan itu terasa menusuk, dirancang untuk menghancurkan harga dirinya di depan umum.

Namun, Alea hanya duduk tegak, tubuhnya tetap diam. Matanya yang onyx tetap memandang lurus ke depan, ke papan tulis, seolah tidak ada apa pun yang terjadi di sekelilingnya. Tidak ada air mata. Tidak ada reaksi. Kata-kata kasar dan penghinaan itu, yang dulu akan membuatnya pingsan karena malu, kini hanya terasa seperti angin lalu. Hatinya telah membeku, dan semua hinaan itu hanya memantul, tak mampu menembus dinding pertahanan yang telah ia bangun. Sikapnya yang acuh tak acuh itu justru membuat Tiara, dan teman-teman sekelas yang awalnya antusias mem- bully, merasa frustrasi. Mereka tidak mendapatkan reaksi yang mereka inginkan.

Pada suatu sore yang mendung, setelah pulang dari klinik, Alea memutuskan untuk mampir ke perpustakaan sekolah. Aroma buku-buku tua dan keheningan di sana selalu menjadi pelariannya. Ia sedang duduk di salah satu meja terpencil, tenggelam dalam buku fisika, mencoba memahami teori-teori kompleks yang baru ia pelajari dari Alexander, saat tiba-tiba bayangan pekat menyelimutinya.

"Sok pintar membaca buku. Percuma kalau otakmu cuma dipakai untuk cari masalah dan jadi jalang," ejek Devan, suaranya menusuk dari belakang Alea. Ia berdiri di samping David, yang juga menatap Alea dengan tatapan jijik. Kevin tidak ada, ia mungkin sedang kuliah atau berada di perusahaan Richard. Namun, tanpa Kevin pun, David dan Devan sudah cukup berbahaya. David dan Devan, yang satu yayasan dengan Alea dan Tiara—bersekolah di area yang sama hanya beda gedung—selalu memiliki akses mudah untuk mencari Alea di mana pun ia berada di area sekolah.

Alea tidak bereaksi, bukan karena tidak ingin melawan, melainkan karena ia tengah bersandiwara. Ia hanya membalik halaman buku, matanya tetap terpaku pada tulisan di sana, menunggu saat yang tepat untuk membalas semua perlakuan mereka.

"Hei! Kau dengar tidak?!" bentak Devan, tidak terima diabaikan. Ia mendorong bahu Alea kuat-kuat, membuat Alea sedikit terhuyung di kursinya.

Alea akhirnya mengangkat kepala, menatap Devan dengan tatapan datar, tanpa emosi, menyembunyikan kekuatan dan kemampuan bela dirinya, juga kejeniusan otaknya.

"Kenapa? Tidak bisa menangis lagi, dasar jallangg?! Pura-pura bodoh, padahal aslinya murahan!" ejek David, frustrasi melihat reaksi Alea yang tak terduga. Tanpa peringatan, ia mengambil sebotol jus yang entah dari mana ia dapatkan, dan menyiramkan isinya ke atas kepala Alea. Jus dingin dan lengket mengalir di wajah, rambut, dan baju seragam Alea. Aroma manis jus bercampur dengan bau kertas basah. Buku-buku Alea yang terbuka di meja pun basah kuyup.

"Lihat! Dasar kotor! Memalukan!" teriak Devan, wajahnya menunjukkan jijik yang berlebihan.

Alea memejamkan mata sesaat, merasakan tetesan jus di bulu matanya. Ia tidak bereaksi secara fisik. Hatinya telah membatu. Ia merasa jijik, bukan pada dirinya, melainkan pada mereka.

"Kau pikir kami tidak tahu tentang apa yang kau lakukan di luar sana, huh?!" David melangkah mendekat, menginjak buku fisika Alea yang kini basah dan lembek di lantai. "Pasti uang dari om-om jelek itu, kan, yang bikin kamu sok cantik sekarang?! Dasar tidak tahu malu!"

Devan ikut mendorong Alea hingga terjatuh dari kursi, membuat suara debam keras di perpustakaan yang sepi. Alea mendarat di lantai yang dingin, punggungnya menghantam tanah. Rasa nyeri menjalar dari luka-luka yang belum sembuh total akibat cambukan semalam. Tapi Alea tidak meringis. Ia melihat David dan Devan mulai menginjak buku-buku yang berserakan di lantai, mengoyaknya, merobek lembarannya.

"Kami akan membuatmu menyesal, Alea. Kamu tidak akan pernah bisa lolos dari kami," ancam Devan, suaranya dingin dan penuh kebencian. "Selama kami hidup, kau tidak akan pernah tenang. Kami akan pastikan hidupmu seperti neraka!"

Alea bangkit perlahan, tertatih, mengabaikan rasa sakit dan jijik. Ia membersihkan bajunya yang kotor dengan tangannya, mengumpulkan buku-bukunya yang rusak dengan tenang. Sikapnya yang acuh tak acuh itu justru membuat Tiara, David, dan Devan semakin murka, karena mereka tidak mendapatkan reaksi histeris, air mata, atau permohonan yang mereka inginkan. Mereka tidak tahu bahwa setiap ejekan dan siksaan yang mereka berikan, setiap tetes kebencian yang mereka tumpahkan, tidak lagi menghancurkan Alea. Sebaliknya, semua itu hanya mengukir lebih dalam tekadnya, mengasah api balas dendamnya, dan mempercepat proses transformasinya menjadi senjata hidup yang mematikan. Perubahan fisik dan mental Alea bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah pertanda akan badai yang akan datang.

"Mengapa diam saja jallangg? Mengapa tidak menangis seperti biasanya hah ? Atauuuuu kamu ingin mengadukan perbuatan kami pada sugar daddy mu itu ? Ih menjijikkan... Padahal kamu masih 14 tahun tapi sudah menjadi simpanan om-om berduit dan berperut buncit." ujar David sambil memandang jijik Alea kemudian meludah sembarang.

Alea hanya diam dan tak membalas perkataan David. Dengan cepat dia mengambil buku yang berserakan dan memasukkan ke tas miliknya.

Mulutnya memang diam, tapi sorot mata Alea memancarkan kekejaman yang dapat dipastikan jika dia menyerang David, maka David tidak dapat di selamatkan dari amukan Alea.

"Pergilah kalian, jangan pernah menggangguku!" ucap Alea untuk yang pertama kalinya menjawab perkataan David. Perkataan dan sorot mata Alea yang sedingin es Antartika membuat siapapun bergidik ngeri, merasakan ancaman tak kasat mata yang terpancar dari mata Alea.

Satu hal yang pasti dan yang tidak pernah mereka ketahui, fakta bahwa seluruh yayasan tempat mereka bersekolah—baik gedung SMA tempat Alea, Tiara, David, dan Devan belajar, maupun kampus tempat Kevin berkuliah—seluruhnya berada di bawah naungan yayasan milik Alexander.

 Sebuah jaring kekuasaan yang tak terlihat, yang kini mulai menarik Alea lebih dalam ke dalamnya, dan satu lagi yang tak pernah Alea dan Alexander ungkit dan mereka publikasikan, Alea dan Alexander adalah dua individu yang memiliki hubungan darah. Alexander, sebagai paman Alea, adalah sebuah rahasia yang mereka berdua jaga rapat-rapat. Demikian pula, identitas Alexander sebagai pemimpin dan pemilik seluruh yayasan pendidikan tempat Alea, Tiara, David, Devan, dan bahkan Kevin bernaung, adalah rahasia dan tak sembarang orang mengetahuinya. Alexander adalah penguasa bayangan yang tak mereka sadari, dan Alea adalah keponakannya tersayang yang akan mati-matian dia lindungi. Orang-orang juga tak akan pernah menyangka jika selama ini pemilik dan pemimpin yayasan yang sebenarnya selalu memerintahkan dan menjalankan yayasan dari balik layar.

Kini Alexander tengah mempersiapkan Alea untuk mewarisi semua kekayaan dan kerajaan bisnis miliknya, dan juga membantu Alea untuk membalaskan dendamnya pada keluarganya dan juga pada orang-orang yang telah menyakiti dan menghina dirinya.

1
Naruto Uzumaki family
Lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!