Shana Azizah terpaksa bekerja paruh waktu di sela-sela kuliahnya, orang tuanya terlilit hutang ratusan juta di bank dan terancam mengalami kebangkrutan.
Agar terbebas dari jeratan hutang, orang tua Shana terpaksa menjodohkan Shana dengan anak seorang pengusaha sukses yang usianya 10 tahun lebih tua dari Shana.
Shana mau menerima perjodohan tersebut dengan satu syarat, calon suaminya nanti harus bersedia menafkahi dirinya sebesar 20 juta sehari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perjodohan
"Wah...50 juta sehari? Pasti enak ya jadi istri seorang sultan"
Shana terkagum pada sepasang suami istri yang merupakan artis top no 1 di ibu kota itu.
Kebetulan, profil mereka sedang tayang di acara infotaiment yang Shana tonton.
"Gak usah 50 juta sehari deh, 50 juta sebulan juga cukup." Batin gadis cantik itu.
Shanapun terbuai dalam lamunannya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu menyadarkan Shana dari lamunan singkatnya. Gadis cantik itu menyeka air matanya, kemudian berlalu ke arah pintu kamar yang sebelumnya sengaja Ia biarkan terkunci.
"Mama? masuk Mah" Ucap Shana.
Vera berdiri di balik pintu kamar sang putri, saat Shana membukanya.
Wanita paruh baya itu tersenyum ke arah Shana, kemudian masuk ke kamar putri bungsunya.
"Ada apa mah?" Tanya Shana.
"kamu kenapa Nha, muka kamu lesu gitu?" Vera balik bertanya, tanpa menjawab pertanyaan sang putri.
Walau bagaimanapun, Vera tetaplah sosok seorang Ibu. Vera merasa khawatir karna sejak Shana pulang ke rumah tadi sore, gadis itu terus mengurung diri di dalam kamarnya tanpa berkata sepatah katapun kepada kedua orang tuanya.
"Gakpapa kok mah, cuma lagi capek aja."
Jawab Shana berbohong. Begitu banyak masalah dalam hidupnya, sampai Ia merasa bingung harus menceritakan yang mana. Jadi Shana memilih diam.
"Kamu yakin? Mama ini orang yang melahirkan kamu ke dunia ini, jadi Mama tahu kapan kamu sedang berbohong atau tidak."
Shana menyunggingkan senyumnya mendengarkan ucapan Vera, tak ada keinginan untuk membagi dukanya itu pada siapapun, termasuk pada Vera mamanya sendiri.
"Ya udah dari pada kamu BT di rumah, temeni mama belanja bulanan aja yuk?"
Shana menatap tajam ke arah Vera. Baru tadi sore Shana melihat kedua orang tuanya bertengkar, karna kebiasaan Vera berbelanja barang-barang yang tak penting. "Sekarang malah ngajak belanja lagi." Batin Shana.
"Stok bahan makanan di kulkas sudah habis, sabun cuci dan lainnya juga habis. Sekalian mama mau balikin pakaian dan tas yang tadi mama beli"
Ujar Vera sembari menundukan wajahnya.
"Yuk, kita berangkat sekarang aja Mah, takut keburu malem."
Awalnya Shana malas menemani Vera belanja bulanan, tapi Ia tak tega jika membiarkan Vera pergi belanja sendirian.
Apalagi setelah Shana melihat ada penyesalan di wajah sang Mama.
***
***
Usai mengembalikan tas dan pakaian yang tadi siang Vera beli. Mereka menuju ke tempat belanja yang menyediakan berbagai macam barang dan kebutuhan rumah tangga.
"Kenapa kita gak belanja di pasar tradisional aja sih mah? Di sana harga-harganya jauh lebih murah daripada di sini"
Ujar Shana sambil mendorong troli belanjaan, mengekori Vera yang sedang sibuk memilah dan memilih barang apa saja yang akan mereka beli.
"Pasar? Seumur-umur mama belum pernah belanja di pasar. Pasti panas dan pengap banget karna gak ada ACnya"
Vera menyunggingkan bibirnya saat mendengar kata pasar, sejak kecil Vera sudah terbiasa hidup mewah.
Seumur hidupnya tak pernah sekalipun Vera menginjakan kakinya di pasar tradisional.
"Gak kok mah. Pasar tradisional sekarang udah bagus-bagu kok. luas, bersih, nyaman deh buat belanja." Beritahu Shana.
Selama bekerja di restoran, Shana sudah terbiasa menemani bu Lusy Owner di restoran tempatnya bekerja.
Bu Lusy selalu belanja berbagai macan kebutuhan restoran di pasar tradisional, jadi sedikit banyak Shana hapal perbandingan harga antara di pasar dan di Mall yang cukup jauh selisihnya.
"Ya sudah, lain kali mama akan coba belanja di pasar. Tapi kamu temenin Mama ya."
"siap mah!"
Vera mencoba mengikuti saran dari Shana. Kondisi keuangan mereka juga tidak sebaik dulu, tidak ada salahnya Vera merubah gaya hidupnya.
***
***
Vera dan Shana baru selesai belanja tepat pukul 21.00 malam.
Mereka memasukan barang belanjaannya ke dalam mobil, yang entah sampai kapan bisa mereka miliki. Karna cicilan mobil itu sudah menunggak selama 2 bulan.
Jika bulan depan mereka tidak mampu membayar cicilan juga, mobil itu akan segera di tarik leasing.
"Mah aku ke toilet dulu ya" Ucap Shana yang tiba-tiba merasa kebelet.
"Iya, tapi jangan lama-lama ya!" Pesan Vera.
"Ok mah" Balas Shana, lalu pergi ke arah toilet dengan sedikit berlari.
***
"Aduh, Shana mana sih? Kenapa lama banget?" Gumam Vera sembari melihat ke arah jarum jam yang melingkar di tangannya.
10 menit sudah Vera menunggu Shana, namun gadis itu belum juga kembali dari toilet.
"Vera? Kamu Vera kan?"
Tanya seorang wanita sebaya Vera kepadanya.
"Anggi? Kamu Anggi ya?"
Vera balik bertanya.
"Iya, wah..sudah berapa lama kita gak bertemu?"
Anggi nampak antusias bertemu dengan sahabatnya semasa kuliah dulu.
"Kayaknya sudah puluhan tahun, sekarang saja cucuku sudah mau tiga"
Ucap Vera setelah mereka saling berpelukan untuk melepas rindu.
"Hmmm...jadi Shaira sudah menikah? Padahal aku kepikiran buat jodohin Shaira sama Alvin?"
Anggi sedikit kecewa.
"Loh..memangnya Alvin belum menikah juga sampai sekarang?"
Vera mulai penasaran dengan kisah hidup sahabat lama serta keluarganya tersebut.
"Nah itu dia yang bikin aku pusing. Sebentar lagi Alvin berusia 30 tahun, tapi gak pernah sekalipun dia ngenalin cewek buat di jadiin calon istrinya ke kita. Padahal aku udah pengen nimang cucu lho Ver."
Tanpa ragu Anggi menceritakan keluh kesahnya pada Vera, karna dulu mereka adalah sahabat.
"Hmmm gitu ya..sebenarnya aku masih punya satu anak gadis lagi sih, namanya Shana. Gak kalah cantik kok dari kakaknya" Kata Vera.
"Ah..yang bener kamu? Boleh dong kalau anak-anak kita jodohin, kan seru kalau kita jadi besan nanti."
Anggi nampak antusias.
"boleh aja, tapi aku bilang ke papanya anak-anak dulu ya" Balas Vera.
"Ok, santai aja Ver. Tapi kalau suami kamu sudah setuju, cepet kabarin aku ya"
Kemudian mereka saling bertukar no ponsel, puluhan tahun tak bertemu membuat Vera dan Anggi kehilangan kontak satu sama lain.
"Ver, aku duluan ya. Ada keperluan mendesak, nanti kamu kabarin aku ya." Pamit Anggi.
"Loh kok buru-buru, gak mau ketemu Shana dulu? Kebetulan dia masih ke toilet." Balas Vera.
"Pengen sih Ver, tapi lain kali aja ya. Nanti aja ketemunya sekalian lamaran"
Kata Anggi penuh harap.
"Ok. Mudah-mudahan anak kita berjodoh ya"
Ucap Vera, dan langsung di aminkan oleh keduanya.
Setelah berpamitan Anggi benar-benar pergi mengendarai mobilnya, meninggalkan Vera yang masih berdiri di parkiran. Menunggu Shana yang tak kunjung kembali dari toilet.
Tak lama kemudian, akhirnya yang dinanti datang juga.
"ya Ampun Shana! Kamu ke toilet apa ke planet Mars sih? Lamaaa---banget mama nunggu kamu. Sampe mama digigit nyamuk kayak gini."
Keluh Vera, sembari menggaruk tangannya yang gatal. Di tangan mulusnya kini terdapat beberapa bintik merah akibat gigitan nyamuk.
"Maaf mah, antrian di toiletnya panjang"
Jawab Shana apa adanya, karna memang di toilet tadi antrinya sudah seperti antri sembako saja.
***
"Nha, kamu gak punya pacar kan?"
Tanya Vera saat mereka sudah ada di dalam mobil.
"Gak. Emang kenapa mah?"
Shana menengok ke arah sang mama, karna merasa pertanyaan Mamanya itu tak biasa.
"Mama mau ngenalin kamu sama anak teman mama."
Ucap Vera sambil terus mengemudikan mobilnya.
"Gak ah Mah, apaan sih!"
Balas Shana sembari mengerucutkan bibirnya.
"Temui dulu aja sayang, siapa tahu kalian jodoh. Mereka bukan orang sembarangan loh, mereka pengusaha sukses. Siapa tahu kalau kamu nikah sama anak temen mama nanti, mereka bisa bantu perusahaan papa kamu supaya maju lagi." Kata Vera antusias.
"Huhf jadi mama mau menggadaikan aku ke mereka gitu? Supaya perusahaan papa gak jadi bangkrut?"
Shana merengut kesal, haruskah Shana menerima perjodohan itu demi menyelamatkan perusahaan papanya.
Vera itu termasuk ibu gila, emak sinting, mama sinting, mommy gak waras
sabar ya Na