NovelToon NovelToon
Muridku, Canduku

Muridku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Duda
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.

Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

“Lo yakin Sell nggak mau gua anterin pulang aja?” Ini sudah pertanyaan sekian kalinya yang diberikan oleh Yogi.

Gisella kembali menggelengkan kepalanya saat Yogi menawarkan dirinya untuk mengantar Gisella pulang. KeIas mereka sudah selesai sekitar 20 menit yang lalu, anak-anak kelas Gisella yang lain sudah pada pulang, kecuali anak-anak regular B.

“Lo pulang duluan aja Goy, lagian juga kita nggak searah.”

Kalau saja arah kostan Yogi dan rumahnya—ah maksud Gisella rumah Maudy, Gisella pasti sudah menerima tawaran dari Yogi dari tadi. Hanya saja dia tidak enak karena mereka tidak sejalur, bahkan berlawanan arah.

“Yaelah kayak sama siapa aja, udah ayo buruan gua anterin. Lo bawa helm kan?”

Lelaki itu masih saja bersikukuh untuk menawarkan tumpangan pada Gisella, tapi perempuan itu juga bersikukuh untuk menolaknya, dia memilih untuk menunggu Malik yang sedang mengadakan pertemuan IMKP.

“Beneran deh Goy, gua nungguin Malik aja disini.”

“Beneran nih gua tinggal?”

Gisella lantas tertawa kecil. “Beneran elah, lagian gua udah gede kali, bukan anak kecil lagi.”

“Walaupun udah gede juga masih tetep bisa diculik kalo Sell, apalagi cewek cantik kayak lo gini.” Yogi berucap seraya memainkan kunci motornya.

“Ditambah sekarang nih dah malem, lo emang kagak tau kalo malem begini kating suka nyulik adik tingkat? Apalagi yang cakep kayak lo gini.” Lanjutnya.

“Kalo lo lupa, gua ini udah termasuk kating. Berarti gua nggak bakalan diculik, kan ya?”

Yogi lantas tertawa melihat ekspresi ketakutan Gisella yang justru terlihat lucu di matanya. “Baru semester 5 Sell, masih banyak yang diatas kita, yang semester 8 keatas noh alias mahasiswa abadi yang kerjaannya jadi penunggu kampus, mabuk-mabukan sama nyulik adek tingkat buat ditatar atau diajak main.”

“Basecamp-nya ada di gedung lKA, sekali-kali maen dah lo ke sana.” Yogi melanjutkan ucapannya.

“Mau ngapain gua ke sana?” Tanya Gisella dengan raut bingung.

“Buat nyerahin diri biar dicuIik.” Balas Yogi dengan santai namun kemudian meringis saat Gisella memukul tangannya. “KaIo siang aman, cuma malem aja seremnya.”

“Kenapa bisa gitu?” Tanay Gisella dengan penasaran.

“Malem kan waktunya setan keluar. Jadi lo tau kan kenapa kebanyakan anak regular B itu cowok?”

“Karena yang cewek males masuk kelas sore, makanya pilih kelas pagi.” Jawab Gisella.

Yogi menggelengkan kepalanya. “Lebih tepatnya cewek-cewek takut diculik.”

Gisella yang mendengar hal itu kantas mengelus tangannya sendiri, dia menjadi parno sekarang. Apalagi saat dia melihat beberapa lelaki atau mungkin kakak tingkat gondrong yang melintas di depan mereka berdua, ditambah bau asap rokok yang sangat kentara.

“Terus temen-temen lo pada kemana?”

“Leon sama Dika udah gua suruh buat pulang duluan, kalo Malik sama Juna kan lagi pada kumpulan IMKP.” Jawab Gisella saat Yogi menanyakan dimana teman-temannya itu.

“Kenapa tadi kagak minta anterin Leon aja?”

“Dia kan sama Dika.”

“Ya udah bertiga aja kalian.” Ucap Yogi seraya tertawa.

Lagi-lagi Gisella melayangkan sebuah pukulan pada lengan lelaki itu.

“KaIo lo tetep gak mau gua anterin pulang, mendingan lo nunggu Maliknya jangan di sini, di depan sekre mereka aja.” Usul Yogi.

“Bener juga apa yang lo bilang.”

“Lo nya aja yang oon gak mikir daritadi. Atau gak lo tunggu dia di parkiran dosen aja, tempatnya lebih terang daripada di sini, gak jauh juga dari sekre.”

Sebenarnya sebeIum Malik kumpulan sama anak IMKP, lelaki itu sudah menawari Gisella untuk ikut saja dengannya atau menunggu di depan ruang sekre, tapi Gisella malah menolak dan lebih memilih untuk menunggu di parkiran, alasannya karena dia maIu pada anak-anak IMKP, soalnya mereka tidak terIaIu dekat.

“Kalo gitu gua nunggu di parkiran dosen aja deh.” Ucap Gisella.

“Ya udah.” Ucap Yogi seraya beranjak dari tempat duduknya, dia akan berjalan ke arah motornya yang terparkir, tapi tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Gisella. “Kenapa, lo mah beneng?” Tanyanya.

Gisella lantas menggelengkan kepalanya. “Anterin gua ke parkiran dosen dulu dong, hehe.”

Lelaki itu hanya menganggukan kepalanya, lalu mereka berjalan beriringan menuju ke parkiran dosen. Gisella sedikit terkejut saat tiba-tiba Yogi merangkul bahunya dan memangkas jarak di antara mereka.

Yogi menundukan kepalanya, lalu berbisik pada Gisella. “Biar mereka ngira kalo lo udah punya pacar, ada rombongan kating di depan.”

Gisella lantas mengangguk kecil mendengarnya, benar yang dikatakan oleh Yogi jika di depan mereka ada rombongan kating yang sedang nongkrong di depan kelas, mungkin kelas mereka belum dimulai.

“Misi bang.” Ucap Yogi saat mereka berdua melintas disana. Sedangkan Gisella sama sekali tidak berani untuk melihat wajah-wajah kakak tingkatnya itu, dia masih parno sendiri karena teringat saat ospek dulu.

“Pacaran muIu dah heran.” CeIetuk salah satu kating cowok yang sedang menghisap rokoknya.

Gisella yang mendengar itu langsung dibuat panas dingin, apalagi saat Yogi malah menyahuti celetukan kating tadi. “Daripada mabuk-mabukan.” Balas Yogi yang seperti tidak ada takut-takutnya.

Tangan Gisella sontak mencubit perut Yogi, dia takut kalau nanti kakak tingkatnya itu malah menculik mereka berdua. Yogi mungkin bisa saja kabur dari sana, tapi kalau Gisella, mungkin dia sudah pingsan duluan.

“Pada kagak punya etika emang adek tingkat jaman sekarang.” Kali ini kakak tingkat yang berbeda yang berbicara.

“Ngomongin soal etika, sendirinya punya kagak?” Tanya Yogi yang sepertinya tidak ingin kalah.

Suasana di sekitar mereka semakin terasa tidak mengenakan, apalagi mereka berdua masih harus melewati 2 kelas yang sama-sama beIum diisi oleh dosen, Gisella sudah ketar-ketir sendiri di dalam rangkulan Yogi.

Yogi tetap melanjutkan langkahnya walaupun mendapatkan pandangan horor dari kating-kating yang sedang berkumpul di depan kelas. Tiba-tiba sebungkus rokok dilempar oleh kating dan mengenai bagian belakang Yogi, sebelum kemudian sebungkus rokok itu jatuh ke atas lantai.

“Rokok dulu lah bro, biar gak cuma ngisep t3t3 cewek Io doang tiap hari.” Ucap kating yang melemparkan sebungkus rokok tadi.

Yogi yang sedang merengkuh tubuh Gisella tidak menanggapi ucapan katingnya itu, dia malah menginjak sampai hancur sebungkus rokok yang dilemparkan padanya tadi.

“Sialan!” Kating tadi mengumpat karena sebungkus rokok miliknya diinjak oleh Yogi.

Setelah itu, mereka berdua tetap melanjutkan langkah kaki mereka sampai di parkiran dosen. Yogi langsung melepaskan rangkulannya pada bahu Gisella begitu mereka berdua sampai di sana.

“Goy.” Gisella menyebut nama Yogi dengan nada khawatir.

Menyadari kekhawatiran si perempuan, Yogi hanya tertawa. “Lo santai aja Sell, gua gak takut sama mereka.”

Gisella lantas menerbitkan senyum di wajahnya, selama dalam perjalanan menuju tempat parkir dosen—ah lebih tepatnya selama melewati kating-kating tadi, wajah Gisella berubah jadi pucat pasi. “Makasih banyak udah mau anterin gua sampe sini.”

“Ya elah kayak sama siapa aja lo. Asal lo tau aja nih ya Sell, selain si Dika, gua juga punya banyak musuh di kampus ini.”

“Beneran?”

Yogi menanggukan kepalanya. “Ini mau gua temenin sampe Malik selesai kagak?” Tawarnya.

“Gak usah Goy, nanti gua ngerepotin lo lagi. Mending lo pulang sekarang aja, gua aman kok disini sendiri.”

“Bener nih?”

Gisella lantas menangguk.

“Ya udah deh, gua balik sekarang ya?”

“Iya, hati-hati di jalan.”

Setelah itu Yogi membawa langkah kakinya untuk pergi dari sana meninggalkan Gisella, lelaki itu melewati jalan yang berbeda dari yang tadi. Gisella masih memandangi punggu Yogi yang semakin menjauh dari pandangannya, di tengah perhatiannya yang tertuju pada Yogi sepenuhnya, Gisella dibuat terkejut oleh sebuah suara.

“Lagi nungguin siapa?”

“Ya Tuhan!”

Gisella hampir saja terjatuh dari kursinya ketika mendengar suara yang sangat dekat di daun telinganya. Orang yang bersuara tadi juga ikut duduk di kursi—lebih tepatnya di sebelahnya, tempat yang sebelumnya diduduki oleh Yogi.

“O—oh ternyata Pak Jendra.”

“Hm?”

Perempuan itu menahan napas di tempatnya ketika wangi tubuh dosennya itu menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya, apalagi dalam jarak mereka yang sedekat ini. Gisella yakin jika parfum yang dipakai oleh Pak Jendra sudah pasti parfum mahal, istri dosennya itu pasti sangat beruntung memiliki suami setampan dan sewangi Pak Jendra.

“Kenapa ya, Pak?”

“Kamu lagi nungguin siapa?” Pak Jendra mengulangi pertanyaannya.

“Ohh, saya lagi nungguin temen. Pak Jendra sendiri lagi ngapain?”

“Teman? Siapa?” Bukannya menjawab pertanyaan Gisella, Pak Jendra malah balik bertanya.

“Malik Pak, dia lagi kumpulan IMKP.”

“Kalo kamu?”

Sebenarnya Gisella tidak begitu paham pertanyaan Pak Jendra kali ini, tapi tidak apalah dia akan tetap menjawabnya. “Kalo saya nggak Pak, kita beda UKM soalnya.”

“Beda UKM atau beda agama?”

Dosen sialan! Kalau beda UKM ya berarti udah pasti beda agama! Apa harus banget dia nanya kayak gini?

“Kalo beda UKM nggak mungkin satu agama dong, Pak.” Jawab Gisella berusaha untuk terlihat santai, dia juga menyertakan senyuman tipis di wajahnya.

“Oh.”

Oh doang?!! Dasar manusia rese!

Setelahnya Gisella dan juga Pak Jendra sama-sama terdiam. Gisella bingung kenapa dosennya itu bisa ada disini dan duduk di sebelahnya, sepertinya Pak Jendra baru selesai mengajar atau mungkin sama seperti Gisella yang sedang menunggu seseorang disini.

Daripada terdiam seperti batu disana, Gisella memilih untuk menyalakan ponselnya dan mengirim pesan pada Malik untuk menanyakan apakah lelaki itu masih lama atau tidak. Tidak lama dari itu, Gisella langsung mendapatkan balasan dari Malik, temannya itu mengatakan kalau dia akan selesai sebentar lagi.

“Malik itu pacarnya kamu?” Pak Jendra tiba-tiba melayangkan pertanyaan itu.

Gisella dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Bukan Pak, saya sama dia cuma temenan aja kok.”

“Kejebak friendzone?”

Mata Gisella membulat sempurna, kenapa Pak Jendra menanyakan hubungannya dengan Malik sampai segininya?

“Nggak kok Pak, kita emang asli cuma temenan aja.” Balas Gisella.

“Oh.” Balas Pak Jendra. “Bagus kalau gitu.” Lanjutnya samar hampir berupa bisikan tapi masih terdengar oleh Gisella.

“Eh? Kenapa Pak?” Tanya Gisella kebingungan.

Pak Jendra menggelengkan kepalanya. “Nggak.”

Setelah mengatakan hal itu, Pak Jendra beranjak dari sana tanpa mengatakan sepatah katapun pada Gisella. Dosennya itu berjalan menghampiri perempuan yang Gisella yakini jika itu adalah adik tingkatnya, mereka berdua terlihat mengobrol seraya saling bertukar senyum.

Jujur saja, ini pertama kalinya bagi Gisella melihat Pak Jendra tersenyum sebebas sekarang, walaupun dari kejauhan, Gisella masih bisa melihat wajah tampan dosennya yang bertambah berkali-kali lipat saat tersenyum.

Gisella sedikit terkejut saat melihat Pak Jendra bersama dengan perempuan tadi masuk ke dalam mobil yang sama, tidak lama dari itu mobil hitam milik Pak Jendra melaju meninggalkan area parkiran dosen.

Gisella di tempatnya sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.

“Apa cewek tadi istrinya Pak Jendra kali, ya?” Tanyanya pada dirinya sendiri.

Gisella yakin kalau perempuan tadi adalah adik tingkatnya karena pernah beberapa kali melihatnya di lingkungan kampus. Oh, dan juga mereka pernah berpas-pasan saat kumpulan Kewaka, Gisella ingat kalau perempuan tadi mahasiswi prodi Hubungan Internasional.

Entah kenapa melihat hal barusan membuat Gisella sakit hati.

“Gua lama banget ya?”

Gisella sedikit terperanjat saat suara itu menyapanya di tengah lamunannya dan sosok Malik yang tiba-tiba duduk di sebelahnya, disusul dengan Juna yang berdiri di sebelah mereka.

“Eh gua mau langsung balik ya? Udah gak kuat gua daritadi nahan boker.” Ucap Juna.

“Terus kenapa gak pulang daritadi aja, Jun?” Gisella bertanya.

Dengan penuh rasa dendam, Juna menunjuk ke arah Malik. “Nih si Monyet kagak ngizinin gua buat balik duluan, mana si Yera lama banget lagi ngomongnya, caper mulu ke adek tingkat.”

Mendengar omelan Juna lantas membuat Gisella tertawa. “Udah udah sana buruan balik, kasian tai lo.”

“Awas aja kalo tai gua ngambek, gua lempar ke muka lo, Lik.” Ancam Juna pada Malik.

Gisella yang mendengar hal itu sontak semakin tertawa kencang, tidak peduli jika akan ada yang menatapnya aneh.

“Jorok banget lo Jun, sana sana.” Usir Malik seraya mengibaskan tangannya, menyuruh Juna untuk pergi dari sana dan Juna pun segera beranjak dari sana dengan terburu-buru.

“Tadi ngomongin apa aja Lik di sekre?” Tanya Gisella seraya menatap ke arah Malik yang ada di sebelahnya.

Malik merapihkan rambutnya ke belakang sebelum menjawab pertanyaan dari Gisella. “Biasalah si Yera nanyain gimana kelanjutan program kerja IMKP.”

Gisella yang mendengarnya hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja, Malik yang ada disebelahnya beranjak dari duduknya seraya menyapa beberapa mahasiswa yang mungkin dia kenal melintas di sana.

“Kita cari makan dulu yuk, Sell.” Ajak Malik.

Mendengar ajakan Malik, Gisella segera beranjak dari tempat duduknya dengan penuh semangat. “Yuk! Lets goo!” Ujarnya dengan semangat.

Melihat tingkah Gisella, membuat Malik tertawa karena menurutnya tingkah Gisella saat ini sangat lucu di matanya. “Semangat bener gua liat-liat.”

“Gua udah nungguin lo lama banget sambil nahan laper.” Balas Gisella seraya mengusap perutnya.

“Hehe, sorry sorry. Ya udah yok jalan, gua traktir deh kali ini.”

“Beneran nih?”

Malik membalasnya dengan anggukan kepala.

“Sekalian beli jus yang di depan boleh gak?” Memang kurang ajar Gisella ini, diberi jantung malah minta ati.

“Hm agak ngeIunjak ya.” Balas Malik.

Gisella lantas tertawa di dalam rangkulan Malik, mereka berdua berjalan beriringan menuju parkiran mahasiswa. Tanpa mereka sadari jika mereka berdua saat ini seperti sepasang kekasih yang sedang bahagia, Gisella yang terus tertawa di dalam rangkulan hangat Malik.

***

“Mau beli apa lagi, Sell?”

“Bentar deh gua tanya Maudy dulu, siapa tau dia mau nitip.”

Saat ini Gisella dan Malik sedang berhenti di lampu merah, mereka berdua baru saja selesai makan di tempat angkringan langganan mereka. Bagi anak rantau seperti mereka ini memang tidak perlu makan makanan yang mahal, yang penting perut terisi dan dompet tidak terkuras.

Gisella menyalakan ponselnya untuk mengirim pesan pada Maudy, sementara Malik masih menunggu lampu merah berganti ke hijau seraya memainkan tangannya yang menganggur di lutut Gisella, mengelus dan terkadang memukul kecil.

“Ini si Maudy nitip Chatime katanya.”

Malik menganggukan kepalanya. “Mau beli yang dimana?”

“Yang ke arah rumah Maudy ada kok, deket minimarket itu.” Balas Gisella.

“Oke.” Bertepatan dengan itu lampu merah sudah berganti, Malik lantas menarik gas motornya dengan kecepatan normal membelah jalanan ramai malam ini. “Kita jalan-jalan bentar gak apa-apa kan, Sell?”

Gisella mengangguk setuju. “Okeyy gua ikut lo aja.”

Setelah obrolan itu, mereka sama-sama terdiam, Gisella memilih untuk menikmati angin malam yang menerpa wajahnya, begitupun dengan Malik yang melakukan hal yang sama di depannya.

“Sell.” Suara milik Malik memecah keheningan.

“Heum? Kenapa Lik?”

Gisella menaruh dagunya di bahu Malik, tidak lupa dengan tangannya yang melingkar erat di perut lelaki itu. Sebelumnya tangan Gisella hanya bertengger di pinggang lelaki itu saja, tapi Malik malah menariknya agar melingkar di perutnya, Gisella sih tidak masalah, perempuan itu malah senyum-senyum sendiri di belakang.

“Kenapa Io nggak pacaran aja?”

Bukan sekali dua kali Malik menanyakan soal hal itu, di beberapa kesempatan saat mereka sedang jalan-jalan seperti ini, Malik terkadang menanyakan hal yang sama seperti ini.

“Males ah Lik, lo tau sendiri kan gua orangnya gampang bosen, ditambah gua gak bisa fast respon kalo bales chat orang, malah gua keseringan lupa bales chat orang soalnya udah gue bales dalem hati.”

“Pasaran banget alesan lo, Sell.” Malik terkekeh pelan. “BiIang aja kalo Io lagi nyari cowok modelan si Jeno Jeno itu kan?”

Kali ini Gisella yang terkekeh. “Oh jelas.” Modelan kayak lo juga sih Lik, tapi versi yang seiman dan seamin tentunya, lanjutnya dalam hati.

“Ada-ada aja lo.” Setelah itu Malik kembali fokus mengendari motornya, mereka mengelilingi jalanan kota malam ini. “Sell,” lelaki itu kembali memanggil nama Gisella.

“Apa?”

“Lo pernah suka sama seseorang selain si Jeno Jeno itu gak?”

“Ya pernah.” Gisella menjawabnya tanpa ragu.

“Sama siapa?” Tanya Malik penuh rasa penasaran.

“Sama lo, Lik.” Tapi hal itu hanya bisa Gisella ucapkan dalam hati, tapi apalah daya dia tidak memiliki keberanian sebesar itu. “Ada deh pokoknya, rahasia.” Akhirnya kalimat inilah yang Gisella ucapkan.

Terdengar helaan napas pelan dari bibir Malik. “Yah gak asik lo maen rahasia-rahasiaan.”

Gisella hanya menanggapinya dengan kekehan kecil, setelah itu tidak ada obrolan lagi diantara mereka berdua. Saat ini motor Malik sudah melewati lampu merah terakhir menuju rumah Maudy, setelah melewati lampu merah tadi Malik memelankan laju motornya.

“Sell.” Lelaki itu kembali memanggil nama Gisella.

“Ya?”

“Cariin gua pacar dong, Sell.” Ucap Malik.

Mendengar ucapan Malik barusan, Gisella merasakan ada keretakan di dalam hatinya, lalu tidak lama dari itu sudah hancur berkeping-keping. Ck, sangat berlebihan sekali Gisella ini, tapi serius, kali ini Gisella memang sedang patah hati.

Rasanya tidak jauh berbeda saat melihat Pak Jendra pulang bersama dengan adek tingkatnya tadi, cuma kali ini sepertinya lebih sakit daripada yang tadi.

“Tumben banget? Gebetan Io kan udah banyak, Lik.” Ucap Gisella disertai dengan kekehan kecil, walau di dalam hatinya sedang terisak. “Yera tuh keliatannya naksir sama lo, pacarin dia aja.”

Malik menggelengkan kepalanya. “Bukan tipe gua, Sell.”

“Terus tipe lo tuh yang kayak gimana?” Tanya Gisella dengan rasa penasaran.

“Yang kayak lo.”

Hei! Bisa tidak Bapak Malik ini pake aba-aba dulu?

Dalam beberapa detik keduanya sama-sama terdiam, sebelum kemudian Gisella mencubit perut lelaki itu. “Gak usah ngaco kalo ngomong.”

Malik yang sedang mengendarai motornya itu tidak bereaksi apa-apa, lalu Gisella kembali berbicara.

“Tapi serius nih lo mau gua cariin pacar?” Lagi-lagi Malik tidak membalas apa-apa, membuat Gisella kembali melanjutkan ucapannya. “Mau gua kenaIin sama temen gua aja nggak?”

“Si Ukhti?” Tanya Malik.

Gisella menggelengkan kepelanya. “Bukan, tapi Maudy.”

Kenapa harus Maudy? Karena Gisella tahu kalau temannya itu tertarik pada Malik walaupun Maudy tidak pernah bercerita apa-apa pada Gisella. Jadi sebagai teman yang baik, dia ingin mencomblangi kedua temannya itu walaupun harus merelakan rasa sakit yang ada di dalam hatinya.

“Mau nggak, Lik?” Gisella kembali bertanya saat dia tidak mendapatkan respon apa-apa dari Malik.

“Udahlah lupain aja, Sell.” Jawab Malik.

“Gak jelas lo, tadi katanya minta dicariin pacar.” Ucap Gisella seraya mendengus kesal.

Setelah itu tidak ada lagi percakapan di antara mereka berdua, mereka sama-sama terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Entah siapa yang tidak peka disini, apakah Gisella yang memilih untuk memendam perasaannya untuk Malik? Atau malah Malik yang sampai sekarng belum pernah menunjukan dengan jelas rasa suka nya untuk siapa? Semuanya masih terasa abu-abu.

Tidak terasa perjalanan mereka malam ini sudah berakhir, saat ini motor Malik sudah berhenti di depan pagar rumah Maudy. Tadi mereka juga tidak lupa untuk mampir sebentar untuk membeli apa yang Maudy mau, Gisella juga membelikan untuk Ukhti yang dia yakini malam ini sedang ada di rumah Maudy.

“Hati-hati di jalan ya, Lik. Makasih udah traktir gua makan malem sama nebengin gua hari ini.”  Ucap Gisella begitu dirinya turun dari motor Malik.

Lelaki itu lantas menganggukan kepalanya. “Udah sana cepet masuk rumah.” Titahnya.

“Lo duluan sana jalan, gua kan udah ada di depan rumah.” Balas Gisella.

“Lo duluan yang masuk, baru abis itu gua tancep gas.”

Daripada perdebatan ini semakin lama, Gisella memilih untuk mengalah, dia membuka pagar rumah dan masuk ke dalam, tidak lupa untuk kembali mengunci pagar tersebut. “Udah masuk nih gua, udah sana lo pulang.”

Malik lantas kembali menghidupkan mesin motornya. “Jangan langsung tidur, mandi dulu.” Ucapnya.

“Iyaaa, gua kan bukan si Leon yang jarang mandi.” Balas Gisella seraya membawa nama temannya.

Lelaki itu tertawa mendengar balasan dari Gisella. “Jangan lupa juga buat doa sebelum tidur.“

“Iyaa Malik, gua kan bukan Dika yang suka lupa sama Tuhan.”

“Oke, gua balik dulu.”

“Iya Malik.” Lama-lama Gisella jadi gemas sendiri, kalau aja yang di depannya saat ini adalah Dika atau Leon, mungkin sapu lidi yang ada di dekat pagar sudah melayang.

“Lo nggak mau bilang apa-apa, Sell?”

“Hah? Bilang apa?” Tanya Gisella dengan kebingungan.

“Apaan aja.” Jawab lelaki itu asal.

Gisella di tempatnya menghela napas pelan, dia sudah merasa pegal berdiri di sana sebenarnya. Apalagi di tangannya saat ini sedang menenteng jajanan yang dia beli tadi.

“Makasih banyak Malik atas traktirannya malam ini, makasih juga udah ngajak gua buat keliling kota.” Gisella berucap seraya menatap ke arah Malik yang sedang mengulas senyum di wajahnya. “Udah kan?”

Lelaki itu menganggukan kepalanya. “Udah.”

Percakapan antara mereka berdua malam ini diakhiri dengan suara klakson motor Malik sebagai tanda berpamitan, begitu Malik sudah pergi dari sana, Gisella langsung masuk ke dalam rumah dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya.

Begitu dia menutup pintu, Gisella dikagetkan dengan keberadaan Maudy dan juga Ukhti yang sedang ada di balik jendela, ternyata sedari tadi teman-temannya itu mengintip dirinya dan juga Malik.

“Ciee…”

Mendengar hal itu membuat senyum di wajah Gisella langsung menghilang, kalau sudah begini pasti dia akan diceng-cengin terus dan juga diserang dengan berbagai macam pertanyaan. Di dalam sorakan cie yang diucapkan oleh Maudy, Gisella tahu kalau ada perasaan cemburu di dalam hati temannya itu.

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!