Demi menjauhi pernikahan yang diinginkan oleh papanya, Adilla Atmadja, biasa dipanggil dengan sebutan Dilla pun memilih jalan pintas, yakni dengan melakukan hubungan satu malam bersama pria yang tidak dia kenal sebelumnya, hanya demi bisa mendapatkan bibit yang paling unggul untuk menjadi penerus keluarga Atmadja nantinya dari orang tersebut. Di mana ternyata pria itu merupakan seorang CEO perusahaan ternama yang tengah menyamar menjadi orang biasa.
Bagaimana nasib Dilla nantinya? Baca terus kisahnya hanya di karyaku yang ke-11 ini. Terkmakasih^^
Fb : Lee Yuta
IG : lee_yuta9
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 2. Dilempar Panci
'Ck! Terserah lo lah maunya apa,' ujar Amira yang tampak pasrah. 'Terus ini jadinya kek apa? Tetep mau ngajak ke sana? Sore-sore gini?' tanya Amira memastikan kembali tujuan Dilla menelpon dirinya.
"Jadi dong. Gue udah jalan ke rumah lo, ini!" sahut Dilla sambil menambah laju mobilnya.
'Sialan! Percuma lo nelpon gue kalau ujug-ujug juga datang ke sini!' balas Amira penuh geram.
Suara tawa terdengar begitu menggema di dalam mobil Dilla. Wanita itu senang sekali mendengar Amira mengumpat seperti itu.
Dilla semakin menambah kecepatan laju mobilnya setelah sambungan di antara mereka selesai. Dia ingin segera sampai ke rumah kontrakan Amira dan segera menuju tempat di mana bisa menghilangkan beban yang Dilla rasa saat ini.
Tidak hanya satu kali atau dua kali perdebatan itu terjadi antara dirinya dan sang papa. Entah, Dilla sendiri juga tidak tahu mengapa akhir-akhir ini papanya sangat kerap sekali mengungkit masalah cucu.
Padahal Dilla belum pernah mengalami jatuh cinta pada seseorang. Dia selama ini hanya melakukan hubungan suka sama suka, walau hanya sekedar hang out bareng. Tidak lebih dari itu.
Sesampainya di depan rumah kontrakan Amira, Dilla tidak serta merta turun dari mobilnya. Wanita itu lebih memilih untuk menekan klakson hingga sang penghuni keluar dari.rumah dengan wajah yang tampak seperti seekor singa yang lapar. Membuat Dilla tertawa senang di dalam hati. Paling tidak, ia mempunyai hiburan saat ini.
Sesuai apa yang terlihat. Amira mendekat ke arah mobilnya dengan kotak box kecil di tangan serta baju yang tersampir di lengan satunya lagi, dengan mulut yang tidak berhenti mengomel.
"Sudah gue bilang, jangan lakuin itu, Nona Muda! Nanti gue dilempar panci sama tetangga gimana? Hah?" sarkas Amira langsung tanpa mengucap salam lebih dulu.
Dilla tertawa namun juga membantu Amira menaruh baju gantinya di jok belakang.
"Kan lo yang dilempar panci. Bukan gue." sahut Dilla terdengar begitu menyebalkan di telinga Amira.
"Tau, ah! Ngeselin emang lo!"
"Iya, iya ... gue ngeselin. Ya udah, gue bawa lo happy happy sekarang," ujar Dilla sambil menyalakan mesin mobilnya.
"Dih! Orang situ yang butuh happy happy. Ngapain jadi gue?" protes Amira tidak terima. "Lagian, kenapa lo nggak nyanyi lagi sih? Itu Manager nyariin lo terus, tau!"
Dilla memang sempat menyanyi di tempat kerja Amira sekarang ini. Namun, wanita itu memutuskan untuk berhenti setelah suatu insiden terjadi di cafe tersebut.
"Lo niat mau ratain itu cafe, kalau gue balik lagi? Hmm? Mau tanggung jawab?"
Bukannya Dilla tidak mau nyanyi lagi di sana. Akan tetapi, papanya sudah mulai turun tangan mengenai apa yang ia kerjakan sekarang ini.
Amira menggeleng seraya meringis.
"Enggak juga, sih," balasnya cepat. "Lagian siapa yang berani ngelawan bokap lo sih, Dill? Lagian, kenapa sih Nona Muda kayak lo malah masuk ke dunia yang seperti ini?"
Berteman dengan Dilla selama satu tahun belakangan ini, tentu Amira tidak tahu terlalu dalam mengenai kehidupan Dilla yang sesungguhnya. Selain suka minum dan bergonta ganti pasangan kencan di club maupun pesta.
Dilla tersenyum hambar. "Udahlah, lo nggak perlu tahu masa kelam gue, Ra. Daripada lo nanti ilfil." lirihnya.
Mendengar jawaban Dilla yang seperti itu, membuat Amira tidak lagi bertanya lebih jauh lagi. Kemudian mereka membahas hal yang menyenangkan menurut mereka. Seperti rasa ciuman dengan pria yang berbeda, misalnya.
orang lain menjaga keperawanan.
ini malah ngasih gratis