" Aku akan membiayai sekolahmu sampai kamu lulus dan jadi sarjana. Tapi kamu harus mau menikah denganku. Dan mengasuh anak-anak ku. Bagaimana?
Aqila menggigit bibir bawahnya. Memikirkan tawaran yang akan diajukan kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai_va, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mini Market
Hujan sedang mengguyur dengan deras sore itu. Mendung hitam seakan tidak mau beranjak dari langit sore. Aqila berteduh di depan sebuah mini market. Dilihatnya seorang anak kecil yang sedang menggigil kedinginan. Merasa kasihan, Aqila menghampiri anak itu.
" Kamu nggak apa-apa dek? "
" Dingin kak. "
Aqila melepaskan sweater nya dan memberikan kepada anak kecil itu.
" Mana orang tua kamu? "
" Leon nggak tau. "
" Loh kok nggak tau? "
" Tadi Tante Vira ada disini. Terus setelah Tante Vira terima telpon, tapi nggak balik-balik lagi. "
" Kamu tinggal sama tante kamu? "
" Nggak tau kak."
Tubuh anak itu menggigil kedinginan. Aqila menyuruh anak itu menunggu di depan mini market.
" Kamu tunggu disini ya. Kakak belikan minuman di dalam."
Anak lelaki bernama Leon itu pun mengangguk kecil. Aqila masuk ke dalam mini market dan memilih susu coklat hangat untuk Leon. Sambil menunggu susu coklat itu jadi hangat, Aqila menuju ke rak untuk mencari roti sebagai pengganjal perut. Diambilnya roti sobek merk ternama yang rasa coklat juga.
Tak lama kemudian, Aqila keluar dari dalam mini market itu. Dilihatnya anak itu yang masih duduk di kursi mini market. Tubuhnya sudah tidak bergetar seperti tadi.
" Ini ada susu hangat. Kamu minum. Lumayan untuk menghangatkan perut."
" Terima kasih kak."
Aqila membuka bungkusan roti dan membagi dua. Diberikan nya bagian yang isi coklat kepada anak itu.
" Ini makan dulu coba."
Leon segera melahap roti berisi coklat dan susu coklat tadi. Wajahnya sudah tidak sepucat tadi.
" Kamu ingat alamat rumah kamu nggak?"
Leon menganggukkan kepalanya.
" Ingat kak. Sejak kecil papi menyuruh Leon untuk menghafal alamat rumah dan nomor handphone papi."
" Coba berapa nomor handphone papi kamu."
Leon menyebutkan beberapa angka yang jadi nomor handphone papinya. Aqila mengambil handphonenya yang jadul itu, setidaknya bisa digunakan untuk WhatsApp dan membuka beberapa sosial media yang digunakan sebagai sarana untuk tugas sekolah nya.
" Memanggil. Nomor handphone papi kamu nggak bisa dihubungi."
" Mungkin papi sedang kerja "
" Kamu hafal nomor tante vira ?"
Leon menggelengkan kepalanya.
" Nggak. Tante vira yang jahat. Leon nggak suka sama dia. Dia cuma mau dekat sama papi saja.
Aqila jadi bisa menangkap situasi yang terjadi.
" Dimana alamat rumah kamu?"
Leon menyebutkan sebuah alamat di kawasan elit yang cukup jauh dari tempat mereka berada. Aqila membuka dompetnya. Dilihatnya beberapa lembar uang seratus ribuan hasil dari beasiswanya dan bekerja sampingan sebagai pelayan cafe selama satu bulan kemarin. Aqila sedang mengumpulkan uang untuk melanjutkan kuliahnya. Aqila ingin menjadi seorang guru.
" Ah, nggak apa-apa deh. Ayo kakak antar. Naik bus kota nggak apa-apa ya?"
" Bus kota?"
" Iya bus kota. Mobil yang gede gitu."
" Mau..mau.. Leon belum pernah naik bus kota."
" Ayo kakak antar. Keburu kemaleman di jalan."
Aqila menggandeng tangan mungil Leon menuju ke halte terdekat. Mereka menunggu bus yang menuju ke arah rumah Leon. Leon menikmati saat naik bus kota. Senyuman mengembang di bibir mungil Leon.
" Leon nggak pernah naik bus kota?"
" Nggak pernah kak. Kemana-mana ada Pak Cahyadi yang antar Leon."
" Oh..gituu.. Tadi pak Cahyadi nggak ikut?
" Nggak. Tante Vira yang ngajak Leon pergi berdua."
" Oh gitu..."
" Leon kelas berapa?"
" Tahun ini Leon mau naik kelas satu."
" Hebat. Kakak kira Leon sudah kelas dua. Soalnya Leon kelihatan udah pantes jadi anak kelas dua sih."
Leon tersenyum mendengar pujian dari Aqila. Mereka harus berpindah bus sebanyak tiga kali baru mereka ada di halte yang dekat dengan perumahan elit yang menjadi tempat tinggal Leon.
Saat berada di halte, handphone Aqila berdering. Aqila mengerutkan keningnya melihat nomor tidak dikenal di handphone nya.
" Itu nomor handphone papinya Leon kak."
" Oh. Itu nomor handphone papi kamu."
Aqila pun mengangkat panggilan dari papi Leon.
" Hallo."
" Kamu siapa yang tadi menghubungi aku?"
" Maaf om saya Aqila. Saya sedang bersama Leon saat ini."
" Kamu yang mau menculik anak aku ya ?"
" Hah? Nggak kok. Saya malah menemukan Leon di depan mini market."
" Kamu sekarang dimana?"
" Saya ada di halte di depan perumahan om. Kami istirahat sebentar. Capek."
" Tunggu aku disana. Biar aku jemput."
Aqila memasukan handphone nya kembali dalam saku bajunya.
" Kita akan di jemput papi kamu."
Mereka berdua pun duduk di bangku halte.
" Nanti kalau lihat papi Leon jangan naksir yaa."
" Dasar anak kecil. Tahu apa tentang taksir-taksiran?"
" Jangan salah. Papinya Leon ganteng banget. Banyak yang naksir sama papinya Leon."
" Oh ya? Mami nya Leon kemana?"
" Maminya Leon kata papi sudah bahagia di surga."
" Oh.. Maaf... maaf.... Kakak nggak tahu."
" Nggak apa-apa kok kak. Kata papi kalau Leon jadi anak yang baik, jika waktunya tiba Leon pasti bisa ketemu sama maminya Leon."
" Amin. Leon sudah jadi anak yang baik kok. Suatu hari nanti, jika waktunya tiba Leon pasti bisa ketemu sama maminya Leon."
" Amin kak."
" Kalau Tante Vira itu siapa? Adiknya papi kamu?"
" Bukan kak. Tante vira itu suka sama papinya Leon. Tapi dia sepertinya nggak suka sama Leon."
" Kok Leon bisa bilang begitu?"
" Tante vira kalau di depan papi aja baik sama Leon. Kalau nggak di depan papi, Leon sering di bentak-bentak."
" Oh ya? Leon nggak lapor ke papi aja?"
" Kata oma, Leon harus nurut sama tante vira. Karena nanti Tante vira akan jadi maminya Leon. Kalau boleh memilih, Leon nggak mau punya mami seperti tante vira."
Aqila menatap kasihan ke arah Leon. Anak kecil itu sudah mengalami hal yang berat. Aqila mengusap lembut kepala Leon yang disambut dengan senyuman tulusnya.
Tin .... Tin ...
Aqila mengarahkan pandangannya ke arah asal suara. Dilihatnya sebuah mobil mewah dengan logo kuda hitam yang berlatar belakang kuning yang berhenti di dekat halte.
" Nah itu papi. Kakak kenalan sama papi Leon dulu ya."
" Oh iya."
Seorang lelaki dengan tampilan khas pegawai kantoran yang rapi dan berjas keluar dari dalam mobil mewah itu. Aqila dibuat terpesona dengan wajah tampan lelaki itu. Sorot matanya yang tajam, rahangnya yang tegas, dengan bulu-bulu tipis di sekitar wajahnya. Di tambah rambut klimis menambah kesan rapi ala pengusaha. Bibirnya tidak tebal, tidak tipis. Membuat Aqila juga secara tidak sadar memperhatikan lelaki di hadapannya.
" Itu hidung apa segitiga sama kaki sih. Mancung amat. Kalau orang kasih nilai ketampanan dia seratus, aku kasih nilai seribu deh sumpah cakep banget." monolog Aqila dalam hatinya.
" Papiii...."
Leon mendekati lelaki itu dan memeluk kakinya. Lelaki itu berjongkok di hadapan Leon dan memeluk Leon. Setelah itu, lelaki itu melepaskan pelukannya. Dan menyentil telinga Leon pelan.
" Bagaimana bisa kamu kabur dari tante vira?"
" Leon nggak kabur papi. Tante Vira sendiri yang meninggalkan Leon di depan mini market. Kata Tante Vira, dia mau telpon orang dulu. Habis itu nggak kembali-kembali. Sampai akhirnya Leon ketemu kakak ini."
Leon menunjuk ke arah Aqila yang masih berada di halte. Papi Leon kemudian mendekati Aqila.
" Terima kasih sudah mengantarkan Leon sampai disini. Berapa saya harus mengganti ongkos kamu mengantarkan Leon?"
Aqila memutar matanya malas dengan pertanyaan dari papinya Leon.
" Lebih baik om lebih perhatian kepada anak om. Kenali orang yang benar-benar baik dan orang yang hanya pura-pura baik. Saya rasa dia sengaja meninggalkan Leon di sebuah mini market yang jauh dari tempat tinggalnya."
" Dimana kamu menemukan Leon?"
Aqila menyebutkan tempat dimana dia bertemu dengan Leon.
" Baik. Terima kasih. Saya akan memeriksa nya segera."
Aqila pun berpamitan kepada Leon dan papinya. Leon pun menghampiri Aqila.
" Kakak namanya siapa?"
" Oh..iya.. Kakak tadi belum memperkenalkan diri ya. Nama kakak Aqila. Panggil kak Qila aja."
" Oke kak Qila. Sampai jumpa besok."
Aqila terkekeh mendengar ucapan Leon. Dan dia masih berdiri di halte menunggu bus yang lewat. Papi Leon mengajak Leon masuk ke dalam mobil. Namun mobil tidak juga melaju.
" Papi..."
" Ada apa?"
" Bisa nggak kalau kita antarkan kak Qila pulang? Langit sudah mau gelap. Perjalanan dari tempat kak Qila menemukan Leon kesini cukup jauh. Kita harus ganti bus kota sebanyak tiga kali. Apa nggak bisa kalau kita antarkan kak Qila?"
" Hmmmm."
" Kalau papi keberatan dengan bensinnya, nanti Leon ganti biaya bensinnya di rumah pakai tabungan Leon gimana? Kasihan kak Qila papi. Lagi pula lihat, kak Qila minjamin Leon sweater juga tadi."
Papi Leon mengusap kasar wajahnya. Akhirnya dia pun memutuskan untuk mengantarkan Aqila.
" Masuk!!"
" Eh kenapa pak? Saya bisa pulang sendiri kok."
" Masuk saya bilang."
Papi Leon membuka pintu mobilnya. Di dalam sana sudah ada Leon yang menepuk-nepuk bangku di sebelahnya.
" Ayo kak sini. Leon antar kakak pulang."
" Eh, nggak usah kakak pulang sendiri aja."
" Sekali aja Leon mohon. Please..."
Melihat wajah memelas Leon, akhirnya Aqila pun masuk ke dalam mobil yang hanya bisa diisi dua penumpang saja. Aqila duduk disebelah bangku pengemudi dan kemudian dia memangku Leon. Pancaran wajah bahagia terpancar dari wajah Leon. Setelah itu barulah papi Leon melajukan mobilnya ke rumah Aqila dengan aba-aba dari Aqila.