NovelToon NovelToon
Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Status: sedang berlangsung
Genre:Si Mujur / Diam-Diam Cinta / Idola sekolah / Cinta Murni
Popularitas:110
Nilai: 5
Nama Author: Dagelan

Kayyisa nggak pernah mimpi jadi Cinderella.
Dia cuma siswi biasa yang kerja sambilan, berjuang buat bayar SPP, dan hidup di sekolah penuh anak sultan.

Sampai Cakra Adinata Putra — pangeran sekolah paling populer — tiba-tiba datang dengan tawaran absurd:
“Jadi pacar pura-pura gue. Sebulan aja. Gue bayar.”

Awalnya cuma kesepakatan sinting. Tapi makin lama, batas antara pura-pura dan perasaan nyata mulai kabur.

Dan di balik senyum sempurna Darel, Reva pelan-pelan menemukan luka yang bahkan cinta pun sulit menyembuhkan.
Karena ini bukan dongeng tentang sepatu kaca.

Ini kisah tentang dua dunia yang bertabrakan… dan satu hati yang diam-diam jatuh di tempat yang salah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dagelan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1: Ketika Pangeran Sekolah Menawariku Mimpi Sinting

Pagi itu, aku meluncur bagai torpedo lepas kendali. Sepatu di tangan kanan, roti isi kacang di tangan kiri sebagai amunisi. Tas ransel berontak di punggung, rambut sudah mirip sarang burung, dan napas? Jangan tanya, kayak habis ngejar angkot dari Monas ke Ragunan!

“Yisaa! Kaos kaki kamu itu sengaja beda motif, ya?!” suara emas Emak menggelegar dari warung nasi depan rumah.

“Biarin, Ma! Yang penting kaki Yisa wangi!” balasku sambil ngebut ke halte, nyaris nabrak gerobak bubur ayam.

Begitulah aku—Kayyisa Giandra. Hidupku mungkin chaos, tapi penuh tawa. Anak dari ibu tunggal yang banting tulang jualan nasi uduk di depan kontrakan sempit. Ayah? Kabar terakhir, masih keliling Indonesia, jadi gitaris band indie yang cuma punya dua lagu dan satu fans setia—dirinya sendiri. Aku sih nggak peduli. Yang penting Emak sehat dan aku bisa terus sekolah.

SMA Bina Nusantara adalah dunia lain bagiku. Sekolah dengan mobil mewah berjejer rapi, tas branded nongkrong di setiap meja, dan gosip selebriti jadi pembuka pagi. Aku masuk ke situ bukan karena duit, tapi karena otakku lumayan encer dan dapat beasiswa. Tetap saja, kadang aku merasa seperti alien nyasar ke pesta dansa anak konglomerat.

Setiap pagi, aku punya ritual wajib: mengamati dunia yang bukan milikku.

Aku duduk di bangku taman depan kelas, memperhatikan kerumunan siswa yang sibuk update story sambil minum kopi kekinian. Dan di tengah semua itu, ada satu sosok yang selalu mencuri perhatian: Cakra Adinata Putra.

Si Pangeran Sekolah. Tinggi, rapi, wangi, dan jalannya saja kayak diiringi musik latar slow motion. Anak satu ini bukan cuma ganteng—dia punya aura. Aura "gue di atas lo semua" tapi entah kenapa tetap kelihatan berkelas.

Kalau cowok lain di sekolah rebutan eksis di story cewek-cewek, Cakra justru adem ayem. Jarang update, jarang ikut nongkrong, tapi tetap jadi bahan gosip utama. Semua geraknya diperhatikan, dari cara dia buka botol air mineral sampai cara dia ngucapin “pagi”. Bahkan waktu Cakra batuk di kelas, tiga cewek langsung berlomba ngasih air minum. Dan aku? Cuma geleng-geleng sambil nyeruput air putih dari botol bekas.

“Heran deh, manusia kayak gitu diapain sih sampai semua orang bisa segitunya?” gumamku suatu pagi sambil melihat Cakra jalan di koridor. “Palingan karena punya lesung pipi sama rambut yang kayak kena semprotan malaikat.”

Tapi diam-diam, aku sering memperhatikan Cakra lebih lama dari yang seharusnya. Bukan karena naksir—amit-amit jatuh cinta sama cowok yang levelnya di atas awan—tapi karena ada sesuatu yang ganjil. Setiap kali orang lain heboh di sekitarnya, itu cowok malah tampak kosong. Tatapannya jauh, sering mengarah ke langit atau ke lapangan kosong di belakang sekolah. Seperti seseorang yang hidupnya sudah terlalu penuh, sampai nggak tahu harus bahagia di bagian mana.

Suatu sore, setelah kelas tambahan, aku duduk di taman belakang sekolah. Lagi ngitung recehan hasil kerja sambilan di kafe. Uang pas-pasan itu harus cukup buat bayar cicilan buku dan seragam. Sambil nyengir getir, aku mengunyah sisa roti kacang yang sudah keras kayak batu.

Tiba-tiba, ada bayangan tinggi berdiri di depanku.

“Ehem. Lo yang kerja di kafe belakang sekolah, kan?”

Aku mendongak—dan hampir keselek roti. Cakra Adinata. Si anak sultan itu berdiri di depan mataku, beneran nyata, bukan halu.

“Eh—iya, kenapa? Mau pesen kopi? Langsung ke kasir aja, shift gue udah kelar,” jawabku cepat sambil menyembunyikan dompet butut.

Cakra malah duduk di sebelahku tanpa izin. Wangi parfumnya langsung menyerbu hidungku—campuran aroma kayu mahal dan vanila yang bikin deg-degan sekaligus pengen batuk.

“Gue nggak mau ngopi,” katanya datar tapi santai. “Gue mau nawarin kerja sama.”

Aku melotot. “Kerja sama? Kayak MLM gitu?”

Cakra nyengir tipis. “Nggak. Gue cuma butuh lo buat… jadi pacar pura-pura gue.”

Aku langsung ngakak. “HAHA! Lo sehat, Bro? Ini prank buat YouTube, ya?”

Tapi Cakra tetap datar. “Gue serius.”

Seketika aku terdiam. Cowok itu nggak main-main. Tatapannya tenang, tapi dalam. Seperti ada sesuatu yang berat di baliknya.

“Kenapa gue?” tanyaku akhirnya.

“Karena lo satu-satunya cewek di sekolah ini yang nggak silau sama gue,” jawabnya cepat. “Dan… karena gue tahu lo butuh duit.”

Aku nyaris jatuh dari bangku. “HAH?! Lo nge-stalk gue?! Jangan-jangan lo juga tahu gue makan nasi goreng sisa semalam?!”

Dia menahan tawa. “Gue cuma sering lihat lo kerja di kafe. Lo kelihatan… tangguh.”

Tangguh. Kata itu nyangkut di kepalaku. Nggak banyak orang yang menyebutku begitu. Biasanya: cerewet, sialan, atau ngenes. Tapi tangguh? Dari mulut si pangeran sekolah?

“Jadi lo mau gue pura-pura pacaran sama lo? Gitu?”

“Tiga bulan aja,” jawabnya santai. “Lo bakal gue bayar. Cukup buat bayar SPP satu semester.”

Aku bengong. Satu semester? Itu berarti utangku di koperasi lunas, bisa beli buku baru, bahkan mungkin traktir Emak ayam geprek beneran. Tapi pacaran pura-pura sama Cakra Adinata? Nggak kebayang berapa banyak cewek yang bakal ngelabrak aku tiap hari.

“Nggak! Nggak bisa!” seruku buru-buru. “Lo pikir gue mau ikut drama anak sultan kayak lo? Nggak, makasih!”

Cakra bangkit pelan, tapi suaranya lembut. “Kayyisa, gue nggak mau mainin lo.”

“Terus apa dong?”

Dia menatapku lama. Tatapannya kali ini bukan tatapan anak populer, tapi seseorang yang beneran… kesepian.

“Gue cuma pengen ngerasain jadi orang biasa.”

Kata-kata itu membuatku diam. Dalam sepersekian detik, Cakra bukan lagi pangeran sekolah yang sombong—tapi cowok yang kelihatan rapuh. Dan entah kenapa, aku merasa kasihan.

“Gimana? Lo cuma perlu pura-pura suka sama gue di depan orang lain. Kalau berhasil, lo dapat bayaran penuh,” lanjut Cakra.

Aku mencoba mencari tanda-tanda ini prank. Tapi wajah Cakra terlalu serius buat bercanda.

“Kalau gue nolak?”

“Gue bakal cari cewek lain. Tapi cuma lo yang cocok jadi ‘cewek normal’ buat proyek ini.”

Aku mendengus. “Cewek normal apanya. Lo cuma pengen cari sensasi.”

“Ya, mungkin,” kata Cakra sambil nyengir kecil. “Tapi siapa tahu lo bisa bikin gue beneran jatuh cinta.”

Aku langsung merah padam. “OGAH!”

Tapi si Cakra cuma mengangkat bahu, melirik jam tangannya, dan berbalik.

“Gue tunggu jawaban lo sampai besok. Jam enam sore. Di kafe tempat lo kerja.”

Dia pergi tanpa menoleh. Dan aku cuma bisa bengong, roti kacangku sudah dingin, tapi jantungku malah kebakar.

Sore itu, di jalan pulang, bayangan Cakra terus menghantuiku. Cowok itu bukan sekadar populer—dia misterius. Aku pernah lihat dia menolong kucing nyasar di lapangan, tapi besoknya bisa membuat senior gemetar hanya karena tatapan. Cakra itu seperti teka-teki hidup: terlalu dingin buat disuka, tapi terlalu menarik buat diabaikan.

“Pacaran pura-pura, ya?” gumamku sambil jalan. “Bisa-bisanya anak kaya minta tolong sama gue yang bahkan nggak punya uang buat beli bubble tea.”

Aku tertawa sendiri. Tapi entah kenapa, rasa penasaran itu tumbuh pelan-pelan. Antara ingin menolak, tapi juga ingin tahu: apa yang disembunyikan si Cakra Adinata, sang pangeran sekolah yang ingin jadi orang biasa?

Dan malam itu, sebelum tidur, aku cuma bisa menatap langit-langit sambil bergumam, “Kalau ini jebakan, semoga gue masih bisa kabur sebelum jatuh beneran.”

✨ Bersambung ...

1
Yohana
Gila seru abis!
∠?oq╄uetry┆
Gak sabar nih nunggu kelanjutannya, semangat thor!
Biasaaja_kata: Makasih banyak ya! 😍 Senang banget masih ada yang nungguin kelanjutannya. Lagi aku garap nih, semoga gak kalah seru dari sebelumnya 💪✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!