Lin Pan mendapati kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Dikhianati dan dikuasai oleh amarah, ia kehilangan kendali—dan membunuh keduanya dengan cara yang brutal.
Namun takdir mempermainkannya. Sesaat setelah perbuatan itu, sebuah tas jatuh dari lantai atas dan menimpanya. Bukannya mati, Lin Pan justru terbangun di dunia lain… dalam tubuh seorang bocah 17 tahun bernama Mo Tian, murid sekte rendahan yang selalu dihina dan diremehkan.
Di tengah keputusasaannya, Mo Tian menemukan sebuah teknik terlarang — Blood Devour Technique, kemampuan mengerikan yang memungkinkannya menyerap dan mengendalikan darah musuhnya.
Dengan kekuatan itu, ia bersumpah untuk membalas setiap penghinaan… dan menulis ulang takdirnya dengan darah.
📷 IG: @agen.one
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
001: Jati diri Lin pan yang sebenarnya
Lin Pan, seorang pria 35 tahun, hari itu diselimuti euforia(Bahagia). Setelah empat belas tahun menjalin kasih, ia akhirnya merasa cukup mapan untuk melamar Ling Ling, kekasih hatinya. Ironisnya, ia yang sebetulnya adalah seorang jenius multitalenta, selalu merasa belum cukup siap.
Siang itu, Lin Pan melangkah keluar dari toko bunga, memeluk seikat besar bunga dan sebuah kotak kecil berisi cincin berlian—tersimpan rapi di saku jaketnya. "Hah, Aku berharap… Ling Ling akan menerima lamaranku ini," bisiknya penuh harap, senyum percaya diri merekah di wajahnya.
Ia tiba di depan apartemen Ling Ling yang cukup besar. Ia menarik napas dalam, memejamkan mata. Meskipun yakin, ada gugup yang merayapi hatinya.
Saat membuka mata, pandangannya jatuh pada sepasang sepatu pria hitam bermerek, harganya pasti mahal, tergeletak di ambang pintu. Matanya membesar karena heran. Sepatu itu jelas milik laki-laki, dan bukan milik Ling Ling.
"Sepatu siapa ini? Tidak mungkin milik Ling Ling, kan? Mungkinkah… milik ayah atau saudaranya?" suaranya bergetar, berusaha mengusir pikiran negatif yang mulai meracuni akalnya.
Perlahan, ia memegang gagang pintu, memutarnya dengan kunci cadangan yang ia miliki.
CKLEK! KREETT...
"Ah! Ah, enak sekali, Sayang! Terus acak-acak aku. Luar biasa! Ini nikmat sekali."
Baru satu langkah masuk, desahan lembut nan familier itu menampar telinganya. Tubuh Lin Pan membeku. Jantungnya serasa berhenti. Pikiran-pikiran gelap yang selama ini ia kunci, menyeruak ke permukaan.
Dengan tubuh yang bergetar hebat, ia bergerak perlahan menuju kamar. Pintu kamar Ling Ling terbuka setengah. Pemandangan menyakitkan di dalamnya membuat dunianya seketika hancur dan goyah. Betapa bodohnya ia, telah dikhianati oleh orang yang ia cintai—padahal segala keinginan kekasihnya selalu ia penuhi.
Air mata membanjiri wajahnya, tinjunya terkepal penuh amarah. Di matanya, Ling Ling—wanita yang ia cintai belasan tahun—sedang ditindih oleh Xio Bai, sahabat yang paling ia percayai.
"L-Ling Ling! A-Apa yang S-sedang… Kalian lakukan? K-Kenapa kau melakukan ini?" Suara Lin Pan pecah, serak, hampir tak terdengar.
Ling Ling dan Xio Bai terkejut bukan kepalang. Aktivitas terlarang itu terhenti. Mereka tak menyangka Lin Pan, yang seharusnya bekerja, tiba-tiba muncul.
"Lin Pan! I-Ini… tidak seperti yang kau kira," ucap Ling Ling panik, tubuhnya memanas karena tertangkap basah. Sorot matanya menunjukkan ketakutan seperti seorang kriminal yang tertangkap.
Ling Ling menjauhkan diri sedikit dari Xio Bai, namun lekuk tubuhnya justru semakin terlihat. Karena malu ditatap Lin Pan, ia segera menutup tubuhnya dengan selimut putih—ironi yang kejam, ia menjaga tubuhnya dari sang kekasih sejati, tapi membiarkannya dinikmati pria lain.
"T-Tidak seperti yang aku kira apa? Kau pikir aku buta?! Jelas-jelas kau tertangkap basah sedang berhubungan badan dengan mata kepalaku sendiri, sialan!" Amarah Lin Pan meledak. Dengan sisa tenaga, ia melemparkan buket bunga dan cincin berlian ke lantai, lalu lari dari sana.
"Lin Pan! Tunggu aku! Aku bisa jelaskan ini semua. Ini tidak seperti yang kau kira! Lin Pan!" Ling Ling semakin panik saat punggung Lin Pan menjauh.
"Sudahlah, Ling Ling! Biarkan saja dia pergi. Katamu juga dia cuma laki-laki membosankan, kan? Lebih baik kau menjadi kekasihku daripada bersama laki-laki culun seperti dia," Xio Bai menahan Ling Ling, menariknya kembali ke dalam pelukannya.
Ling Ling tidak menyesali perselingkuhannya. Ia hanya takut jika Lin Pan melaporkan perbuatan bejatnya kepada orang tuanya.
Lin Pan berlari kencang, meninggalkan apartemen itu. Matanya terasa terbakar, dadanya serasa hangus. Rasa sakit di hati membuat setiap tarikan napas terasa menyiksa.
"Sialan! Kenapa aku sebodoh ini? Kenapa selama ini aku tidak sadar dia telah berselingkuh di belakangku?" Suara serak itu tertahan di tenggorokan.
Ia tak peduli pandangan orang lain, terus berlari hingga tiba di bar langganannya. Ia masuk dan duduk di kursi kecil, memesan sebotol alkohol hanya dengan mengangkat tangan. Lin Pan berharap mabuk akan sedikit meredakan rasa sakit di dadanya.
Ia terus menenggak alkohol, sesuatu yang tak pernah ia lakukan separah ini. Kepala mulai berputar, kesadaran memudar.
"Sialan kau, Ling Ling! Padahal… aku selalu memberikan semua yang kau inginkan. Dan inikah balasan yang ku dapat atas semua pengorbananku?" Lin Pan mulai mencurahkan isi hatinya, terlarut dalam alkohol.
Wajahnya pucat pasi, sudah terlalu banyak alkohol yang ia minum.
Selama ini, banyak yang mengira Lin Pan culun dan membosankan. Mereka salah besar. Jauh di dalam dirinya, Lin Pan adalah seorang psikopat murni sejak kecil, yang selalu melihat orang lain tak lebih dari serangga. Sifat aslinya ini ia pendam dalam-dalam, terbelenggu setelah ia jatuh cinta pada Ling Ling belasan tahun lalu. Cinta itu menciptakan perisai bagi monster di dalamnya, melahirkan Lin Pan yang polos dan membosankan.
Kini, perisai itu hancur berkeping-keping.
Mental Lin Pan terguncang hebat. Tatapan yang tadinya sedih berubah menjadi tatapan tajam, dingin, dan penuh kebencian. Anehnya, efek mabuk alkohol seketika lenyap. Lin Pan berdiri, memegang botol yang tersisa.
"Hahaha! Aku kembali, hahaha! Terima kasih, dasar jalang—karena telah melepaskanku dari belenggu yang telah mengurungku selama ini!" Tawa psikopatnya mengisi ruangan bar. Aura Mo Tian berubah drastis, menjadi haus darah.
Barista yang melayaninya merinding. Ia tak pernah melihat pelanggan setianya itu berubah sedrastis ini.
"Hei, kau! Bisa kau kemari sebentar?" Lin Pan tersenyum lebar, tatapannya penuh kelicikan.
Meski takut, Barista mendekat. "A-Ada apa, Tuan? Apa ada sesuatu yang tuan butuhkan?" tanyanya dengan wajah pucat.
Ketika Barista berada dalam jangkauan, Lin Pan menghantam kepalanya dengan botol alkohol di tangannya. Barista itu langsung ambruk, tak berdaya. Darah segar mengalir, membasahi lantai bersih.
"Hahaha, ini luar biasa! Dan ini sangat bagus untuk pemanasan. Tidak kusangka ternyata membunuh itu semenyenangkan ini. Kenapa bisa-bisanya aku menjadi orang bodoh yang terbutakan oleh yang namanya cinta," tawanya menggema. Lin Pan menjadi sangat bergairah dengan pembunuhan itu, seolah ini bukan yang pertama, padahal dalam ingatannya, ia tak pernah membunuh.
Lin Pan menatap mayat Barista tanpa rasa bersalah, tersenyum mengerikan seolah mengejek mayat yang tak bisa membalas.
"Sekarang giliran kalian berdua, hahaha!" gumam Lin Pan. Ia tertawa pelan, tak sabar ingin membunuh dua manusia bajingan yang telah mengkhianatinya.
Sebelum pergi, Lin Pan memanipulasi TKP. Ia membersihkan lantai yang berlumuran darah, menghapus rekaman CCTV, dan menyembunyikan mayat Barista di kamar mandi dengan pisau di tangannya. Polisi pasti akan mengira ini adalah kasus bunuh diri.
Setelah menyabotase kejadian, Lin Pan keluar dari bar dengan sangat tenang, tepat setelah beberapa pelanggan baru masuk. Ia memastikan tidak ada saksi yang melihatnya sebagai orang terakhir yang keluar.
Orang-orang di jalanan yang melihat Lin Pan yang terlihat seperti orang gila, menjauhinya.
Lin Pan kembali ke apartemen Ling Ling. Ia membuka pintu yang ternyata tidak terkunci, lalu dengan langkah perlahan menuju dapur, mengambil pisau dapur. Tidak ada rasa panik atau takut.
Berbekal senjata, Lin Pan mengendap-endap menuju kamar. Di dekat pintu, ia kembali mendengar desahan menjijikkan itu.
"Cih, dasar babi penuh nafsu! Sungguh menjijikkan," desis Lin Pan, rasa jijik memuncak.
Tanpa suara, Lin Pan masuk ke kamar yang pintunya terbuka. Detak jantungnya sangat tenang. Ia justru tersenyum lebar saat jaraknya dengan dua manusia hina itu semakin dekat.
Ketika Lin Pan hanya berjarak beberapa sentimeter dari Xio Bai, ia mengangkat pisau dapur ke atas.
Tanpa ragu, ia menebas kaki Xio Bai yang terlentang lurus.
AAAAARRRGG!
Xio Bai menjerit kesakitan, darah segar muncrat dari kakinya. Saking sakitnya, ia mendorong tubuh Ling Ling yang sedang menggoyangkan pinggul, membuat Ling Ling jatuh ke bawah kasur.
"S-Sayang, kau kenapa?" Ling Ling belum sadar akan kehadiran Lin Pan. Lin Pan langsung memukul tengkuk leher Ling Ling. Seketika, Ling Ling pingsan.
Ling Ling terbangun, terikat kencang di kursi kayu. Ia terkejut, panik, dan pucat. Pemandangan di depannya membuat ketakutannya memuncak: tubuh Xio Bai tersalib di dinding, penuh luka tusukan, sudah tak bernyawa karena kehabisan darah.
Ling Ling ingin menjerit, namun mulutnya tersumpal kain hingga kerongkongan. Di dekat jasad Xio Bai, ada tulisan yang dibuat menggunakan darahnya:
'Ini Hadiah untuk Ling Ling ku tersayang, semoga kau bahagia hahaha!'
Lin Pan tidak membunuh Ling Ling secara langsung. Ia memilih balas dendam paling sadis: membiarkan Ling Ling mati perlahan, terkurung, sambil menatap jasad selingkuhannya sendiri.
Apartemen itu telah dikunci rapat, cukup untuk bertahan satu bulan. Lin Pan juga telah menyiapkan rencana lain jika orang tua Ling Ling curiga: menggunakan ponsel Ling Ling untuk mengabarkan bahwa ia dan Ling Ling sedang pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan.
Lin Pan keluar dari apartemen setelah mengganti pakaian dan membersihkan semua barang bukti, termasuk sidik jari.
"Hahaha, lucu sekali wajahnya itu! Sampai-sampai aku ingin terus tertawa menerus, hahaha!" Lin Pan tertawa senang setelah melakukan tindakan gila itu.
Tiba-tiba, seorang pria dari lantai atas menjatuhkan sebuah tas berisi barbel.
DUGGH!
Lin Pan tertimpa tas itu dan ambruk. Tengkorak kepalanya pecah akibat benturan keras. Perlahan, matanya menutup. Ia mati mengenaskan setelah menghabisi tiga nyawa.
"J-Jika aku hidup kembali… aku tidak akan menjadi orang bodoh seperti ini lagi, dan aku akan menjadi seorang penguasa." Itulah perkataan terakhir Lin Pan sebelum menghembuskan napas terakhirnya.