NovelToon NovelToon
THE SECRET AFFAIR

THE SECRET AFFAIR

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Cintapertama
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Neon Light

Seharusnya kehidupan Serena sempurna memiliki kekasih tampan dan kaya serta mencintainya, dia semakin yakin bahwa cinta sejati itu nyata.


Namun takdir mempermainkannya ketika sebuah malam kelam menyeretnya ke dalam pelukan Nicolás Navarro—paman dari kekasihnya, pria dewasa yang dingin, berkuasa, dan telah menikah lewat perjodohan tanpa cinta.

Yang terjadi malam itu seharusnya terkubur dan terlupakan, tapi pria yang sudah memiliki istri itu justru terus menjeratnya dalam pusaran perselingkuhan yang harus dirahasiakan meski bukan kemauannya.

“Kau milikku, Serena. Aku tak peduli kau kekasih siapa. Malam itu sudah cukup untuk mengikatmu padaku... selamanya.”


Bagaimana hubungan Serena dengan kekasihnya? Lantas apakah Serena benar-benar akan terjerat dalam pusaran terlarang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neon Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

“Nicholas?” gumam Amora yang kembali menggercapkan matanya berkali-kali untuk melihat sosok yang ditakutinya itu tapi ternyata hanya halusinasinya saja. Dia pun segera berjalan kembali bersama bibinya.

Sementara itu di sisi para laki-laki. Antonio memecahkan keheningan saat Ricardo menatap istri dan anaknya. “Bagaimana kabar dengan Anda?”

Pria itu—Tuan Ricardo—teman masa kecil Antonio sekaligus teman koleganya, dia tertawa kecil, lalu merentangkan tangannya dengan percaya diri. “Seperti yang Anda lihat, teman lamaku. Masih sibuk, tapi bahagia melihat semuanya berjalan seperti yang diharapkan.”

Antonio membalas tawa ringan itu. “Selalu penuh energi seperti dulu.”

Ricardo mempersilakan Antonio untuk duduk di area khusus tamu kehormatan, seorang pria dengan setelan jas hitam pekat dan rambut tertata rapi ke belakang. Wajahnya memancarkan wibawa seorang lelaki yang sudah matang dalam bisnis.

“Ricardo! Tidak kusangka kamu bisa sehebat ini sekarang,” ujar pria itu dengan senyum lebar.

Ricardo menatapnya sejenak sebelum tertawa dan berdiri. “Julian Navarro! Sudah berapa tahun kita tidak bertemu? Kau tidak banyak berubah.”

Keduanya saling merangkul, seperti dua sahabat lama yang kembali dipertemukan oleh waktu. Setelah melepas pelukan, Ricardo memperkenalkan Julian kepada Antonio.

“Antonio, izinkan aku memperkenalkan temanku sejak masa kuliah, Julian Navarro. Kami pernah bekerja bersama sebelum aku pindah ke Spanyol.”

Julian menjabat tangan Antonio dengan ramah. “Senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan Anda. Ricardo sering sekali menyebut nama Anda dalam kisah bisnis lamanya.”

Antonio tersenyum sopan. “Kita semua hidup dari jaringan dan kenangan, bukan? Dunia bisnis ini kecil, kadang terlalu kecil.”

“Mana anak muda kesayangan kamu itu, hah?” tanya Ricardo sambil melirik sekeliling, seolah mencari sosok Nicholas.

Julian menghela napas kecil dan meneguk minumannya. “Dia tidak datang. Katanya masih ada urusan yang harus diselesaikan malam ini.”

“Oh begitu, ya tidak apa-apa,” balas Ricardo dengan nada maklum. “Anak muda memang sibuk. Oh ya, biar saya kenalkan dengan kolega saya.” Ricardo bangkit berdiri dan memberi isyarat kepada Antonio serta Wilton. “Mari, saya ingin kalian saling mengenal. Dunia ini kecil, siapa tahu besok kita bisa duduk di meja kerja yang sama.”

Antonio berdiri dan menjabat tangan Julian lebih erat kali ini. “Antonio Salvatierra. Senang bisa bertemu dengan Anda, Tuan Navarro.”

“Saya juga senang akhirnya bisa bertemu dengan Anda. Ricardo sudah sering menyebut nama Anda,” balas Julian dengan sopan.

“Dan ini Wilton, putra pertama Tuan Julian, benar?” sambung Ricardo menatap Wilton dan Julian tertawa membenarkannya.

Wilton tersenyum hangat dan mengulurkan tangan. “Sebuah kehormatan bisa berkenalan dengan Anda, Tuan Antonio.”

“Begitu pula dengan saya,” jawab Antonio ramah.

Obrolan mereka mengalir begitu alami. Setelah beberapa menit berbincang tentang acara malam itu, mereka beralih pada topik bisnis dan keluarga.

“Saya mendengar anak Anda, Gabriel, semakin matang dan cerdas dalam urusan bisnis,” ucap Ricardo dengan nada memuji, sambil menepuk bahu Wilton. “Di mana dia?”

“Oh, sebentar lagi dia akan datang, tadi dia pakai mobil sendiri katanya,” jawab Wilton.

“Oh ya ya,” jawab Ricardo.

Julian ikut menimpali dengan tawa kecil. “Gabriel itu punya bakat alami. Saya kira darah Wilton memang kuat. Kalau Nicholas punya sisi tenang dan analitis, Gabriel justru cepat tanggap dan berani mengambil keputusan.”

“Hebat sekali kedua anak Anda,” puji Antonio yang sejak tadi mendengarkan dengan penuh perhatian. “Keduanya pengusaha muda yang sukses. Semoga yang baru saja menikah cepat memiliki momongan.”

Julian tersenyum bangga. “Terima kasih. Saya memang sangat beruntung memiliki anak-anak yang berdedikasi. Untuk momongan, ya, semoga saja.”

Kemudian, dia balik bertanya dengan nada ringan, “Tuan Antonio, apakah Anda juga memiliki anak lelaki?”

Antonio menggeleng pelan sambil tersenyum. “Oh, tidak. Anak saya perempuan. Itu, dia sedang berdiri di dekat bibinya, memakai gaun hitam.”

Julian menoleh dan memperhatikan Serena yang tengah berbincang dengan beberapa wanita. Wajah gadis itu lembut dan anggun, penampilannya sederhana namun memikat. “Menakjubkan. Cantik sekali. Andai saja anak saya Nicholas belum menikah…” Julian berhenti sejenak, lalu melirik sahabatnya. “Oh, tapi masih ada cucu saya, bukan begitu, Wilton?”

Wilton tertawa ringan, menatap Antonio dengan nada bersahabat. “Wah, suatu kehormatan besar jika putri Anda bisa menjadi bagian dari keluarga Navarro.”

Antonio membalas tawa mereka dengan sopan. “Kalian berdua terlalu berlebihan. Tapi, kalau memang begitu, siapa yang tahu? Dunia ini penuh kejutan.”

“Sayangnya,” lanjut Wilton, “anak saya itu sudah punya kekasih. Ya, walaupun saya sendiri belum melihatnya. Anak muda zaman sekarang masih suka menjelajah.”

“Betul sekali,” sahut Antonio sambil tertawa bersama mereka. “Yang penting mereka bahagia dan bertanggung jawab.”

Suasana di antara mereka menjadi semakin akrab. Beberapa tamu lain sempat melirik ke arah meja tersebut, menyadari bahwa empat pebisnis berpengaruh itu sedang berbincang santai.

“Baiklah, silahkan kalian berbicang terlebih dahulu, saya ingin menyambut tamu lainnya,” ucap Ricardo sambil berdiri.

*

*

Serena merasa bosan, karena acara belum dimulai tetapi perbincangan mereka sangat membosankan, hanya berkutat pada isu sosialita dan ucapan para istri pebisnis lainnya.

Apalagi saat mengetahui mobil Gabriel mogok mengalami masalah, dia pun meminta izin pada bibinya untuk pergi sebentar. Dia memilih menenangkan diri dengan mengambil beberapa camilan terlebih dahulu, kemudian membawanya ke balkon yang hanya ada dirinya saja.

Serena menarik napasnya dalam-dalam dan tersenyum. Sebelum akhirnya dia menyuapkan sepotong kue berukuran sangat besar ke dalam mulutnya, dia mengunyah, membiarkan krim di sudut bibirnya.

Namun, Serena tersedak. Dia pun terbatuk dan hendak minum, tetapi dia lupa mengambil air. Beruntung, seseorang memberikannya segelas wine, dan dengan cepat dia meminumnya hingga tandas.

"Terima kasih," ucap Serena tanpa menyadari jika pria yang membantunya itu adalah Nicholas.

"Ceroboh," ucap Nicholas yang membuat Serena kembali menengok.

"Kau!" Serena langsung melihat ke kiri dan ke kanan, kebetulan balkon tersebut sepi. "Ternyata memang kau di sini."

"Kau senang?" tanya Nicholas seperti sebuah ledekan.

"Cih, senang? Apakah raut wajahku terlihat senang? Apakah nada suaraku terdengar senang?" Serena membalikkan badan dengan kesal.

"Coba kulihat lagi!" Nicholas langsung mendekat dan menarik pinggang Serena hingga jarak mereka begitu dekat.

"Ah, apa yang kau lakukan? Lepaskan!" Serena memberontak, tetapi Nicholas tetap memperhatikan wajahnya, terutama bibir yang terkena krim. "Tuan, sadarlah. Kau sudah memiliki istri, aku tak mau jika istrimu salah paham jika—"

Nicholas langsung membawa Serena tepat di balik dinding. Kini jarak mereka sangat dekat, hampir tanpa celah. "Apa kau sekarang sudah senang kita sudah tidak terlihat?"

Serena menatap Nicholas dengan canggung. "Kau keterlaluan. Apa kau tidak bisa membedakan mana senang dan takut?"

"Jadi, kau masih takut? Baiklah, aku akan membuatmu menjadi nyaman," ucap Nicholas. Dia langsung melumat krim yang ada di bibir Serena, menciumnya secara intens.

Serena terkejut dan membulatkan matanya. Dia hendak mendorong, tetapi sangat sulit, apalagi Nicholas kini mulai mencengkeram pinggangnya dengan lembut.

Ciuman Nicholas menjadi seperti hipnotis kuat yang membuatnya menyerah dan memejamkan mata, meskipun dia tidak membalas ciuman itu.

Namun, Nicholas langsung membuka matanya sedikit dan semakin semangat mencium bibir Serena, sambil menahan tengkuk lehernya.

Ciuman itu semakin dalam saat Nicholas merasakan lengan bajunya dicengkeram erat oleh Serena. Wanita itu tak memberontak, meskipun dia masih belum membalasnya. Tetapi, yang terpenting bagi Nicholas saat ini adalah mencoba menghapus jejak ciuman Gabriel di bibir Serena sore tadi di pantai.

To be continued…

1
Haris Saputra
Keren banget thor, semangat terus ya!
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya, trmksh🙏
total 1 replies
Nana Mina 26
Terima kasih telah menulis cerita yang menghibur, author.
riez onetwo
Ga nyangka sebagus ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!