Kiki seorang gadis desa yang sederhana memiliki kemauan untuk merubah hidupnya. Ia memutuskan pergi ke ibu kota dengan hanya berbekal tekadnya yang kuat.
Ibu kota dalam bayangannya adalah sebuah tempat yang mampu mengabulkan mimpi setiap orang nyatanya membuatnya harus berkali-kali menelan kekecewaan apalagi semenjak ia dipertemukan dengan seorang lelaki bernama Rio.
Apa yang terjadi dengan kehidupan Kiki dan Rio? apakah keinginginan Kiki akan terwujud?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephta Syani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 1
" Ku tunggu sampai besok. Jika kau tak mampu memberiku uang, maka kau tau apa yang akan kau terima sebagai balasannya." Ancam juragan Marta pada ibuku. Setelah puas, dia pergi meninggalkan rumah kami.
Aku hanya bisa menangis, ku peluk ibu yang menunduk dengan air mata berderai. Aku tahu, ibu merasa kalut mendengar perkataan juragan Marta. Namun kami tak bisa berkata apapun lagi.
***
Hari itu seakan menjadi hari paling buruk bagiku dan ibu. Aku harus mendengar kembali kemarahan juragan Marta dengan telingaku?
" tenanglah bu, kita pasti bisa keluar dari masalah ini."
Kiki adalah nama pemberian orang tuaku. Ayahku belum lama meninggal sehingga aku hanya tinggal berdua dengan ibuku. Kami tinggal disebuah desa terpencil. Hidup kami jauh dari kata sempurna namun aku masih bersyukur dengan keadaanku dan ibu.
Juragan Marta adalah orang yang terkenal kaya di desaku. Dia adalah seorang tuan tanah yang terkenal kejam. Sebenarnya kami tidak mau berurusan dengan dia. Namun aku dan ibu terpaksa menjalin hubungan dengan juragan marta saat ayah sakit.
"Maafkan ibu nak. Semoga besok kita bisa mengembalikan uang pada juragan Marta. Ibu tidak mau kau jadi korbannya. Ibu tak sudi jika kau harus d jadikan istri kelima juragan Marta nak. " air mata ibu semakin deras mengalir saat kata-kata itu meluncur dari bibirnya.
" Tak apa bu, insya alloh ada yang bisa kita lakukan. Alloh takkan membiarkan hambanya di uji diluar kemampuannya bu. " aku tersenyum memcoba menenangkan hati ibu. Ku peluk semakin erat wanita kuat yang ada dihadapanku itu.
Sejak ayah meninggal ibu jarang sekali tersenyum. Sepertinya bebannya sangat berat sehingga senyum indahnya seakan pergi.
" mari kita bersiap bu, sebentar lagi magrib. Kita sholat berjamaah saja." ku ajak ibu beranjak dari tempatnya.
Tak banyak penolakan dari ibu, dia pun mengikuti perintahku dan masuk ke kamarnya. Akupun masuk kamarku. Ku hempaskan tubuhku di kasur yang sudah tak empuk lagi itu. Ku tarik nafas kasar untuk membuang semua pikiran di hati.
" Apa yang harus ku lakukan ya Alloh? Bantulah hambaMu ini... " doaku dalam hati. Tak terasa bukir bening keluar dari sudut mataku. Segera ku usap dan akupun bangun untuk bersiap memanggil ibu.
***
Setelah selesai menunaikan sholat aku dan ibu berbincang diruang yang mungkin terlalu sederhana disebut sebagai ruang tamu bagi sebagian orang.
" ibu, apakah tanah kita bisa melunasi hutang kepada juragan Marta?
" sepertinya tidak nak, sebidang sawah dan kebun yang kita miliki mungkin masih kurang untuk uang sejumlah itu. Karena juragan Marta selalu menekan harga jual tanah disini. "
" namun kita bisa coba bu, bagaimana kalau besok kita temua juragan Marta. Jika masih kurang kita berikan saja rumah dan tanah ini juga sebagai tambahannya. "
" lalu kita akan tinggal dimana nak? Ibu tak punya lagi tempat untuk kita tinggal. " ibu seakan semakin sedih dengan perkataanku.
" kita pergi saja bu dari desa ini. Kita ke kota. Aku akan bekerja disana. Kita mengontrak disana. "
" apakah kau punya uang nak? Kita memerlukan uang untuk bisa tinggal disana. Darimana kita mencari uang lagi, sekarang saja kita sudah bingung. "
" aku ada sedikit uang tabungan bu, insya alloh akan cukup untuk ongkos kita ke kota dan mencari kontrakan disana. "
" tapi nak.... "
" insya alloh kita akan baik- baik saja bu. Besok kita temui juragan Marta supaya kita bisa segera pergi dari sini bu. Sejujurnya aku tak sudi jika harus menjadi istri juragan Marta. "