NovelToon NovelToon
Shadows In Motion

Shadows In Motion

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: KiboyGemoy!

Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

Suara hentakan kaki terdengar jelas, menggema di seluruh ruangan. Keringat menetes deras, jatuh membasahi lantai, terasa hangat dan nyata. Deru napas yang semakin cepat membuat dada terasa sesak, seolah paru-paru memohon jeda.

Ruangan itu cukup luas, dengan cermin besar di salah satu sisinya yang memantulkan bayangan tubuhnya yang tengah menari—liar, lepas, dan penuh emosi.

Beberapa hentakan terakhir diiringi gerakan yang semakin lambat, hingga akhirnya ia jatuh duduk di lantai, napas terengah, dada naik turun mencari irama yang tenang.

Dia adalah Arayana Aqeela. Menari adalah salah satu hobinya, lebih dari itu, menari adalah pelariannya. Saat stres melanda, saat emosi menumpuk, Club Dance menjadi tempat tujuannya. Di sana, ia bisa bergerak sebebasnya, melampiaskan kekesalan dan amarah yang tak bisa ia ucapkan dengan kata-kata.

“Jangan pernah memanggilku, Ibu! Aku tidak sudi!” 

“Sebaiknya kamu pergi dari sini! Menjauhlah!”

Arayana perlahan berdiri dari duduknya. Kakinya melangkah pelan menuju kaca besar yang mendominasi sisi ruangan. Tatapannya terpaku pada pantulan dirinya sendiri—wajah yang terlihat lelah, kacau, dan nyaris tak ia kenali.

Tangannya terangkat pelan, menyentuh permukaan cermin seakan ingin menyentuh wajahnya sendiri, mencoba meyakinkan bahwa itu benar dirinya—gadis yang sedang rapuh.

Bibirnya sedikit terbuka, seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun tak ada suara yang keluar. Hanya keheningan yang menggantung di antara detak jantungnya yang belum sepenuhnya tenang.

Salah satu tangannya terangkat, menyibakkan rambut panjangnya ke belakang dengan gerakan lembut. Ia menatap dirinya sekali lagi—mencoba mencari kekuatan dalam pantulan yang retak.

“Araya!”

Segera Araya berbalik.

“Naya?” ucapnya sedikit terkejut.

Araya mulai melangkah ke arah pintu di mana Naya berdiri dengan senyum yang sudah mengembang ke arahnya.

“Apa yang kamu lakukan di sini?”

Bukannya menjawab Naya malah berhambur dalam pelukan Araya yang hanya diam dalam kebingungan sesaat.

“Naya apa yang kamu lakukan, lepas!” ucap Araya, terdengar datar. Karena begitulah cara gadis itu berbicara.

Naya semakin mengeratkan pelukannya saat mendengar ucapan Araya.

“Aku tau kamu pasti butuh dekapan.” Naya perlahan melepas pelukannya. Ia menatap Araya lekat. “Jangan sok kuat Nayara,” ucapnya kemudian kembali memeluk Araya yang hanya diam.

(╥﹏╥)

Setelah berpelukan selama beberapa menit, Araya dan Naya akhirnya turun ke bawah, bersiap untuk pulang bersama. Meski begitu, Araya masih diliputi kebingungan—ia sendiri belum tahu harus pulang ke mana.

“Araya, kamu boleh tinggal di rumah aku untuk sementara waktu. Aku tahu pasti kamu sedang mencari tempat tinggal, kan?” ucap Naya dengan suara lembut.

Araya menoleh ke arah Naya. Keningnya berkerut penuh tanya.

“Bagaimana kamu bisa tahu?” tanyanya heran.

Setahunya, ia belum pernah menceritakan apa pun soal masalah yang terjadi antara dirinya dan ibunya. Lalu, bagaimana bisa Naya seolah begitu mengerti keadaannya?

Langkah mereka terhenti. Kini, kedua gadis itu saling berhadapan, dalam diam yang dipenuhi oleh rasa peduli dan kehangatan.

Naya mencoba tersenyum, meskipun sedikit canggung.

“Araya, aku sahabat kamu. Wajar kan, kalau aku tahu saat kamu lagi nggak baik-baik aja?”

“Iya. Tapi aku bertanya-tanya bagaimana kamu tau kalau aku sedang mencari tempat tinggal?”

Naya tersenyum, menarik kedua tangan Araya dengan penuh hati-hati. “Araya, kamu percaya kan sama aku?”

“Devan?” ucap Araya begitu saja.

Devan adalah kekasih Araya, mereka berpacaran belum cukup lima bulan. Bukan hal biasa lagi bagi Araya jika Naya tau segala tentangnya. Karena Devan pasti akan menceritakannya pada Naya, semuanya tanpa terkecuali.

Naya mengangguk namun dengan cepat ia berkata, “Araya, jangan salah paham. Aku sama Devan tidak ada hubungan apa-apa. Dia menceritakan semuanya padaku agar aku bisa menenangkanmu,” ucapnya tanpa jeda hingga kesulitan menarik napas.

Araya menghela napas.

“Naya, untuk apa menjelaskannya. Aku sama sekali tidak salah paham,” ucap Araya tenang.

Mendengar hal itu Naya merasa lega.

“Syukurlah.”

Keduanya pun kembali melangkah. Namun, bslum cukup beberapa langkah Naya kembali membuka suara.

“Aku iri deh sama kamu.” Araya menoleh sejenak ke arah Naya.

“Bisa dapetin pacar kayak Devan. Pengertian dan juga sayang sama kamu, aku kapan, yah?” lanjutnya.

Araya tersenyum tipis. “Aku yakin kamu pasti bakal dapat,” ucapnya.

Naya terkekeh ringan. “Yah, kalau ada,” ucapnya sedikit menyenggol bahu Araya.

(ᗒᗩᗕ)

Setelah berpikir panjang, akhirnya Araya memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Naya. Kebetulan, Naya memang tinggal sendirian—kedua orang tuanya sedang berada di luar negeri untuk mengurus bisnis keluarga.

“Araya, pakailah piyamaku,” ucap Naya sambil menyerahkan sepasang piyama bersih.

Araya menerimanya dengan anggukan kecil. “Makasih,” ujarnya pelan, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk berganti pakaian.

Beberapa menit kemudian, setelah Araya keluar dengan pakaian bersih, Naya pun masuk ke kamar mandi untuk berganti.

Sementara menunggu, Araya duduk di tepi ranjang. Ia meraih ponselnya yang terletak di atas meja kecil di samping tempat tidur milik Naya. Jari-jarinya dengan ragu membuka aplikasi chat.

Send to Devan.

Kenapa kamu menceritakannya pada, Naya, Devan?

Bukankah sudah kukatakan jangan memberitahunya?

Usai mengirim pesan pada Devan, Araya mematikan ponselnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang milik Naya.

Ceklek.

“Oh, ya, Araya. Di kelas kita bakal ada siswa baru loh,” ucap Naya sambil berjalan ke arah meja rias.

Araya tidak menjawab, dia hanya diam. Jujur saja Araya bingung harus menjawab apa. Itulah kelemahannya, susah mengutarakan sesuatu untuk dikatakan pada orang lain.

Selesai mengeringkan rambutnya Naya berjalan ke arah Araya yang hanya diam. “Katanya dia pindahan dari SMA BANGSA JAYA, sekolah populer diantara sekolah lainnya,” ucapnya kemudian duduk di tepi ranjang.

“Aku bertanya-tanya untuk apa dia pindah ke sekolah kita. Padahal sekolah dia adalah sekolah incaran,” lanjutnya.

“Mungkin saja dia melanggar peraturan,” jawab Araya.

Naya mengangguk, ada benarnya juga. Kebanyakan sih seperti itu. Apalagi murid barunya seorang siswa, tidak ada keraguan untuk berpikir bahwa pemuda itu pasti telah melanggar.

“Benar juga. Tapi kita nga boleh berpikir ke sana dulu. Besok kita lihat seperti apa tampangnya,” ucap Naya dengan semangat.

(╥﹏╥)

Keesokan harinya, Araya dan Naya sudah berdiri di depan pagar sekolah, menunggu kedatangan Devan.

“Araya, kok Devan belum datang juga, ya? Udah beberapa menit ini,” ujar Naya sambil celingak-celinguk ke arah jalan.

Araya mengecek ponselnya. Ia menghela napas pelan karena satupun pesannya belum dibaca maupun dibalas.

“Aku nggak tahu. Chat-ku—”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Naya sudah memotong.

“Oh, Devan udah mau sampai. Katanya tadi mampir sebentar ke toko donat,” ucap Naya santai sambil menoleh ke Araya. Ia lalu mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku seragamnya.

“Oh,” sahut Araya, terdengar berat.

Beberapa menit kemudian, Devan datang menghampiri mereka. Tanpa banyak bicara, ia langsung menyodorkan sekotak donat ke arah Naya. Gadis itu menerimanya dengan senyum lebar.

“Makasih, Dev. Nggak nyangka kamu beliin donat yang aku minta,” ucap Naya riang.

“Sama-sama,” jawab Devan singkat.

Naya menoleh ke arah Araya, yang berdiri kaku di sampingnya. Dengan cepat gadis itu membuka suara agar sahabatnya itu tidak salah paham.

“Araya, jangan salah paham. Aku hanya bercanda meminta donat pada Devan, tidak tahunya dia—”

“Sudahlah. Lagipula hanya sekotak donat.” Potong Devan.

“Tapi, Devan. Aku ngga enak, lagipula kenapa kamu belinya hanya satu sih!” ucap Naya kesal.

“Karena kamu yang minta. Bagaimana caranya aku membeli untuk Araya kalau dia saja tidak meminta apa-apa?” ucap Devan santai.

Araya mengangguk pelan. “Ngga papa, Naya. Itu bukan masalah,” jawab Araya.

Devan berjalan ke arah Araya kemudian menggenggam tangan gadis itu. “Aku suka saat kamu berpikir dewasa,” ucap Devan senyum pada Araya.

Kemudian pemuda itu memeluk Araya. “Pasti beratkan? Maafkan aku yang tidak bisa datang untuk menghiburmu,” ucap Devan lembut.

Araya membalas pelukan kekasihnya. “Tidak apa-apa, Dev. Lagipula Naya datang kok.”

“Benarkah?” Devan melirik ke arah Naya.

Araya mengangguk, ada sedikit rasa terharu dalam dirinya mendapatkan perhatian sang kekasih.

“Tetap kuat, yah? Aku akan membantumu untuk mencari tempat tinggal,” ucap Devan semakin mengeratkan pelukannya.

1
Alexander
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
Kiboy: semoga betah😊
total 1 replies
Mèo con
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
Kiboy: aaa makasih banyakk, semoga seterusnya seperti itu ಥ⁠‿⁠ಥ
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!