Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 01
...***...
Kata "Sah" menggema memenuhi udara di dalam ruangan tertutup, di sebuah hotel mewah bintang lima. Safira tersentak dari lamunannya, setitik airmata menetes di pipi, dan mendadak dadanya terasa sesak, seolah dihantam beban yang sangat berat.
Pernikahannya dengan Bastian terasa sunyi dan sepi, tanpa kehadiran sanak keluarga yang mendampinginya. Bahkan, hakim yang bertindak sebagai wali nikahnya, karena Safira memanglah seorang yatim piatu.
Akad nikah yang dilaksanakan di ruangan tertutup itu, hanya dihadiri oleh keluarga inti sang mempelai pria, dan Safira mengenakan penutup wajah, mengingat bahwa dirinya, HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI.
Safira menundukkan kepala, mencoba untuk menyembunyikan airmatanya. Dia merasa sedih, karena tidak memiliki siapa-siapa, dan tidak ada keluarga yang bisa dia andalkan.
Safira mengambil napas dalam-dalam, berusaha untuk mengendalikan perasaannya. Dia tidak ingin mengecewakan Tuan Bastian atasannya, yang kini telah sah di mata hukum dan agama sebagai suaminya.
Pak penghulu kemudian melantunkan doa agar kedua mempelai diberikan keberkahan dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Lalu meminta kedua mempelai untuk menandatangani buku nikah, dilanjutkan dengan penyematan cincin di jari manis masing-masing. Safira mencium takzim punggung tangan suaminya, setelah itu Bastian memegang pucuk kepala Safira.
"Assalamu'alaikum, Safira... istriku," sapa Bastian lembut dengan tersenyum teduh.
Kemudian dia membacakan doa, lalu meniupkannya di atas ubun-ubun Safira. Selanjutnya dengan gugup Bastian mengecup kening wanita yang telah menjadi istrinya itu.
"Wa-wa'alaikumsalam, T-tuan Su-suami," jawab Safira terbata.
Safira juga merasakan hal yang sama, ketika Bastian mengecup keningnya. Begitu gugup dan merasa bersalah karena tidak seharusnya dia yang berada di posisi ini. Dia memandang Bastian dengan perasaan yang berkecamuk, membayangkan bagaimana kehidupan pernikahannya nanti.
Pak penghulu tersenyum dan mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. "Selamat untuk kalian berdua, sekarang kalian telah sah menjadi suami istri. Semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah, aamiin," ucapnya, kemudian pamit undur diri setelah menyelesaikan tugasnya.
Selesai melaksanakan ijab kabul kedua mempelai kemudian menghampiri kedua orangtua Bastian untuk melakukan sungkeman dan memohon doa restu.
Ketika tiba giliran Safira yang akan melakukan sungkem kepada Nyonya Hanum, selaku ibu mertuanya, serta-merta wanita yang berpenampilan elegan itu, menariknya seolah memeluk dirinya sambil berbisik,
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan." Nyonya Hanum berbisik sambil menyeringai.
"Saya terpaksa menyetujui pernikahan ini, hanya untuk menghindarkan keluarga kami dari rasa malu. Tapi sedikitpun saya tidak akan mengucapkan terima kasih padamu, karena kamu bukanlah siapa-siapa. Camkan itu, wanita kampung!" lanjut Nyonya Hanum dengan penuh penekanan.
Safira terkesiap mendengar perkataan Nyonya Hanum yang seperti sengaja ingin menjatuhkan mentalnya. Ia begitu terpukul dan terluka oleh kata-kata yang begitu kasar dan menyakitkan. Hatinya seolah tersayat sembilu, yang membuatnya merasakan nyeri luar biasa bahkan kesulitan untuk sekedar bernapas.
Pelupuk mata Safira mulai menggenang, tetapi ia berusaha untuk tidak mengeluarkan airmata di depan Nyonya Hanum. Dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya pada sosok wanita di hadapannya, yang telah menyakiti hatinya begitu dalam. Safira hanya mampu menunduk tanpa ingin bertatap mata dengan wanita yang kini telah menjadi ibu mertuanya.
Safira mengangkat kepalanya saat Bastian memegang tangannya, lantas menggenggamnya dengan erat. Pandangan mereka bertemu, dan pria itu tersenyum menawan, tetapi Safira hanya terdiam, lalu mengalihkan pandangan pada tangannya yang berada dalam genggaman sang suami.
Bastian membantu Safira berdiri dan membawanya menuju ballroom, tempat di mana keluarga juga teman-temannya telah menunggu untuk memberikan ucapan selamat. Suasana di ballroom tampak meriah dengan tepuk tangan yang menggema ke seluruh ruangan, mengiringi langkah kedua mempelai menuju pelaminan.
Para tamu undangan bergantian memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai. Safira merasa lega karena memakai penutup wajah sebagai syarat pernikahannya, sehingga tidak ada yang mengenali dirinya. Dia tidak ingin ada yang mengetahui identitasnya, karena dia merasa HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI.
Safira berusaha untuk tetap tersenyum, dan mengucapkan terima kasih kepada para tamu undangan yang datang. Dia merasa sedikit tidak nyaman dengan semua perhatian yang diberikan kepadanya.
Di sisi lain, Bastian tampak sangat bahagia dan percaya diri. Dia tersenyum lebar dan menyambut para tamu undangan dengan antusias, sambil memeluk pinggang Safira erat. Namun Safira merasa tidak nyaman dengan pelukan tersebut. Akan tetapi, dia tidak ingin membuat Bastian merasa kecewa. Maka dari itu dia berusaha untuk tidak menunjukkan perasaannya.
"Apa kamu lelah, Fir?" tanya Bastian sambil menatap Safira dengan tatapan lembut.
Safira hanya mengangguk, sungguh ia merasakan penekanan yang sangat luar biasa. Dia bisa melihat Nyonya Hanum yang terus memberikan tatapan penuh intimidasi kepadanya, berbeda dengan Tuan Gustav yang terlihat lebih ramah.
"Ya sudah. Ayo, aku antar kamu ke kamar!" ajak Bastian kemudian.
Safira tidak menjawab, meski dia merasa bingung kamar siapa yang dimaksud. Dan dia hanya menurut ketika pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu, terus menggandeng tangannya selama perjalanan menuju ke kamar mereka.
Dan begitu sampai di dalam kamar, Safira tampak tertegun melihat tempat tidur yang dipenuhi hiasan dan kelopak bunga mawar merah.
"Ini kamar kita, kamu bisa tidur di tempat yang kamu sukai. Buatlah dirimu rileks dan jangan memikirkan apapun!" ucap Bastian penuh perhatian.
"Apa tidak sebaiknya saya beristirahat di kamar saya saja, Tuan?" tanya Safira memberanikan diri.
"Tidak, kamu sekarang adalah istriku, tanggungjawabku, dan tempatmu berada bersamaku. Tolong... menurut lah, Safira!" mohon Bastian seraya meraih tangan Safira, lalu memberikan kecupan lembut, yang membuat Safira merasakan desiran halus di dadanya.
"Dan mengenai sikap Mami, kamu jangan khawatir. Aku akan melindungimu jika beliau ingin berbuat tidak baik padamu!" tegas Bastian.
"Maafkan aku, Safira. Jika aku menggunakan kesempatan ini untuk memilikimu. Maafkan aku yang egois ini. Tidakkah kamu tahu, bahwa selama ini aku begitu mengagumimu bahkan sangat mencintaimu? Dan selagi ada kesempatan, maka aku tidak akan menyia-nyiakannya." Sayangnya kalimat itu hanya mampu Bastian ucapkan di dalam hati saja.
Bastian tidak memungkiri bahwa dia memang memendam perasaan pada sekretarisnya itu sejak lama, bahkan mungkin sejak Safira menjadi karyawan magang di perusahaannya. Seorang gadis sederhana nan bersahaja dan juga pekerja keras. Akan tetapi yang namanya jatuh cinta bisa pada siapa saja bukan?
Meskipun Bastian sadar bahwa perasaannya itu salah, sebab pada saat itu dia telah bertunangan dengan Farah Dilla, gadis cantik nan ceria meskipun belum ada cinta di hatinya. Bastian memang sangat menyayangi Farah, sehingga dirinya tak bisa menolak perjodohan itu. Kedua orangtua mereka bersahabat, dan sepakat menjodohkan anak-anak mereka bahkan dari mereka masih kecil.
"Tidurlah...! Aku keluar dulu, ya. Jangan membuka pintu jika ada yang mengetuknya! Aku membawa kunci sendiri. Kamu mengerti kan?" ucap Bastian.
Safira hanya mengangguk, tanpa mengucapkan sepatah kata. Setelah memastikan bahwa Bastian benar-benar sudah pergi, ia lalu menghadap ke arah cermin. Dilepasnya kain yang menutupi sebagian wajahnya dan menatap pantulan dirinya di sana.
Safira tersenyum kecut menyadari nasib dirinya kini. Dia bukan tidak tahu jika atasannya itu menyimpan perasaan untuknya. Akan tetapi, selama ini dia selalu membentengi dirinya agar tidak terjebak dalam hubungan yang rumit, dan kini....
***
Bersambung....
*
*
*
Masih dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, moms mengucapkan, "Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir& dan batin."
Selamat datang di cerita receh Moms TZ. Kali ini Moms akan menyuguhkan cerita tentang poligami, menurut sudut pandang author. Dan setting cerita pada tahun sembilan puluhan, ya gaes
Semoga kalian suka dengan jalan ceritanya...
BAGI YANG TIDAK SUKA, SILAKAN SKIP DAN JANGAN MENINGGALKAN JEJAK LIKE ATAU APAPUN...!!!
KARENA JARI ANDA MENENTUKAN NASIB AUTHOR SELANJUTNYA.
JADI, TOLONG JANGAN MEMBERIKAN RATING BURUK...!!!
Takut banget kalau Bastian tetap harus menikahi Farah.
Semoga Bastian bisa tegas dan Safira enggak menyerah dengan pernikahan mereka😔😔