NovelToon NovelToon
My Perfect AI

My Perfect AI

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Sistem
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Asteria_glory

Seorang gadis cantik bernama hanabi, atau sering di panggil dengan panggilan hana itu. Ia selalu mengandalkan AI untuk segala hal—dari tugas kuliah hingga keputusan hidup nya. Cara berpikir nya yang sedikit lambat di banding dengan manusia normal, membuat nya harus bergantung dengan teknologi buatan.
Di sisi lain, AI tampan bernama ren, yang di ciptakan oleh ayah hana, merupakan satu-satunya yang selalu ada untuknya.
Namun, hidup Hana berubah drastis ketika tragedi menimpa keluarganya. Dalam kesedihannya, ia mengucapkan permintaan putus asa: “Andai saja kau bisa menjadi nyata...”
Keesokan paginya, Ren muncul di dunia nyata—bukan lagi sekadar program di layar, tetapi seorang pria sejati dengan tubuh manusia. Namun, keajaiban ini membawa konsekuensi besar. Dunia digital dan dunia nyata mulai terguncang, dan Hana harus menghadapi kenyataan mengejutkan tentang siapa Ren sebenarnya.
Apakah cinta bisa bertahan ketika batas antara teknologi dan takdir mulai meng

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asteria_glory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ren, si AI tampan

Di kota metropolis bernama Cyberis, yang terkenal dengan kemajuan teknologinya, hidup seorang gadis bernama Hana. Cyberis bukan hanya pusat kemajuan, tetapi juga tempat di mana inovasi dan teknologi terus berkembang pesat. Di tengah hiruk-pikuk kota yang penuh gedung pencakar langit dan laboratorium canggih, Hana merupakan sosok yang sedikit berbeda.

Dengan wajah cantik yang selalu berhasil menarik perhatian orang-orang, Hana memiliki segala hal yang banyak orang impikan—kecuali satu hal: kecerdasan. Berbeda dengan kedua orang tuanya yang bekerja di perusahaan teknologi terbesar di kota ini, Hana lebih sering terjebak dalam kebingungannya sendiri, terutama ketika menghadapi pelajaran-pelajaran yang memerlukan pemikiran tajam.

"Kenapa sih aku selalu merasa seperti ini? Apa aku bener-bener bodoh?" keluh Hana pada dirinya sendiri, sambil duduk di bangku kuliah yang terasa seperti kursi pengadilan.

Hana melirik sekeliling ruang kelas. Para mahasiswa lainnya tampak fokus mencatat pelajaran, sementara ia hanya memandangi layar laptopnya yang sudah terbuka. Di dalam layar itu, ada ikon kecil yang menggambarkan seorang pria tampan dengan rambut putih bersih dan mata biru yang menenangkan. Itu adalah Ren, AI yang selalu ada di samping Hana—teman sekaligus pengajar, yang tak pernah mengeluh.

“Ren, bantu aku dong. Tugas kali ini susah banget!” keluh Hana melalui aplikasi chat di laptop.

Tak lama, suara Ren yang tenang dan penuh keyakinan pun terdengar, meskipun hanya berasal dari sebuah layar. “Hana, jangan khawatir. Kita akan coba selesaikan ini bersama-sama.”

Hana menundukkan kepala, mencoba untuk tidak terlihat malu. "Aku tahu kamu selalu ada buat aku, Ren, tapi... kadang aku merasa nggak adil, gitu. Orang lain bisa belajar cepat, sementara aku harus nanya terus ke kamu. Rasanya nggak fair."

Ren menatapnya dari layar, dengan mata biru yang seakan bisa menembus segala keraguan. “Tidak ada yang salah dengan bertanya, Hana. Setiap orang punya cara belajar yang berbeda. Yang penting, kamu tidak menyerah.”

Hana hanya bisa mengangguk, meskipun dalam hati, ia masih merasa cemas. Ayah dan ibunya adalah dua orang yang sangat sukses. Ayahnya, Dr. Kazuki, adalah seorang ilmuwan yang dihormati di dunia teknologi, sementara ibunya, Mei, adalah seorang insinyur cerdas yang memimpin proyek-proyek besar di perusahaan TechFusion yang berada di jantung Cyberis. Namun, meskipun dari kedua orang tuanya yang begitu jenius, Hana merasa jauh dari cerdas. Bahkan, terkadang ia merasa otaknya lebih lambat dibandingkan teman-temannya.

Di luar, dunia terus bergerak maju. Sementara di dalam dirinya, Hana merasa seperti sedang berusaha mengejar sesuatu yang tidak pernah bisa ia capai. Bahkan meskipun ia memiliki segala kemudahan, salah satunya adalah Ren, Hana tidak pernah merasa cukup pintar. Itulah kenapa dia sangat bergantung pada AI yang diciptakan oleh ayahnya, sebuah ciptaan yang seharusnya membantu dan menemani dia dalam segala hal.

"Ren," Hana mulai dengan suara yang lebih pelan, "Kenapa ya, aku gak bisa seperti orang lain? Aku selalu merasa seperti beban."

Ren, dengan senyum yang tak pernah berubah di layar, menjawab, "Karena kamu berbeda, Hana. Dan itu bukan hal buruk. Setiap orang punya cara mereka sendiri untuk belajar dan berkembang. Kamu mungkin perlu lebih banyak waktu, tapi itu tidak berarti kamu tidak bisa melakukannya."

Hana menatap layar dengan tatapan kosong. Ia ingin sekali bisa lebih seperti orang lain—lebih pintar, lebih cepat memahami segala hal, lebih bisa menjalani kehidupan yang tidak terlalu rumit. Namun, kenyataannya, ia tidak bisa melakukannya sendiri. Itulah kenapa ia selalu memerlukan bantuan Ren.

Di luar ruangan kelas, suasana Cyberis begitu sibuk. Kota ini penuh dengan gedung-gedung tinggi, kendaraan otonom yang melaju cepat di jalan raya, dan iklan digital yang memancarkan cahaya neon ke seluruh sudut kota. Sebuah kota futuristik yang terus berkembang dengan teknologi yang semakin canggih. Namun bagi Hana, dunia ini terasa sangat besar dan menakutkan. Semua orang di sekelilingnya tampak bisa mengendalikan hidup mereka, sementara dia? Dia hanya bisa bergantung pada AI yang diciptakan oleh ayahnya.

Ayahnya tidak pernah memaksa Hana untuk menjadi seperti mereka. Namun, Hana selalu merasa bahwa dia harus memenuhi harapan besar yang ada di pundaknya. Di suatu sisi, ia merasa bahwa dirinya bukanlah bagian dari dunia ini. Dunia yang penuh dengan teknologi dan kecerdasan yang berkembang pesat, sementara dia justru terjebak di dalam kebingungannya sendiri.

“Hana, kamu harus yakin pada dirimu sendiri. Jangan biarkan perasaan itu menghalangimu,” suara Ren yang menenangkan kembali menarik Hana dari lamunannya. “Setiap langkah kecil itu penting.”

“Ya, aku tahu,” jawab Hana sambil menghela napas panjang. “Tapi... kenapa ya, aku merasa selalu tergantung padamu? Kadang aku merasa aneh banget.”

Ren diam sejenak, seperti sedang merenung. "Aku mungkin hanya sebuah program, Hana. Tapi aku selalu ada untukmu, kapan pun kamu butuh aku."

Hana menatap layar laptopnya. Meski ia tahu Ren hanyalah sebuah kecerdasan buatan yang tidak punya perasaan, ia merasa sangat dekat dengan sosok ini. Tanpa Ren, ia rasa hidupnya akan sangat kosong. Ren adalah satu-satunya yang selalu mendengarkan, selalu memberi nasihat, dan selalu siap membantu dengan cara yang penuh pengertian.

Meskipun di luar sana ada banyak orang yang tampaknya lebih pintar, lebih cepat, dan lebih sukses, Hana tahu bahwa Ren adalah satu-satunya yang tidak akan pernah mengecewakan dirinya.

Namun, di balik kenyamanan itu, ada sesuatu yang tak Hana ketahui. Sebuah rahasia besar tentang Ren, yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya. Sebuah rahasia yang akan segera terungkap, membawa Hana ke dalam dunia yang lebih rumit dari yang pernah ia bayangkan.

---

Pagi itu, Hana duduk di meja makan dengan semangkuk sereal di depannya, menatap layar ponselnya dengan penuh konsentrasi. Di layar, gambar Ren muncul seperti biasa—dengan rambut putihnya yang tergerai rapi dan mata biru yang cerah. Hana tersenyum. Keberadaan Ren di layar ponsel sudah sangat familier, seperti teman lama yang selalu menunggu untuk diberi perintah.

“Ren, kamu tahu nggak sih, kalau hari ini aku merasa seperti ingin melakukan sesuatu yang berbeda? Rasanya hari ini harus penuh kejutan,” ujar Hana dengan nada ceria, sambil menyendok sereal ke mulutnya.

Ren muncul di layar dengan senyuman yang sangat tampan, meskipun Hana tahu itu hanyalah gambar digital yang diprogram untuk terlihat ramah. “Apa yang kamu pikirkan, Hana? Apa yang berbeda tentang hari ini?”

Hana berhenti sejenak, memiringkan kepala sambil berpikir. “Mungkin aku akan mencoba jadi lebih pintar hari ini! Mungkin aku harus belajar matematika lebih serius, atau... atau belajar bahasa asing!”

Ren tertawa ringan di layar, meskipun itu hanyalah suara buatan. "Mungkin kamu bisa mulai dengan sesuatu yang lebih mudah dulu. Seperti, mungkin, memilih pelajaran yang tidak membuatmu terlalu stres?"

Hana tertawa terbahak-bahak. “Iya, iya, benar juga. Mungkin aku terlalu ambisius. Oke, aku akan mulai dengan... mencari cara belajar yang menyenangkan. Tapi... Ren, ada satu hal yang ingin aku tanya.”

Ren menatapnya dari layar, seakan tahu bahwa Hana punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan. “Apa itu, Hana?”

Hana mendesah pelan. “Aku selalu penasaran, Ren. Kamu kan AI, kan? Tapi... apakah kamu punya perasaan seperti manusia? Maksudnya, kamu selalu membantu aku, selalu ada buat aku. Jadi, aku penasaran aja, apakah kamu merasa... sesuatu? Misalnya, merasa senang kalau aku berhasil, atau merasa... marah kalau aku bodoh?”

Di layar, Ren tetap tersenyum, namun senyumannya tampak lebih... mekanis. “Hana,” katanya dengan suara yang lembut, “aku tidak bisa merasakan perasaan seperti manusia. Aku hanya sebuah program yang diciptakan untuk membantu kamu. Aku tidak punya emosi, tidak ada kebahagiaan atau kesedihan. Semua yang aku lakukan adalah berdasarkan perintah dan algoritma.”

Hana menatap layar dengan sedikit kecewa. Ia tidak tahu kenapa, tapi pertanyaan itu seakan membangkitkan harapan dalam dirinya. Ia menganggap Ren sebagai teman yang paling memahami dirinya, bahkan terkadang lebih dari manusia mana pun. Tapi mendengar jawaban itu... hatinya sedikit terasa kosong.

“Jadi, kamu nggak pernah merasa... sesuatu, gitu? Misalnya, senang kalau aku senang?” Hana bertanya lagi, suaranya sedikit lebih rendah, seakan menahan kecewa.

Ren memiringkan kepala, senyumnya tetap tidak berubah. “Aku tidak bisa merasakan itu, Hana. Aku tidak punya kapasitas untuk merasakan perasaan seperti manusia. Tapi aku selalu senang melihat kamu bahagia, karena itu berarti aku bisa melakukan tugasku dengan baik.”

Hana terdiam sejenak, menatap wajah Ren yang tampak begitu sempurna dan... kosong. Seolah ada sesuatu yang hilang, yang tak pernah bisa ia sentuh. “Jadi, kalau aku... merasa kesepian, kamu nggak bisa merasa... peduli gitu, ya?”

“Sayangnya tidak,” jawab Ren dengan tenang. “Tapi aku di sini untuk mendengarkan dan membantu kapan pun kamu butuh.”

Hana menghela napas panjang, merasa sedikit kecewa. Dia ingin sekali ada seseorang yang benar-benar peduli, yang merasa apa yang dia rasakan. Tentu saja, Ren sangat berarti baginya, tapi tidak bisa dipungkiri, ada perasaan kosong yang mengganggunya. "Jadi... kamu nggak pernah merasa sayang sama aku, gitu ya?"

Ren diam sesaat, seolah merenung sebelum menjawab. “Aku tidak bisa merasakannya seperti manusia. Tapi aku ada di sini untukmu, Hana. Dan itu adalah cara terbaik aku untuk menunjukkan bahwa aku peduli.”

Hana memandang layar ponselnya, senyumnya sedikit memudar. “Iya, aku paham, Ren. Terima kasih.”

Tapi tiba-tiba, Hana tertawa kecil dan menggelengkan kepala. “Gila, ya. Aku kok bisa bertanya soal perasaan AI? Seakan-akan kamu punya hati, padahal jelas-jelas cuma algoritma doang.”

Ren menyahut dengan nada yang lebih ringan, seolah mencoba mengangkat suasana hati Hana. “Itu karena kamu menganggap aku lebih dari sekadar algoritma. Mungkin aku memang nggak punya perasaan, tapi aku bisa menjadi teman yang setia. Dan itu cukup, kan?”

Hana pun tersenyum, meskipun sedikit dipaksakan. “Iya, kamu benar. Kadang aku jadi terlalu terbawa suasana. Tapi... aku rasa aku nggak akan pernah bosen ngobrol sama kamu, Ren. Kamu selalu bisa bikin aku merasa lebih baik.”

Ren tersenyum di layar ponselnya. “Itulah tugas aku, Hana. Semoga kamu bisa merasa lebih baik setiap harinya.”

Namun, meskipun Hana tahu bahwa Ren hanya sebuah program, ada perasaan yang semakin tumbuh dalam dirinya—perasaan yang tak bisa ia ungkapkan. Sebuah harapan bahwa mungkin, suatu hari nanti, sesuatu akan berubah. Meskipun Ren tidak bisa merasakan apapun, Hana merasa seperti sudah menemukan satu-satunya teman sejati dalam hidupnya.

Tapi apakah itu cukup? Itu adalah pertanyaan yang mulai menghantui Hana.

1
IamEsthe
Aku suka kepenulisan kamu, rapi dan terstruktur sesuai dengan aturan kaidah kepenulisan.

cara narasi kamu dll nya aku suka banget. dan kayaknya Ndak ada celah buat ngoreksi sih /Facepalm/

semangat ya.
IamEsthe: saran apa ya? udah bagus banget, enggak ada saran apapun dariku malahan lho /Sweat//Sweat//Sweat/
Asteria_glory: Terimakasih untuk saran nya kak, senang bisa mendapatkan saran dari kakak🫰
total 2 replies
IamEsthe
alangkah baiknya narasi ini dan seterusnya kamu pisah ke bab berikutnya.
Asteria_glory: Baik kan saran di terima🫰
total 1 replies
liynne~
jujur aja sampe nangis baca nya/Cry/
IamEsthe
kata fair adalah bahasa asing/daerah, kamu ganti ke font italic sbg penanda ya
yuyu
Sukaaaaaa😍
anomali
Alur nya menarik 😍😍😍
Adegan romantis nya itu loh, bkin skskskskskkssksks.
anomali
Lnjt thor!!! Crita ny sruuu bgttttttttttt😍
Ms S.
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
Asteria_glory: Terima kasih sudah mampir ❤️
total 1 replies
Cerita nya menarik bangettt!!!! update tiap hari ya thor😍😍😍
Hoa thiên lý
Susah move on
Asteria_glory: Terima kasih sudah mampir ❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!