Di tengah dunia yang hancur akibat wabah zombie, Dokter Linlin, seorang ahli bedah dan ilmuwan medis, berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Laboratorium tempatnya bekerja berubah menjadi neraka, dikepung oleh gerombolan mayat hidup haus darah.
Saat ia melawan Raja Zombie, ia tak sengaja tergigit oleh nya, hingga tubuhnya diliputi oleh cahaya dan seketika silau membuat matanya terpejam.
Saat kesadarannya pulih, Linlin terkejut mendapati dirinya berada di pegunungan yang asing, masih mengenakan pakaian tempurnya yang ternoda darah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dr. Linlin Ahli Bedah Jenius
Ruang operasi dipenuhi dengan ketegangan. Seorang pasien dengan berbagai alat dibadannya, lampu besar fokus menyinari tubuh pasien. Seorang wanita muda, Dr Linlin, seorang ahli bedah dan di Beijing, Tiongkok, sedang melakukan operasi sekian kalinya.
"Bagaimana tekanan darah pasien?" tanya Dr Linlin dengan serius.
"Stabil dokter." jawab Dr Zhao Wei, dokter anestesi yang sedang memantau dan melihat monitor.
"Bagaimana dengan kantong darah nya, apakah sudah siap semua?"tanya Dr Linlin dengan serius.
"Siap dokter!" ucap perawat Fu Ni.
"Aku mulai anestesinya!" ucap Dr Zhao Wei sambil menyuntikkan obat anestesi ke pasien.
Setelah beberapa menit kemudian.
"Pisau bedah!" perintah Dr Linlin sambil menjulurkan tangannya.
Xu Mei, perawat disamping nya dengan sigap memberikan pisau bedah kepada Dr Linlin.
Dokter Linlin menerima pisau bedah dan segera membuat sayatan pertama nya. Darah merembes keluar, asisten dokternya, Dr Song Jing, dengan sigap menyedotnya dengan menggunakan alat hisap.
"Retraktor!" pintanya sambil tangannya dijulurkan kembali.
Xu Mei segera mengambil dan memberikan alat yang diminta.
“Gunting,” perintah lagi dokter Linlin dengan cepat.
Xu Mei dengan cekatan menyerahkan gunting bedah ke tangan dr Linlin yang bersarung lateks.
“Tekanan darah?” tanya dokter Linlin.
“Tekanan darah stabil, dokter,” kata Dr Zhao Wei.
"Suction!" suaranya naik sedikit lebih tinggi.
Seorang perawat lain bertugas mengelap keringat di dahi dokter Linlin dengan sigap mengelap keringat di dahi sang dokter.
Setelah darah di sedot, Dr Linlin dengan fokus melihat ke area yang sedang di perbaiki, pembuluh darah yang robek. Dr Linlin melihat jika pembuluh darah itu sangat mudah diatasi.
"Jahitan mikro!" perintah Dr Linlin dengan tangan di julurkan tanpa mengalihkan pandangannya.
Dr Linlin mengambil jahitan itu dengan cepat, lalu mulai melakukan menjahit pembuluh darah yang hampir putus itu.
"Gunting!" perintahnya.
Dr Song menjulurkan tangannya, menerima gunting dari perawat disampingnya, lalu tangannya siap menggunting benang itu.
"Gunting" ucapnya.
Dr Linlin memasukan jahitan lagi, lalu "Gunting!" setelah benang itu di lilit simpul.
Dr Song menggunting benang itu lagi, "Gunting!"
Hingga beberapa jahitan telah selesai.
"Bagaimana kondisi pasien?" tanya Dr Linlin.
"Stabil dokter!"
"Kerja bagus semua nya!" ucap Dr Linlin singkat dan menyunggingkan senyumnya dibalik masker.
Semua timnya membungkuk kan badannya.
"Dr Song, kamu lanjutkan menjahit kulit luarnya!" perintah Dr Linlin dengan tegas.
"Baik, dok!" jawab Dr Song dengan penuh percaya diri.
Dr Linlin lalu berlalu dari ruang operasi. Sesampainya diluar, ia membuka masker di wajah, sarung tangan nya dan membuangnya di tempat sampah.
Kemudian, melepaskan pakaian luar bedah dan topi bedah yang berwarna hijau itu kedalam tempat pakaian bedah yang disediakan di sana.
Dr Linlin meregangkan otot dan leher nya setelah tiga jam operasi pasien.
Tak berselang lama, Xu Mei dan Dr Zhao juga baru keluar.
"Sudah selesai?" tanya dokter Linlin.
Mereka berdua saling berpandangan dan kemudian menganggukkan kepalanya.
"Ah... Aku lapar sekalim Ayo kita ke kantin!" ucap Xu Mei dengan memegang perutnya. "Katanya ada menu baru di kantin, ayo buruan sebelum yang lain pada datang,"
"Benarkah? Kalau begitu... ayo cepat cepat pergi!" ucap Dr Zhao dengan sangat antusias sekali.
"Baiklah, ayo pergi!" ucap Dr Linlin sambil melangkah menuju ke kantin rumah sakit.
Mereka bertiga berjalan menuju kantin rumah sakit beriringan. Sesekali sambil mengobrol disepanjang jalan.
"Dokter Linlin, kau tahu gosip hari ini?" ucap Xu Mei dengan semangat.
"Kamu ini, masih pagi sudah bergosip. Tapi... Ada gosip apa hari ini?" tanya Dr Linlin penasaran.
"Yaelah dok, tadi sok sok an, tapi penasaran juga!" ucap Xu Mei mendengus.
"Hahaha,, basa basi perawat Xu, kau ini.. Gitu saja gak tau!" ucap Dr Linlin sambil tertawa kecil.
"Jadi... Gosip apa yang hari ini kau bawa, perawat Xu?" tanya Dr Zhao yang mengikuti langkah kedua nya.
"Dr Wang dan perawat Lin ternyata menjalin kekasih!" ucap Xu Mei antusias.
"Wow!" ucap Dr Linlin dengan penuh kaget, namun setelahnya mengubah mimik wajahnya.
"Itu juga kami sudah tau!" lanjutnya.
"Hah? Kalian sudah tau?"
"Tentu saja, sudah lama mereka bersama!" ucap Dr Zhao.
"Yah, ternyata aku yang baru tau!" ucap Xu Mei sedih.
"Ya sudah,,... Ayo cepat kita makan, keburu menu baru nya habis!" ucap Linlin buru buru.
Mereka berjalan, hingga sampailah di Kantin Rumah Sakit.
Linlin mengambil nampan dan mulai memilih makanan. Menu hari ini cukup menggoda: bubur ayam, pangsit kukus, dan susu kedelai hangat. Ia mengambil beberapa pangsit dan semangkuk bubur.
Saat mereka duduk di salah satu meja dekat jendela, Xu Mei langsung menyeruput susu kedelainya.
“Ahh, ini yang kubutuhkan. Setelah beberapa jam di ruang operasi, rasanya energiku terkuras habis.” ucap perawat Xu Mei puas
Dokter Zhao Wei menggigit pangsitnya dan mengangguk. “Setuju. Pasien bisa tidur selama operasi, tapi kita? Kita harus tetap sadar dan fokus.”
Dokter Linlin mengangkat alis. “Itulah gunanya pelatihan bertahun-tahun. Kalau mudah lelah, kau pasti salah memilih profesi.”
Xu Mei tertawa. “Hanya kau yang bisa berbicara seperti itu, dokter Linlin. Serius, aku kadang bertanya-tanya apakah kau benar-benar manusia atau robot bedah yang diciptakan untuk menyelamatkan nyawa.”
Dokter Zhao Wei menyetujui. “Benar. Kau hampir tidak pernah terlihat lelah.”
Linlin mengangkat bahu. “Aku hanya melakukan tugasku.”
Saat mereka menikmati sarapan mereka, pembicaraan beralih ke topik lain.
Xu Mei menatap Linlin dengan pandangan penasaran. “Ngomong-ngomong, Linlin, apa kau pernah berpikir untuk mengambil cuti?”
Linlin mengerutkan kening. “Cuti? Untuk apa?”
“Untuk liburan, tentu saja! Kau tahu, hidup tidak hanya tentang operasi dan penelitian.”
Zhao Wei ikut menimpali. “Xu Mei ada benarnya. Kau selalu bekerja tanpa henti. Setidaknya sekali saja, pergilah ke suatu tempat, nikmati hidup.”
Linlin mendengus pelan. “Aku tidak tahu bagaimana caranya ‘menikmati hidup’ seperti yang kalian maksud.”
Xu Mei mendesah. “Linlin, aku serius. Kau tidak bisa terus hidup seperti ini. Lihatlah dirimu, bahkan saat sarapan pun masih berpikir tentang pekerjaan.”
Dokter Linlin diam sejenak, lalu berkata, “Aku hanya merasa bahwa jika aku mengambil cuti, akan ada pasien yang kehilangan kesempatan untuk diselamatkan.”
Dokter Zhao Wei tersenyum tipis. “Kau terlalu keras pada dirimu sendiri. Ada banyak dokter hebat di sini, dokter Linlin. Rumah sakit tidak akan runtuh hanya karena kau libur sebentar.”
Dokter Linlin menatap mangkuk buburnya, berpikir. Ia tidak bisa membantah kata-kata mereka. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang selalu mengatakan bahwa jika ia berhenti, ia akan kehilangan sesuatu yang penting.
Sebelum ia sempat memasukkan suapan pertama ke mulutnya, ponselnya bergetar di atas meja. Dalam waktu yang bersamaan, ponsel Xu Mei juga berbunyi.
Linlin segera meraih ponselnya dan melihat nama di layar. Itu dari ruang gawat darurat.
Ia segera mengangkatnya. “Dr. Linlin bicara.”
Dari seberang telepon, suara panik terdengar. “Dokter! Kami butuh bantuan Anda segera di ruang gawat darurat! Pasien kritis akibat kecelakaan lalu lintas! Cedera parah di kepala dan perut! Kami akan mengirimkan hasil CT scan dalam beberapa menit!”
Di sisi lain, Xu Mei juga menerima telepon dengan isi yang sama. Mereka saling berpandangan, tahu bahwa ini bukan sesuatu yang bisa ditunda.
Linlin langsung bangkit dari kursinya. “Kami segera ke sana!”
Tanpa ragu, ia dan Xu Mei berlari keluar.
“Hei! HEI! Setidaknya habiskan dulu makanan kalian!” teriak Zhao Wei dengan mulut masih penuh pangsit.
Linlin dan Xu Mei terus berlari, tidak menoleh ke belakang.
Zhao Wei mendesah, meletakkan sumpitnya, lalu berteriak lagi. “DOKTER LINLIN! PERAWAT XU! KALIAN GILA! KALIAN BARU SAJA MULAI MAKAN!”
Tak ada jawaban. Mereka sudah menghilang di balik pintu kantin.
Zhao Wei menghela napas, melempar sumpitnya ke meja. “Astaga… mereka ini tidak tahu cara menikmati hidup.”
Lalu, setelah beberapa detik hening, ia mengambil pangsit Linlin yang masih utuh di atas nampannya.“Yah… sayang kalau dibiarkan.”
Dengan santai, ia memasukkan pangsit itu ke mulutnya.
Namun, baru saja ia mengunyah dengan nikmat, ponselnya ikut berdering.
Zhao Wei terdiam sejenak, lalu melirik layar ponselnya. Begitu melihat nomor dari ruang gawat darurat, ia langsung mendesah keras.
“SIALAN! AKU BARU MAU MENIKMATI HIDUP SEDIKIT!”
Ia menekan tombol jawab dengan kesal. “APA?! Kenapa harus aku juga?!”
Dari seberang, suara perawat terdengar tegang. “Dr. Zhao, kami butuh Anda segera, dokter anestesi lainnya sedang ada di ruang operasi lainnya!”
Zhao Wei menutup matanya, mendongak ke langit-langit, lalu mengerang panjang. “Ughhhh… baiklah! Aku datang!”
Ia menutup teleponnya dengan kasar, lalu menatap pangsitnya yang masih tersisa setengah.
Dengan penuh kepasrahan, ia berdiri, menunjuk pangsit itu dengan ekspresi penuh penderitaan. “Aku akan kembali untukmu, pangsit. Tunggu aku.”
Besuk isinya manipulasi
lanjut💪💪💪💪