Alya dan Randy telah bersahabat sejak kecil, namun perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua mereka demi kepentingan bisnis membuat hubungan mereka menjadi rumit. Bagi Alya, Randy hanyalah sahabat, tidak lebih. Sedangkan Randy, yang telah lama menyimpan perasaan untuk Alya, memilih untuk mengalah dan meyakinkan orang tuanya membatalkan perjodohan itu demi kebahagiaan Alya.
Di tengah kebingungannya. Alya bertemu dengan seorang pria misterius di teras cafe. Dingin, keras, dan penuh teka-teki, justru menarik Alya ke dalam pesonanya. Meski tampak acuh, Alya tidak menyerah mendekatinya. Namun, dia tidak tahu bahwa laki-laki itu menyimpan masa lalu kelam yang bisa menghancurkannya.
Sementara itu, Randy yang kini menjadi CEO perusahaan keluarganya, mulai tertarik pada seorang wanita sederhana bernama Nadine, seorang cleaning service di kantornya. Nadine memiliki pesona lembut dan penuh rahasia.
Apakah mereka bisa melawan takdir, atau justru takdir yang akan menghancurkan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Pertemuan Tak Terduga
Bab 1: Pertemuan Tak Terduga
Langkah-langkah tergesa Randy menggema di sepanjang koridor Wijaya Kusuma Corp. Sebagai CEO, harinya selalu padat, dan pagi ini dia baru saja menghadiri rapat penting dengan klien besar. Pikirannya masih tertuju pada laporan keuangan ketika ia berbelok menuju ruangannya.
Namun, tiba-tiba—bruk!
Seseorang menabraknya cukup keras hingga ia terhuyung satu langkah ke belakang. Seorang wanita dalam seragam cleaning service tampak membatu di depannya. Ember yang dibawanya hampir saja tumpah, dan ia dengan panik berusaha menyeimbangkannya.
"M-maaf, Pak!" ucap wanita itu tergagap.
Randy mengangkat wajah, menatapnya sekilas. Wanita itu tampak muda, dengan rambut hitam yang diikat seadanya dan wajah polos yang kini dihiasi kepanikan. Tangannya menggenggam erat gagang pel, seolah takut akan konsekuensi dari kecelakaan kecil ini.
Suasana sekitar terasa hening. Beberapa karyawan yang melintas sempat berhenti, menunggu reaksi sang CEO. Randy dikenal sebagai pria tegas, dan kejadian ini tentu menarik perhatian.
Namun, alih-alih marah, Randy hanya menghela napas. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya.
"Hati-hati lain kali," katanya singkat, lalu melanjutkan langkahnya.
Wanita itu mengangguk cepat, kepalanya tetap menunduk dalam-dalam, seolah berharap bisa menghilang begitu saja.
Di dalam ruangannya, Randy membuka laptopnya, mencoba fokus pada pekerjaannya. Namun, pikirannya kembali pada kejadian tadi. Wajah canggung wanita itu terus terbayang di benaknya.
"Siapa dia?" gumamnya pelan.
Seorang karyawan baru di divisi cleaning service? Mengapa dia tampak begitu gugup?
Tak biasanya ia peduli dengan hal seperti ini. Sebagai pemimpin, ia terbiasa berinteraksi dengan banyak orang, dari rekan bisnis hingga bawahannya. Tapi entah kenapa, pertemuan singkat tadi meninggalkan kesan berbeda.
Sementara itu, di pantry lantai satu, wanita yang tadi menabrak Randy masih terlihat gelisah.
"Nadine, kenapa wajahmu tegang begitu?" tanya seorang rekan kerjanya, Rina.
Nadine, wanita yang baru saja bekerja sebagai cleaning service di Wijaya Kusuma Corp, menghela napas panjang.
"Aku… barusan menabrak Pak Randy."
Rina membelalakkan mata. "Pak Randy? Maksudmu, CEO kita?"
Nadine mengangguk pelan. "Iya. Aku benar-benar tidak sengaja. Aku takut dia marah."
Rina tertawa kecil. "Kamu beruntung dia tidak langsung memecatmu. Katanya, Pak Randy itu dingin dan tegas. Tapi kalau dia cuma menyuruhmu hati-hati, berarti kamu masih aman."
Nadine masih merasa canggung. Pekerjaan ini baru dimulainya hari ini, dan kesalahan seperti ini bukanlah awal yang baik.
“Tapi…” Nadine menggigit bibirnya. “Aku merasa dia menatapku lama tadi.”
“Wajar saja. Kamu kan baru di sini.”
Nadine mengangguk, mencoba mengusir perasaan aneh yang mulai muncul dalam hatinya.
**
Hari-hari berlalu, dan Nadine mulai terbiasa dengan pekerjaannya. Meski demikian, setiap kali ia melewati kantor Randy, jantungnya selalu berdetak lebih cepat.
Randy sendiri mulai menyadari keberadaannya. Ia sering melihat Nadine di berbagai sudut kantor—di lorong, pantry, atau saat ia sedang membersihkan ruang meeting. Ada sesuatu dalam diri wanita itu yang menarik perhatiannya, meskipun ia belum bisa menjelaskan apa itu.
Suatu hari, tanpa sengaja, ia melihat Nadine duduk di taman kecil di belakang kantor saat jam istirahat. Wanita itu tampak serius membaca sesuatu—sebuah buku yang sudah lusuh.
Randy memutuskan untuk mendekat.
“Kamu suka membaca?” tanyanya tiba-tiba.
Nadine terkejut dan buru-buru menutup bukunya. “P-Pak Randy?”
Randy duduk di bangku sebelahnya. “Buku apa itu?”
Nadine tampak ragu sejenak sebelum akhirnya menunjukkan sampulnya. Itu adalah buku tentang bisnis dan manajemen.
Randy mengernyit. “Kamu tertarik dengan bisnis?”
Nadine mengangguk pelan. “Iya, Pak. Dulu saya kuliah di jurusan manajemen, tapi… karena suatu hal, saya harus berhenti.”
Randy menatapnya dengan lebih serius. Ada sesuatu di balik sorot mata Nadine yang mencerminkan semangat dan kesungguhan.
“Kamu ingin melanjutkan kuliah lagi?” tanyanya.
Nadine menunduk. “Tentu saja ingin. Tapi untuk sekarang, saya harus fokus bekerja dulu.”
Randy diam sejenak. Ia mulai mengerti bahwa wanita ini bukan sekadar cleaning service biasa. Ia memiliki mimpi, ambisi, dan tekad.
“Kamu tahu, banyak jalan untuk mencapai mimpi,” ujar Randy. “Jangan berhenti hanya karena satu hambatan.”
Nadine tersenyum tipis. “Terima kasih, Pak.”
Setelah itu, keduanya terdiam. Ada sesuatu yang berubah di antara mereka. Sesuatu yang mungkin akan membawa mereka ke dalam yang lebih rumit di masa depan.