Rojak adalah pemuda culun yang selalu menjadi bulan-bulanan akibat dirinya yang begitu lemah, miskin, dan tidak menarik untuk dipandang. Rojak selalu dipermalukan banyak orang.
Suatu hari, ia menemukan sebuah berlian yang menelan diri ke dalam tubuh Rojak. Karena itu, dirinya menjadi manusia berkepala singa berwarna putih karena sebuah penglihatan di masa lalu. Apa hubungannya dengan Rojak? Saksikan ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugito Koganei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1 - Terlalu menyedihkan
SMA Sinar Pintar adalah sekolah impian bagi banyak remaja di Indonesia. Gedungnya megah, fasilitasnya lengkap, dan lingkungannya penuh dengan murid-murid berbakat serta berlatar belakang keluarga terpandang. Sekolah ini dikelola oleh PT Kilau Terus, perusahaan nomor satu di Indonesia yang mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Alumni dari SMA Sinar Pintar telah sukses dalam berbagai bidang, menjadi politikus, artis, penyanyi, pengusaha, dan tokoh-tokoh berpengaruh lainnya. Namun, di balik kemewahan dan prestasi itu, ada sisi gelap yang jarang tersorot.
Di sekolah ini, terdapat geng paling berpengaruh yang dikenal dengan nama Spark Boys. Mereka bukan sekadar kelompok biasa; mereka adalah anak-anak dari keluarga konglomerat, pengacara ternama, artis terkenal, bahkan politisi yang memiliki kuasa besar di negeri ini. Dengan uang dan pengaruh yang mereka miliki, Spark Boys mampu mengendalikan segalanya, bahkan guru dan kepala sekolah pun tak berani menentang mereka.
Banyak murid yang berharap bisa berteman atau setidaknya tidak bersinggungan dengan mereka. Namun, bagi siswa dari kalangan menengah ke bawah, keberadaan Spark Boys adalah mimpi buruk yang harus mereka hadapi setiap hari. Perundungan terjadi secara sistematis, dari sekadar ejekan hingga kekerasan fisik dan mental. Lebih buruk lagi, siapa pun yang mencoba melawan, akan berhadapan dengan ancaman yang lebih besar.
Hari Senin yang baru saja dimulai membawa suasana baru di SMA Sinar Pintar. Di tengah gerombolan siswa yang sibuk berbincang, datanglah seorang anak laki-laki dengan langkah ragu namun penuh tekad. Namanya Abdurrazaq, atau yang biasa dipanggil Razaq, tetapi dirinya lebih akrab dengan sapaan Rojak baik dari lingkungan Keluarga, maupun lingkungan pertemanan. Atau kadang ada yang memanggilnya ‘Rujak’karena nama Rojak dan rujak memang mirip. Latar belakangnya berbeda dari kebanyakan siswa di sana. Ia berasal dari keluarga sederhana, dengan ibunya sebagai penjual rujak dan ayahnya seorang kuli bangunan. Namun, tak sekalipun Rojak merasa kekurangan.
Saat memasuki kelas barunya, ia disambut dengan tatapan sinis dan merendahkan.
“Siapa itu? anak baru ya?”
“Culun banget.”
“Iya ih, freak banget.”
“Eh lihat deh, norak beud penampilannya.”
Itulah celoteh dari beberapa murid. Baru masuk saja, sudah dibenci. Sungguh sangat menyedihkan. Bukan hanya itu, selain penampilannya yang culun, wajah Rojak juga dianggap ‘Orang kampung’saking miskinnya dia. Sebagian besar siswa di kelas itu berasal dari keluarga berkecukupan, dan kehadiran Rojak seolah menjadi sebuah anomali. Wali kelas memperkenalkannya.
“Anak-anak, perkenalkan, ini adalah teman baru kalian.”
“Halo semuanya, perkenalkan nama saya Abdurrazaq atau biasa dipanggil Razaq atau boleh dipanggil Rojak juga. Salam kenal semuanya...”
Tetapi sambutan yang ia terima jauh dari hangat. Julukan 'anak kampung' langsung melekat padanya. Namun, Rojak memilih untuk diam. Ia tidak ingin memperkeruh suasana. Yang terpenting baginya adalah belajar dan meraih cita-cita.
Pelajaran pertama dimulai, dan sesuatu yang mengejutkan terjadi. Rojak dengan mudah menjawab pertanyaan sulit yang diajukan guru matematika. Ia tidak hanya cerdas, tetapi juga cepat dalam berpikir.
“Baik anak-anak, ada yang bisa jawab soal nomor dua beserta cara pengerjaannya?”
Rojak angkat tangan untuk menjawab dan menjelaskan.
“Wah luar biasa. Benar kamu Rojak.”Puji sang Guru.
Prestasinya yang mencolok justru membuat sebagian siswa semakin tidak menyukainya. Mereka menganggap Rojak hanya mencari perhatian guru dan ingin menunjukkan bahwa ia lebih pintar dari yang lain.
Saat bel istirahat berbunyi, siswa-siswa keluar dari kelas untuk bermain dan bersantai. Beberapa anak bermain basket di lapangan sekolah. Rojak yang berjalan di tepi lapangan menjadi sasaran salah seorang pemain. Bola basket dilempar keras ke arahnya dan mengenai kepalanya.
“BEDEBUK!”
Rojak terhuyung, memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
“Sorry kita sengaja... HAHAHA!”
Namun, alih-alih meminta maaf, mereka malah meledek dan berkata bahwa itu adalah cara mereka 'melatih kekebalan tubuh'.
“Woi! Apa-apaan sih lo?”kesal Rojak.
“Ya elah baperan banget sih lo. Itu untuk ngelatih seberapa baja diri lu. Ya ga, Bro?”
“Yoi. Makanya jangan lemah, Rujak, HAHAHA!”
Ledekan yang sangat menyebalkan itu membuat Rojak naik pitam. Rojak tidak terima diperlakukan seperti itu.
“Kurang ajar lo!”
Dengan marah, ia mencoba menyerang balik. Namun, tubuhnya yang lemah tidak sebanding dengan mereka yang lebih kuat. Mereka dengan mudah menghajarnya hingga ia terjatuh. Tawa puas terdengar dari mereka sebelum akhirnya melarikan diri ke gudang sekolah untuk menghindari perhatian guru.
Setelah merasa cukup aman, Rojak bangkit dengan tubuh yang sedikit gemetar. Ia berjalan perlahan keluar dari tempat persembunyiannya. Namun, saking waspadanya, ia malah tersandung dan jatuh lagi.
“Adudududuh... Sakit...”keluhnya.
“Halo. Lu gapapa?”
Saat itulah, seseorang datang menghampirinya. Seorang perempuan dengan wajah ramah dan senyum lembut. Berbeda dengan siswa lainnya, perempuan itu tidak menunjukkan tatapan sinis atau ejekan. Ia menatap Rojak dengan rasa ingin tahu.
"Kamu murid baru, ya?" tanyanya dengan suara yang lembut.
Rojak mengangguk, masih penuh kewaspadaan.
"Aku baru lihat kamu di sini. Aku Angelina. Panggil saja Angie. Salam kenal ya..." katanya memperkenalkan diri.
Rojak terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum kecil. Ini pertama kalinya ada seseorang yang bersikap baik padanya sejak ia masuk sekolah ini.
"Aku Rojak... eh, maksudku Abdurrazaq," jawabnya pelan.
Angie terkekeh.
"Panggilanku juga banyak, kok. Nggak apa-apa. Santai saja, Rojak."
Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Dalam sekejap, mereka mengobrol seperti dua sahabat yang sudah lama mengenal satu sama lain. Di tengah segala kesulitan yang ia hadapi di sekolah baru ini, Rojak merasa ada secercah harapan. Meskipun hanya satu orang yang mau berteman dengannya, itu sudah cukup. Angie adalah awal dari sesuatu yang baik dalam hidupnya di sekolah ini.
Namun, perjalanan Rojak tidak berhenti di sini. Ia masih harus menghadapi berbagai tantangan, membuktikan dirinya, dan mencari tempatnya di dunia yang tampaknya tidak memberinya banyak ruang. Tapi setidaknya, kini ia tahu bahwa ia tidak sendiri.
Sepulang sekolah, Rojak melangkah pelan menuju rumahnya. Matahari sudah mulai condong ke barat, menyinari jalanan yang dipenuhi anak-anak berseragam sekolah. Langkahnya lesu, pikirannya bercampur aduk antara senang dan kesal. Rojak pulang melewati tempat penumpukan sampah. Pada saat sedang melewati, ia merasa merinding.
“Ko-kok bulu kuduk gue naik ya? Perasaan udara ga dingin dan ga ada apa-apa deh.”Herannya.
Rojak pun mencoba untuk tidak memikirkan hal itu.
Saat ia membuka pintu, ibunya, Diah, langsung menyambutnya dengan senyum hangat.
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam, eh anak Ibu sudah pulang.”Kata Ibunya.
"Gimana hari pertama sekolahmu, Nak?" tanyanya lembut.
Rojak terdiam sejenak. Ingatannya melayang pada kejadian di sekolah. Awal-awal ia sudah menjadi sasaran bully beberapa siswa yang iseng. Namun, di sisi lain, ia juga bertemu dengan seseorang yang menyenangkan, Angie.
"Lumayan, Bu. Aku dapat teman baru namanya Angie." jawabnya sambil melepas sepatu.
Diah tersenyum.
"Syukurlah. Kalau begitu, mana adikmu?" tanya Diah
"Dia ikut ekskul, jadi aku pulang duluan." Jawab Rojak.
"Oh, baiklah. Cuci kaki dan tangan dulu ya, terus langsung mandi. Nanti kita makan malam bersama."
Rojak mengangguk dan segera menuju kamarnya. Setelah mandi dan berganti pakaian, ia membaringkan diri di kasurnya yang empuk. Matanya menatap langit-langit kamar. Semua kejadian hari ini berputar kembali di kepalanya. Ia merasa sedih karena menjadi korban bully, namun perasaan itu sedikit terobati karena pertemanannya dengan Angie.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi dari Instagram muncul.
"@Angelina8917 telah mengikuti Anda."
Rojak tersenyum kecil. Tak lama setelah itu, sebuah pesan masuk.
Angie:"Hai Rojak!"
Rojak langsung mengetik balasan.
Rojak:"Hai juga, Angie. Kok tiba-tiba follow gue?"
Angie:"Ya kan kita teman sekarang! Hehe. Mau ngobrol-ngobrol?"
Percakapan mereka berlanjut dengan seru. Dari yang awalnya hanya bertukar kabar, hingga berbicara soal hobi dan hal-hal yang mereka sukai. Tak terasa, waktu semakin larut. Rojak menguap lebar, matanya mulai terasa berat. Tanpa sadar, ia tertidur dengan ponsel masih di genggaman.
Dalam tidurnya, Rojak mengalami mimpi yang sangat nyata. Ia berada di sebuah tempat yang asing, di tengah medan pertempuran. Asap mengepul di mana-mana, dan suara dentuman senjata terdengar nyaring.
Di depannya, seorang lelaki gagah tengah bertarung melawan banyak tentara Belanda. Lelaki itu bergerak gesit, menangkis serangan dan menyerang balik dengan penuh keberanian. Rojak tertegun melihat kejadian itu.
Namun, sesuatu yang mengerikan terjadi. Dari belakang, seorang tentara Belanda mengarahkan senapannya ke arah Rojak.
"DOR!"
Tembakan itu tepat mengenai dirinya. Rojak terkejut. Ia merasa dadanya nyeri, lalu tiba-tiba terbangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Jantungnya berdegup kencang.
Ia menatap sekeliling kamar yang masih sama seperti tadi, hanya saja suasana terasa begitu sunyi. Mimpi itu terasa sangat nyata.
"Apa maksud dari semua ini?" gumamnya pelan.
Bersambung