Luna Arindya, pemanah profesional dari dunia modern, meninggal tragis dalam sebuah kompetisi internasional. Saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada di dalam novel fantasi yang pernah ia baca—dan menempati tubuh Putri Keempat Kekaisaran Awan. Putri yang lemah, tak dianggap, hidupnya penuh penghinaan, dan dalam cerita asli berakhir tragis sebagai persembahan untuk Kaisar Kegelapan.
Kaisar Kegelapan—penguasa misterius yang jarang menampakkan diri—terkenal dingin, kejam, dan membenci semua wanita. Konon, tak satu pun wanita yang mendekatinya bisa bertahan hidup lebih dari tiga hari. Ia tak tertarik pada cinta, tak percaya pada kelembutan, dan menganggap wanita hanyalah sumber masalah.
Namun semua berubah ketika pengantin yang dikirim ke istananya bukan gadis lemah seperti yang ia bayangkan. Luna, dengan keberanian dan tatapan tajam khas seorang pemanah, menolak tunduk padanya. Alih-alih menangis atau memohon, gadis itu berani menantang, mengomentari, bahkan mengolok-olok
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Malam telah jauh merambat ketika istana akhirnya sunyi. Angin membawa aroma dingin dari hutan di luar tembok, dan lampu-lampu minyak di koridor perlahan padam. Rui masih terjaga, berdiri di balkon kamarnya. Rambut hitamnya yang panjang tergerai, berkilau diterpa cahaya bulan. Matanya menatap jauh, seolah menembus bayangan malam.
Ia baru saja selesai memeriksa dokumen rahasia yang dititipkan Jun Hao. Tubuhnya letih, bahunya kaku, tetapi pikirannya masih terikat pada satu nama: Zhao Kun.
Tanpa disadari, Kaisar Wang Tian Ze sudah berdiri di balik pintu, mengawasinya. Sejak penangkapan kurir itu, Tian Ze semakin sering memperhatikan wanita itu wanita yang dulunya hanya ia anggap sebagai istri persembahan. Tapi malam ini, melihatnya berdiri sendirian dalam cahaya bulan, bayangan halus di wajahnya tampak begitu rapuh.
Ia melangkah masuk tanpa suara. Rui yang peka segera berbalik, matanya menyipit.
“Yang Mulia,” sapanya lembut, menunduk sedikit. “Bukankah seharusnya Anda sudah beristirahat?”
Tian Ze menatapnya dengan mata dingin, tapi nada suaranya lebih rendah dari biasanya.
“Dan kau? Tidakkah tubuhmu butuh istirahat?”
Rui tersenyum samar. “Istirahat terlalu lama membuat pikiran tumpul. Saya lebih suka menghabiskan malam dengan rencana daripada mimpi.”
Ia berusaha terdengar ringan, tapi tiba-tiba tubuhnya goyah. Pandangan berkunang, lututnya hampir tak kuat menopang.
Dalam sekejap, Tian Ze melangkah maju, meraih pinggangnya sebelum ia terjatuh. Tubuh Rui terhenti di dada kokoh Kaisar, napasnya tercekat karena kedekatan itu.
Jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut—tapi karena kehangatan yang tiba-tiba menyeruak di antara mereka.
“Bodoh.” Suara Tian Ze serak, nadanya lebih seperti gumaman marah pada diri sendiri. “Kau bahkan tidak tahu batas tubuhmu.”
Rui menatapnya dari jarak yang begitu dekat, bisa merasakan hembusan napas Kaisar di wajahnya. Ia tersenyum tipis, berusaha menutupi kegugupannya.
“Jika saya jatuh, bukankah ada Kaisar yang siap menangkap saya?”
Kata-kata itu membuat Tian Ze menegang. Ia menatap tajam, seolah ingin membaca isi hatinya. Tatapan itu begitu dalam hingga Rui merasa hampir telanjang di hadapannya.
Sunyi melingkupi balkon. Hanya suara angin malam dan detak jantung mereka yang terdengar.
Tian Ze akhirnya melepaskan pelukan itu, tapi bukan untuk menjauh. Ia malah meraih tangannya, menatap pergelangan kecil yang dingin karena angin. “Tanganmu terlalu dingin.”
Ia membuka jubah hitamnya dan tanpa berkata apapun, menyelimutkannya ke bahu Rui. Gerakannya kasar tapi penuh perhatian, seperti seseorang yang tidak terbiasa menunjukkan kelembutan.
Rui tercengang sesaat. Jubah itu terlalu besar, membuat tubuhnya nyaris tenggelam. Tapi hangatnya… hangat itu terasa aneh, menenangkan.
Ia menunduk sedikit, menahan senyum. “Jika orang melihat Kaisar Kegelapan memakaikan jubahnya pada istrinya, mungkin mereka akan mengira dunia sudah berakhir.”
Tian Ze mengerutkan kening, tapi mata hitamnya memantulkan sinar bulan. “Biar saja. Dunia memang pantas berakhir jika itu membuatmu tetap hidup.”
Kata-kata itu meluncur begitu saja, membuat Rui terdiam. Dadanya terasa sesak oleh sesuatu yang tidak bisa ia definisikan.
Mereka berdiri dalam diam cukup lama, saling menatap, saling menyembunyikan rasa yang perlahan tumbuh.
Akhirnya Rui memalingkan wajah, mencoba mencairkan suasana. “Yang Mulia, jika Anda terlalu sering bersikap seperti ini, saya bisa saja salah paham.”
Tian Ze menatapnya lekat-lekat, lalu tersenyum tipis senyum yang jarang sekali terlihat. “Kalau begitu… biarlah kau salah paham.”
Rui terperanjat. Untuk pertama kalinya, Kaisar Wang Tian Ze bukan hanya penguasa kejam yang disegani seluruh daratan. Malam itu, ia adalah seorang pria dingin di luar, tapi mulai goyah di hadapan satu wanita.
Dan Rui menyadari, tanpa sengaja, hatinya ikut bergetar.
---
Malam itu berakhir tanpa ciuman atau janji manis. Hanya tatapan, pelukan singkat, dan kata-kata yang meninggalkan jejak lebih dalam daripada seribu sentuhan.
Esok hari, mereka akan kembali menjadi Kaisar Kegelapan dan Permaisuri yang licin dalam strategi. Tapi keduanya tahu—malam itu telah mengubah sesuatu yang tidak bisa lagi diabaikan.
---