Nora keluar kamar, setelah mengganti pakaiannya. Melihat Nora keluar dengan pakaian yang lebih tertutup, Devano mengulum senyum.
"Benar-benar calon istri idaman." gumamnya pelan, tanpa sadar nyaris terdengar oleh Alfin.
"Ehmmm..." Alfin berdehem, segaja agar Devano segera sadar dari lamunannya.
"Dev, lu mau ngomong apaan ngajak kita kesini?" tanya Abiyan, terlihat santai sembari memakan camilan yang ada. Sedangkan Clara, ia terlihat canggung sekarang.
"Hay, semua!" satu sapaan keluar dari bibir Nora, bingung juga harus berkata seperti apa, mengingat mereka masih bocah dan tentunya masih di bawah umurnya.
Tiba-tiba ingat, kalau tadi sempat membuat dimsum. Nora melangkah menuju dapur.
Meletakkan dimsum di atas piring juga menyiapkan saos.
"Makanan datang, taraaaa! Dimsum ala Nora." ucapnya sembari meletakkan dimsum di atas meja.
Abiyan begitu senang, ingin segera mencicipi makanan yang menggugah selera. Baru tangannya hampir menyentuh piring, Devano lebih dulu mengambilnya.
"Lo kan punya pacar, suruh buatin pacar lo lah! Ngapain makan buatan calon istri gue!" ucapnya, kemudian mencicipi dimsum buatan Nora. Membiarkan yang lain hanya menelan saliva melihatnya.
"Dev, kamu apa-apaan sih, kasian kan mereka. Toh aku bikin bukan buat kamu!" ketus Nora.
"Yahh tant, jahat banget sih sama calon suami." lagi Devano bersikap narsis jika itu dengan Nora.
"Udah, jomblo mah jomblo aja." Alfin menepuk pelan pundak Devano.
"Heh, cuma lo yang jomblo disini!" Seketika Abiyan dan Clara terkekeh.
**
"Tant, duduk sini?" titah Devano menepuk sofa sebelahnya.
"Ogah," tolak Nora, namun tanpa melihat ke arah Devano, cuek!
"Kak, duduk sini. Kita kenalan, biar lebih akrab." Kali ini suara Clara.
Nora menurut, kemudian ikut duduk di samping Clara, "Oh ya aku Clara kak, dan ini Abiyan." Clara mengulurkan tangan, disambut antusias oleh Nora, namun saat Abiyan mengulurkan tangan, buru-buru tangan Devano menghalanginya.
"Sama gue aja udah, dia Nora. Calon istri gue!" Devano menyambut uluran tangan Abiyan dengan kesal, "Itu Alfin, tant! Dahla gak usah salam-salaman."
Dasar memang si Devano, belum apa-apa udah over!
"Heh bocah, sejak kapan aku jadi calon istri kamu, hah!" kesal Nora, ia melipat tangannya di dada dengan bibir mengerucut kesal.
"Sejak aku memilihmu, untuk menjadi cinta dalam hidupku. Tanpa ragu sedikit pun, aku mengukir namamu abadi dalam hatiku, dengan atau tanpa kamu, aku tetap memilihmu!" ucap Devano, penuh penghayatan, sedang yang lain sudah berhasil dibuat melongo dengan tingkah Devano yang terkesan bucin akut.
"Dev, kamu nggak sedang sakit kan?" Nora menempelkan punggung tangannya di dahi Devano, merasa tingkah bocah itu semakin aneh saja.
"Kak Nora, kok bisa sih ketemu sama Devano?" Kini Alfin yang bertanya.
"Kepo lu, fin!" pekik Devano.
**
Sementara itu Zain sedang berkunjung ke rumah oma Wina dan Edward. Berharap bisa menemukan saudara kembarnya disana.
"Hay Oma?" Sapa Zain kala memasuki rumah besar itu.
"Haii, Zain. Cucu ganteng oma! Kok sendirian? Nora mana?" tanya Wina, kepalanya melongok ke belakang, melihat barangkali Nora masih berada di dalam mobil.
"Eh, anu Oma. Zain sendiri, Nora sibuk sekarang." Alibinya, mendengar omanya menanyakan Nora, itu berarti saudara kembarnya memang tak ada disini.
Sebenarnya Zain ingin langsung pergi, namun omanya itu masih kangen. Walau Zain berusaha mencari alasan tepat, tetap saja ia tak tega membiarkan omanya merengek karena rindu.
"Sayang sekali, Nora nggak ikut. Sejak dia ikut mengurus kantor papamu, gadis itu memang tak pernah punya waktu bahkan tuk sekedar mengunjungi omanya, apa mereka pikir oma tak merasakan rindu jauh dari kalian?" kesal oma.
"Sudahlah, kasian Zain. Dateng-dateng kamu malah ngeluhin Nora, nanti kalo ada waktu luang juga dia kesini, anak itu memang sedikit keras." ucap Edward.
Zain melangkahkan kaki menaiki anak tangga, menuju kamar dimana menjadi kamar mamanya dulu. Tempat ini masih sama, tak ada yang berubah. Hanya saja sifat manusia yang kadang terpaksa berubah oleh keadaan.
Pemuda jangkung itu sejenak merebahkan diri. Terlalu penat berada di rumah, semenjak Nora pergi. Hampir setiap hari orang tuanya bertengkar.
"Zain, makan dulu nak?" Suara Wina dari luar kamar.
Merasa tak ada sahutan, Wina masuk ke dalam dan melihat Zain. Rupanya cucu lelakinya itu sudah tertidur pulas dengan dekuran halus.
Wina kemudian mengusap lembut kepala Zain, benar-benar tak menyangka jika cucunya sudha sebesar ini.
"Omaa," pekik Zain, kala merasakan usapan lembut di kepalanya.
"Iya ini oma sayang, kenapa?"
Zain merasa nyaman disini Oma, boleh kah Zain menginap sehari atau dua hari?" tanyanya.
"Ada apa, apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan sayang?" Kini hati Wina bertanya-tanya.
"Oma harus janji, ini rahasia?" Zain mengajak Omanya mengaitkan jari kelingking. Meminta wanita dengan rambut mulai memutih itu berjanji sesuatu.
"Iya janji, sayang!"
"Bahkan sama Opa Ed sekalipun?" tanya Zain, dan Wina mengangguk setuju.
"Begini, Oma. Nora sebenarnya..." Zain menjeda ucapannya, namun sepertinya ia harus menceritakan kepada omanya. Barangkali, jika Nora berkunjung kesini. Omanya akan memberi kabar kepadanya nanti.
"Nora kenapa, nak?" Wina mendadak cemas.
"Nora kabur Oma, Nora kabur karena papa!" lirih Zain, Wina terkejut bukan main.
"Bagaimana bisa Zain, kenapa Nora kabur?"
Zain pun menjelaskan semuanya, tentang sikap papanya yang berubah, tentang niat perjodohan anak-anaknya, tentang ancaman juga penolakan keras Nora hingga saudara kembarnya itu memutuskan pergi.
Wina berkaca-kaca, teringat akan masa muda Kenia yang ia paksa menikah dengan Shaka. Meski Kenia menurut, namun sikap menurutnya sama sekali tak menurun kepada sang anak.
"Zain, Nora nggak salah. Semua orang berhak memilih, apalagi itu perihal hati. Oma dulu pernah memaksa mamamu, tapi bukan berarti Nora juga akan melakukan hal yang sama, Andaikan hal itu terjadi pada dirimu, kamu akan paham." jelas omanya.
"Zain paham oma, papa mungkin juga akan bersikukuh menjodohkan Zain dengan anak om Radit!" Ucap Zain dengan nada lesu, teringat akan nasib ia selanjutnya.
"Nah, itu dia bedanya. Papamu menjodohkanmu karena ikatan, sedangkan Nora. Nora dijodohkan dengan imbalan, wajar ia sakit hati. Karena ia merasa papamu menukarnya dengan nasib perusahaan, kelak kamu akan paham Zain!"
"Zain ngerti oma, jika papa terus memaksa. Zain justru akan membantu Nora sembunyi."
Selepas meluapkan isi hatinya kepada Oma Wina, Zain merasa lega. Sementara, ia akan membiarkan Nora pergi, mungkin itu yang terbaik.
Perihal mamanya, biarlah nanti menjadi urusannya. Zain akan memberi pengertian kepada sang mama agar membujuk papanya membatalkan perjodohan itu.
Hallo ketemu lagi sama Mimah, author gaje hobi ngamen..
Jangan lupa rate, like dan komen juga vote kakak...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
inayah machmud
ya ampun bocil masih sekolah SMA udah mikirin calon istri. ..🤭🤣🤣🤣
2023-05-16
1
🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞
Wkwk calon istri dasar bocil narsis tp bikin bangga🤭🤭
2023-01-06
3
🍌 ᷢ ͩ༄༅⃟𝐐 🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🍁Henny❣️
itu jln terbaik zain utk cerita k oma.
krn oma pzt bs menberi pencerahan
2023-01-06
0