" Maaf Shania, ada berkasmu yang tertinggal dibawah meja, mungkin tadi terjatuh..." tuan Darren meletakkan makanannya lalu menyerahkan map merah kepadaku.
Akupun menerima map merah itu darinya. Namun aku jadi merasa takut dengan apa yang telah mereka bertiga bicarakan sebelum aku datang.
Apa tuan Darren mengatakan sesuatu yang memalukan tentangku? Misalnya tentang memaksanya menikahiku...
Atau malah menceritakan semua kejadian yang telah terjadi akhir-akhir ini saat kami bersama? Saat aku masih saja bermain pistol tempo hari dan ibu mengetahuinya, bisa-bisa aku akan terkurung dikamar sampai berjanji tak mengulanginya lagi.
Kutoleh ke arah ibu yang senyumnya tak pernah lepas itu seharusnya semuanya baik-baik saja kan...
" Bagaimana bisa sampai ke tempat ini?" meski tampak bodoh dengan pertanyaan itu, namun aku benar-benar penasaran.
" Tadi aku menelfonmu..."
" Iya Shania, ponselmu berbunyi terus, jadi daripada mengganggu istirahatmu ibu menjawabnya dan memberitahu tempat ini..." jawab ibu menghilangkan rasa penasaran ku sekaligus menjawab dimana ponselku yang dari tadi kucari itu.
" Ah sudahlah, sekarang Shania sudah disini...ayo kita pergi, mereka pasti butuh privasi..." bibi Lastri menggandeng tangan ibu dan mengajaknya pergi dari ruang tamu itu.
Kuperhatikan kedua kakak beradik itu hingga menghilang dibalik tirai.
" Kenapa kesini sekarang? Besok kan bisa sekalian..." ucapku dengan nada menyelidik.
" Yaaa...kukira penting kan, makanya aku menelfonmu. Ternyata yang jawab ibumu, dan bilang agar aku mengantarnya sekarang, katanya kamu pasti marah-marah kalau ada barang yang hilang...."sahutnya sambil mengambil kembali makanan yang tadi diletakkannya di meja.
" Eh...." dasar ibu,hhh .... pasti ada modus sampai bohong segala...
" Ibu dan bibimu benar-benar baik dan ramah ya..."
" Apa yang kalian bicarakan tadi...?" tanyaku curiga.
" Hanya ngobrol biasa...kenapa?"
" Kenapa tak sekalian bilang kalau kamu calon menantunya?"
Kalimatku itu membuatnya berhenti mengunyah dan menatapku dengan serius.
" Sebenarnya kenapa harus aku yang menikah denganmu? Kamu sama sekali belum mengenalku kan..."
" Tuan Darren tolong jangan berdebat disini, anda tahu sendiri ibuku sangat berharap ada pria yang berani muncul dirumah ini untuk mengaku menjadi kekasihku" ucapku mulai kesal.
" Maksudnya, selama ini tidak ada pria yang berkunjung kesini?" tanya pria itu sambil menahan tawanya.
" CK..tertawalah!! terus terang ibu hampir saja menjodohkan saya dengan pria asing...jadi saat tuan Elhan bercerita bahwa nona Nindi berharap anda bisa berobat dan kembali normal saya menawarkan diri ... apakah alasan itu cukup untuk menjawab pertanyaan anda?"
Pria itu terdiam mendengar penuturan dariku.
" Sepertinya kamu menghindar dari pernikahan.." ucapnya kemudian.
Aku memutar bola mataku. Ini gara-gara kamu dasar pria rese!!! Ingin sekali aku berteriak seperti itu padanya...
"Mm...benar, karena saya tak bisa nyaman bersama seorang pria..." namun itulah yang keluar dari bibirku.
" Maksudnya kamu suka sesama jenis?"tanya tuan Darren sambil memicingkan matanya.
" Bukan....!!! Apa anda ingin saya tembak sekarang juga!!!" ucapku geram, rasanya amarahku naik sampai ubun-ubun menghadapinya.
" Iya iya maaf...lalu bagaimana bila aku tak mau menikah denganmu...?" ucapnya menantang.
Aku menghela nafas tak mau terpancing dengan pertanyaannya itu.
" Coba saja, saya mau lihat apa anda bisa menghindar ..." sahutku ganti meledeknya.
" CK...nona Shania, dengar ya .. pernikahan itu bukan main-main, bagiku pernikahan itu hanya satu kali seumur hidup!!"
" Saya merasa bahwa pernikahan kita nanti hanya akan saling menguntungkan saja..." ucapku datar.
" Nah kan ...kita tidak sejalan, jadi lupakan tentang menikah denganku.."
" Baiklah... lebih baik sekarang anda pulang dan lupakan tentang rencana kita besok.."
Tuan Darren kembali mengerutkan dahinya, mungkin merasa kesal padaku. Aku masih menatapnya dengan tenang saat dia beranjak dari tempat duduknya.
Kedua tangannya dimasukkan pada saku celananya.
" Aku pulang...bersiaplah besok jam delapan aku akan menjemputmu..." ucapnya kemudian.
Pria itu berjalan keluar dan akupun mengikutinya dengan menipiskan bibir saat melihatnya masuk dalam mobilnya dan melaju meninggalkan rumah ini.
Aku mendengus masuk kedalam lagi dan kembali duduk diruang tamu.
" Keluarlah kalian berdua...." ucapku dengan lantang karena dari tadi menyadari keberadaan dua orang kakak beradik yang menguping dibalik tirai.
Tak lama kemudian dua wanita paruh baya itu keluar dan berhambur menyusulku duduk di kanan dan kiriku.
" Hei...kenapa kalian malah berdebat..." ucap bi Lastri menepuk lenganku.
Aku sedikit meringis, karena bekas luka masih terasa nyeri saat disentuh.
" Iya...memangnya apa sih yang kalian perdebatkan?" tanya ibu.
" Kami hanya berbincang seperti biasa Bu... lagipula bukankah kalian dari tadi sudah memantau kami, kenapa masih tanya ?"
" Mana bisa dengar...jaraknya jauh gitu, dan kalian juga bicaranya kurang jelas..."ujar bibi Lastri
Aku tertawa kecil dengan alasan aneh bibiku tersayang itu.
" Sepertinya pendengaran bibi yang mulai bermasalah..." sahutku dengan menahan tawa karena melihat bibiku sedang sewot .
" Shania...kalau kamu memperlakukan pria seperti itu, bisa-bisa calon menantu ibu itu jadi kabur deh..." ucapan sedih ibu membuatku terdiam.
Tanganku memeluk lengan ibuku dan kusandarkan kepalaku dibahunya.
" Ibu...Shania akan membawa calon menantu ibu kesini, jangan khawatir ya..."
" Maksudnya bukan tuan Darren?" tanya ibu dengan nada bingung.
" Entahlah...kita lihat saja, bila dia besok kesini anggap saja ibu semakin dekat dengan menantu ibu, namun bila tidak...pasti ada pria yang lain ,akan kemari, okey..." bujukku pada ibu.
" Tapi ibu sudah terlanjur cocok dengan tuan Darren itu...dia terlihat serasi denganmu.." sahut ibu.
" Iya ..Shania, tuan Darren terlihat baik dan ramah, jadi berusahalah agar dia kembali untuk menikah denganmu..." bibi Lastri semakin membuatku terpojok.
" Tentu saja aku akan berusaha, namun bila takdir berkata lain...ibu dan bibi tak boleh kecewa karena itu artinya dia memang bukan jodohku..." aku berusaha memasang wajah mengiba pada mereka berdua.
Bagaimanapun aku hanya bisa berusaha, namun tak bisa memaksanya. Ya...sedikit memaksa sih...
" Iya baiklah sayangku, maafkan ibu karena terlalu memaksamu, ibu hanya ingin kamu bahagia nak..." ucap ibu sambil memelukku.
Aku tersenyum sambil membalas pelukan ibu.
" Oh iya, tadi ibu bilang akan memberikan sesuatu padaku...apa itu?"
" Oh itu...ayo kita pulang, barangnya ada dirumah ..." ibu bangkit dan mengajakku pulang ke paviliun sebelah.
" Shania pulang ya Bi..." aku mengayunkan tangan pada ni Lastri.
Adik dari ibuku itu mengangguk dan membalas dengan melambaikan tangannya.
Aku dan ibu berjalan beriringan masuk kedalam rumah.
" Tunggulah disini...akan ibu ambilkan.."
Tak lama kemudian ibu membawa kotak besar dari dalam kamar.
Kotak berwarna putih bersih itu, terlihat telah dibuka oleh ibu.
" Isinya apa Bu? besar sekali...." ucapku penasaran.
" Hmm....bukalah..." jawab ibu sambil tersenyum
Mengapa perasaanku tak enak begini ya...
Dengan hati-hati aku membuka kotak besar itu dan mengambil isinya.
" Apa-apaan ini...???"gumanku saat mengambil isi dari kotak itu.
" Tadi siang tuan Elhan menelfon ibu, agar menerima paket ini dan menyerahkannya padamu...tapi ibu penasaran dan bertanya pada tuan Elhan apakah ibu boleh mengetahui isinya, dia bilang boleh, jadi ibu membukanya dulu..."
Hhh...dasar pria tengil, dia telah mengirimkan satu set gaun malam untuk pesta beserta perlengkapan dan aksesorisnya.
Dan dia masih saja berpura-pura menanyakan tentang hubunganku dengan tuan Darren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments