Hari berikutnya, sikap kekanakan tuan Darren benar-benar membuatku gemas.
Aksi tutup mulut masih saja berlanjut, setelah kejengkelannya padaku saat pertemuan kami kemarin.
Beberapa kali kuhubungi nomornya, tak pernah diangkatnya. Dan akhirnya nomorku kena blokir juga olehnya.
Akhirnya aku harus mau menunggu digerai miliknya hingga berjam-jam lamanya. Mungkin ini juga karena kebodohanku tak memasang penyadap untuknya.
" Nona...ini minuman anda..." ucap pramusaji meletakkan minuman yang kupesan untuk yang ketiga kalinya.
" Katakan pada tuan Darren, saya tak akan pergi dari tempat ini sebelum dia datang...dan bilang juga saya akan memberi tahu keberadaan nona Nindi padanya..."
Pria muda itu hanya menganggukkan kepalanya sambil menatapku dengan pandangan aneh.
Selang setengah jam kemudian, aku yang masih fokus pada laptop didepanku dikejutkan oleh gebrakan tas ransel persis dihadapanku.
Siapa lagi kalau bukan tuan Darren dengan wajah kusutnya itu.
" Kau benar-benar menggangguku...." nada kesal masih terdengar darinya saat duduk dihadapanku.
" Maaf..." ucapku datar sambil menahan senyuman.
" Cepat katakan maumu, waktumu tak banyak..."
" Semakin cepat keputusan anda ambil, semakin cepat selesai masalah diantara kita ..."
" Masalah apa ?!?"tanyanya bingung.
" Masalah kapan anda akan menikahi saya!!"
" Astaga!! Kenapa kamu jadi cewek tak tahu malu seperti ini ..."geramnya padaku.
" Semua terserah pada keputusan anda tuan Darren..."
Beberapa saat dia terlihat berpikir dan sesekali menoleh kearahku.
Memang benar apa yang diucapkannya, memintanya untuk segera menikahi ku adalah hal paling tak tahu malu yang pernah kulakukan. Apa yang akan dikatakan oleh ibu bila mengetahui anaknya melakukan hal konyol seperti ini...
" Akan kuputuskan bila aku sudah bertemu dengan Nindi..."
" Hmm...baiklah, besok kita akan bertemu dengan nona Nindi...terima kasih masih bersedia menemuiku tuan..." ucapku sambil menutup laptop dan membereskan beberapa berkas yang tadi kukerjakan sambil menunggu tuan Darren.
Setelah itu aku beranjak dari dudukku dan mengangguk padanya.
" Saya pamit pulang..." ucapku sambil tersenyum.
" Tunggu, ...besok aku akan menjemputmu saja...kirimkan lokasimu..."
Seketika hatiku mengembang, seperti mendengar ajakan kencan dari kekasih. Ralat, kekasih paksaan...
" Hmm...baiklah..." sahutku sebelum benar-benar pergi dari hadapannya.
Ada perasaan lega mengiringi langkahku, paling tidak aku berani mengambil keputusan dan berbuat sesuatu untuk menghadapi trauma masa lalu yang sebelumnya membuatku menjadi pribadi yang dingin dan kaku.
Selanjutnya aku berencana untuk mempertemukan ibu dengan tuan Darren. Oleh karena itulah hari ini aku menginap dirumah ibu.
" Ibu...."kupanggil ibu saat aku masuk ke paviliun tempat ibuku tinggal.
" Hei Shania...wah sudah lama aku tak bertemu denganmu, jangan lupa nikah dong ah..." ucap bi Lastri yang sedang berjalan keluar dari ruangan itu.
" Idiiih...bi Lastri, ingetin itu melulu deh..." ucapku cemberut pada adik ibuku itu.
" Hei ... jangan manyun gitu, biar bibi doa'in Minggu depan kamu akan menikah...amin..." bi Lastri mulai deh jadi orang yang paling semangat memberiku petuah agar tidak telat nikah.
" Iya deh ..Amiin... ibu mana Bi?"
" Itu sedang dikamar mandi...kalau begitu bibi pulang dulu ya..."
Aku mengangguk pada bibiku yang centil itu dan memperhatikannya hingga pulang ke paviliun sebelah..
Kemudian aku melanjutkan masuk ke dalam dan duduk di sofa depan televisi untuk merebahkan diri.
" Shania... syukurlah kamu pulang nak, ibu punya sesuatu untukmu...sekarang istirahatlah dulu...nanti akan ibu tunjukkan padamu"ucap ibu dengan mata berbinar melihat kehadiranku.
" Hmmm ..." sahutku sambil tersenyum pada ibu.
Selang beberapa menit kemudian ponselku berdering.
" Ya tuan..." ucapku saat mengetahui tuan Elhan yang menelfonku.
" Bagaimana kak? "
" Apanya ? " tanyaku padanya.
" Kisahmu dengan tuan Darren....?"nada penasaran terdengar darinya.
" Entahlah...dia masih belum menjawab, mungkin dia punya orang yang spesial dihatinya..."
" Ah...mana mungkin, informanku cukup dekat dengannya, dan dia tak pernah membicarakan tentang wanita...lagi pula dia kan punya kelainan, mana ada yang mau dengannya..."
" CK...kamu meledekku!!!" sahutku sebal...
"Eh...maksudku bukan itu kak...ha..ha..." terdengar suara tawa menjengkelkan dari seberang telepon.
" Bagaimana keadaan istri dan anakmu?"tanyaku kemudian.
" Hmm...aku lega, mereka berdua kuat meski Nindi terlihat syok berat...oh iya dia juga menanyakan kakaknya itu, besok jadi kan kalian kesini?"
" Hmm iya, awalnya dia menolak bertemu dan bicara padaku...namun karena alasan nona Nindi, besok dia bersedia pergi bersamaku..."sahutku.
" Oke...aku akan menunggumu kak...dan tentu saja kakak ipar ku juga..." ucapnya sebelum memutuskan sambungan telepon itu.
Huh, dasar anak tengil, beraninya dia menggodaku...
Namun senyumku muncul saat teringat tuan Elhan menyebut kakak ipar pada tuan Darren.
Tak lama kemudian aku meringkuk disofa besar itu dan memejamkan mata karena lelah.
Hari menjelang sore, saat aku mulai menggeliat dan merenggang kan otot-otot tubuh ku karena posisi tidur yang kurang nyaman itu.
Kuedarkan pandanganku, terasa sepi. Mungkin ibu sedang melakukan tugasnya dirumah besar.
Dengan sisa kantukku aku meraba-raba mencari ponselku, namun tak juga kutemukan. Biasanya banyak notifikasi dari tim twelve, jadi aku harus sering mengeceknya.
Karena tak kunjung menemukannya, akhirnya kuputuskan untuk mandi dulu agar lebih segar dan terbebas dari rasa malas.
Setelah berganti baju santai dan mencepol rambutku seperti biasanya. Aku mulai memutar musik favoritku lewat mini speaker lalu mengambil sapu dan berjalan keluar dari paviliun itu berniat membantu ibu membersihkan daun-daun pohon jambu tempat ku sering menghabiskan waktu dengan memanjat keatasnya.
Pohon yang ada persis didepan paviliun itu sekarang sedang berbuah lebat, pasti sangat menyenangkan memanjat pohon sambil memakan buahnya.
Sebelum aku bersiap memanjat pohon, sayup-sayup terdengar suara percakapan di paviliun sebelah, mungkin bibi Lastri sedang menerima tamu.
Tapi sepertinya kok ada suara ibu juga deh...
Karena penasaran aku mulai melangkah ke paviliun sebelah tempat bibi Lastri tinggal.
Ketika aku mulai masuk keruang tamu, sapu yang dari tadi kupegang langsung terlepas dari genggamanku dan menimbulkan bunyi keras membuat ketiga orang yang tadinya asyik mengobrol menoleh kearah pintu masuk tempatku berdiri.
Sementara orang yang sedang menikmati hidangan dengan nikmatnya seketika berhenti makan demi melihat asal suara yang cukup berisik karena ulahku itu.
" Shania....kemarilah...kau ini kenapa menyembunyikan kami dari kekasih mu hmm?" ucap ibu sambil menarikku agar ikut duduk disamping mereka.
" Benar Shania, toh tuan Darren juga tak mempersalahkan bahwa orang tuamu hanya asisten rumah tangga kok ...."imbuh bi Lastri kemudian.
Aku yang masih merasa linglung menganggap semua ini hanya halusinasi mataku yang mungkin masih mengantuk.
Sementara itu kedua kakak beradik yaitu ibu dan bibiku terlihat sangat bahagia. Sedangkan pria yang telah membuat jantung ku hampir copot itu memandangku tanpa ekspresi...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments