Waktu berlalu, pertemuan tuan Elhan dan nona Nindi mempermudah kami untuk menghubungi tuan Elhan dan sedikit demi sedikit membuka ingatan tentang masa lalunya.
Hingga perjodohan yang direncanakan keluarga tuan Reyhan, membuat nona Nindi semakin menjauh dari tuan Elhan.
Bahkan tuan Darren mengajaknya tinggal bersama dikaki gunung tempat kelahirannya.
Hal itu membuatku semakin yakin hubungan mereka bukanlah sekedar teman.
" Maaf teman-teman...setelah sekian lama aku baru datang hari ini..." ucap tuan Elhan membuka meeting virtual seperti yang biasa kami lakukan.
" Selamat datang kembali bos...." ucap kami bergantian.
Kemudian kami membahas pekerjaan dengan singkat, mengingat tuan Elhan baru saja pulih dari sakitnya.
" Terima kasih atas kerja sama kalian selama aku mangkir...." ucapnya terkekeh.
" Kami anak-anak yang mandiri bos?" celetukku kemudian, membuat semuanya ikut berceloteh.
Dan akhirnya meeting kali ini berlangsung lebih santai.
" Terima kasih juga telah menjaga istriku...sekarang dia memang menjauh, jadi aku sendiri yang akan mengambil alih ...." ucapnya dengan raut mendung.
" Jangan khawatir tuan, kami akan selalu bersiaga mengingat terjadinya konflik diperusahaan tuan Reyhan...."ucap tuan Bram dari tim satu.
" Kalian memang yang terbaik, aku tak berarti apa-apa tanpa kalian..."sahutnya tersenyum.
Beberapa saat kemudian meeting berakhir.
Akupun melonggarkan otot-otot tubuhku dengan menggeliat ke kanan kiri.
Ah iya hampir lupa dengan janjiku pada ibu yang rencananya sore ini aku akan bertemu dengan pria yang dijodohkan dengan ku.
Akhirnya dengan malas akupun membersihkan diri dengan singkat. Dengan mengenakan outfit warna kuning dan celana jeans favoritku, aku segera bergerak menuju tempat yang telah dijanjikan.
Sebenarnya ibu sudah menyiapkan sebuah drees yang manis dan feminim, namun pria itu harus tau diriku yang sebenarnya agar bisa menerimaku apa adanya.
Mobilku berhenti diparkiran sebuah restoran yang lumayan padat oleh pengunjung.
Kuedarkan pandangan mencari seseorang yang wajahnya tertera pada galeri ponselku. Ibu telah mengirimkannya padaku kemarin, dan hari ini lebih dari sepuluh kali notifikasi pesan ibu mengingatkan pertemuan ini.
Seorang pria yang kumaksud telah duduk dipinggir jendela sedang memainkan ponselnya.
" Selamat sore..."ucapku saat sampai didepannya.
"Nona Shania ?"
" Benar..."
" Silahkan duduk..." pria itu tersenyum ramah.
Perawakannya tak terlalu tinggi, rambut lurus dan berkacamata. Seorang pria tampan dan ramah dengan profesi sebagai dosen yang notabene telah mapan kenapa dia mau saja dijodohkan dengan wanita yang sama sekali tak dikenalnya sepertiku ini...
"Kenalkan saya Arnando Tobias ..." pria itu mengulurkan tangannya padaku.
Saat aku menyambutnya, genggaman tangan pria itu begitu erat membuatku tercekat, aku berusaha tenang dengan menata nafasku agar emosiku terkendali sambil berusaha melepaskan tanganku darinya.
" Anda sudah tau nama saya..." untuk sekian kalinya aku menghela nafas.
" Benar , ibu saya sudah banyak bercerita tentangmu..." tatapan dibalik kacamatanya itu mulai membuatku mulai risih.
" Ooh...." aku hanya bisa manggut-manggut...
" Kita pesan makan dulu....pilihlah apapun yang kamu suka..." ucapnya sambil menggeser menu kehadapanku.
Kurang dari tiga detik aku sudah bisa menentukan pesananku.
" Sup tofu dan lime mojito..."
" Hanya itu? Tanpa karbo ? nanti kamu lapar lagi loh..."sahutnya padaku dengan nada bercanda.
Hhh...andai dia tau, aku sedang tak nafsu makan gara-gara pertemuan ini...
" Sudah cukup..." semakin sedikit aku pesan ,semakin cepat makan, bisa langsung kabur dari hadapan pria yang senyumnya membuatku tak nyaman itu.
" Baiklah..." lalu dia memanggil waiters dan membuat pesanan untuk kami.
Suasana canggung kembali terjadi diantara kami.
" Nona Shania....sudah lama kedua orang tua kita merencanakan perjodohan kita. Jadi saya ingin memenuhinya...."ucapnya seraya bersandar dikursinya dan manautkan kedua tangannya.
" Kenapa anda setuju saja, bahkan anda tidak tau apa-apa tentang saya...."
" Hmm...saya yakin wanita yang menjadi pilihan ibu adalah wanita baik-baik, dan ternyata anda juga cantik...." senyumnya kembali mengembang.
" Apa anda benar-benar tidak punya kekasih?"
" Tidak, sejak ibu mengatakan maksudnya akan menjodohkan kita, saya berusaha menjaga hati agar tidak dekat dengan wanita lain..."
Jawabannya itu membuatku semakin tertekan. Bagaimana bisa dia akan menerimaku saat mengetahui yang sebenarnya.
" Bagaimana jika ternyata saya bukan wanita seperti yang anda pikirkan ?"tanyaku sambil menata hati...
Tuan Arnan belum sempat menjawab, saat waiters datang membawa pesanan kami.
" Silahkan menikmati..."ucap wanita muda yang mengantar makanan kami itu.
" Terima kasih..." sahut tuan Arnan padanya.
Sesaat kemudian tuan Arkan mengajak kami makan .
" Bagaimana ? Masakannya enak ? "
" Hmm...iya, enak.." jawabku asal.
" Apa kamu bisa masak....?"
" Maaf, tapi saya tidak bisa masak...."
Pria itu terlihat hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
" Kata orang , suami istri akan saling melengkapi, jika istri nggak bisa masak harusnya suami bisa melakukannya...saya juga minta maaf karena bukan pria yang terbiasa dengan urusan dapur...." ucapnya dengan nada bercanda.
Sebenarnya aku tak pernah mempermasalahkan kelebihan dan kelemahan suamiku kelak, asalkan dia mau menerima keadaanku apa adanya...
" Jangan khawatir, kita bisa sama-sama belajar nantinya..." sahutnya membuyarkan lamunanku.
Kubalas pernyataannya itu dengan senyuman.
Pertemuan itu berlangsung hampir satu jam lamanya, dan menurut pandanganku dia memang berminat untuk menikah denganku. Hal itulah yang membuatku terbebani.
Dalam perjalanan pulang menuju apartemen ku, ibu menelfonku. Dan sudah bisa kutebak pasti tentang kencan buta yang telah direncanakan untukku tadi.
" iya Bu...ada apa...?" tanyaku setelah memarkirkan mobilku di basement apartemen tempat tinggalku itu.
Setelah turun, dan mulai berjalan dengan menggendong tas ransel berisi pekerjaan yang tertunda, kudengar suara ibu yang sedang dalam mode sangat senang.
"Shania...baru saja ibu mendapat telfon dari ibunya Arnan, dia setuju bila putranya bersedia menikah denganmu nak...mungkin Minggu depan dia akan melamarmu..."
" Astaga!!!!" kakiku berhenti melangkah mendengar kabar dari ibuku itu.
" Iya, Sha...tenang saja kamu tak perlu melakukan apapun, biar ibu yang menyiapkan semuanya...." suara ibu masih terdengar sangat antusias
" Tapi Bu, kami baru bertemu satu kali...aku butuh waktu untuk mengenalnya dulu..."
" Jadi berapa lama kamu akan memutuskannya..." gerutu ibuku dari seberang.
" Mmm....sampai tahun depan.."
" Apa!!! Lama sekali...dia tak mungkin mau menunggumu lagi, Sha...dia pasti akan memilih gadis lain..."
Aku terdiam mencerna kalimat dari ibu, selama ini aku selalu mengulur waktu untuk dipertemukan dengan pria itu, mungkin benar dia tak akan mau menunggu lebih lama lagi...
" Shania...ibu akan malu jika kamu menundanya lagi, alasan apa yang harus ibu katakan pada keluarganya..."
" Biar kupikirkan dulu ya Bu....Shania sayang ibu" kututup sambungan itu sambil memijit kepalaku yang mulai pening.
Sepanjang langkah menuju unit yang kutempati, kalimat ibu tentang lamaran Minggu depan masih saja terngiang-ngiang dikepalaku.
Dengan gontai aku masuk lift dan menekan tombolnya.
" Hei jangan melamun...." suara tuan Elhan dibelakangku membuatku terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Mutiara Wati
pada akirnya sama ethan kayanyaa
2021-08-03
3