Hari berganti dan berbagai kejadian tak sesuai dengan rencana namun ternyata membawa kebahagiaan bagi tuan Elhan.
Dan peristiwa itu membuatku sempat kalang kabut.
Dari tadi malam aku ikut menginap dirumah sakit karena kondisi nenek Marini belum stabil. Bagaimanapun nenek sangat menyayangiku seperti cucunya sendiri.
Sebenarnya aku belum sanggup untuk berpisah dengan nenek, namun tuan Elhan sudah berniat untuk melepas nenek Marini untuk selamanya.
Pagi itu tuan Elhan menanyakan keberadaanku dan memintaku untuk segera menemuinya didepan gedung itu.
" Siapkan satu set gaun putih dan stelan putih untukku!!" ucap tuan Elhan saat keluar dari rumah sakit tempat nenek Marini dirawat.
" Baik...ukuran gaun putihnya?" tanyaku sambil mengikuti langkahnya yang tergesa menuju tempat parkir.
Pertanyaan ku itu membuatnya berhenti melangkah dan sejenak menatapku.
" Sama denganmu...langsung bawa kerumah Bu Cicik ya, kita bertemu disana satu jam lagi" jawabnya kemudian.
Lalu kami kembali melangkah dengan cepat menuju mobil kami.
" Aku akan kerumah pamannya Nindi pakai mobil mu...kamu diantar pak Zen saja"
" Baik, hati-hatilah kamu juga semalaman pasti kurang istirahat..."sahutku mengkhawatirkannya.
Tuan Elhan mengangguk dan segera berlalu membawa mobil miniku.
" Ayo pak , kita ke butik Miss Rose...."
" Siap Non..."
Dengan kecepatan tinggi kami menuju butik gaun pengantin disalah satu unit Mega Mall. Agar lebih cepat mendapatkan pesanan tuan Elhan, kuputuskan untuk menelfon Tante Rosi, pemilik butik Miss Rose lebih dulu...
" Halo Tante..."
" Iya Sha, ada perlu apa? tumben pagi sekali kamu telfon hmm?" suara Tante Rosi diselingi dengan percakapan dengan orang lain.
" Apa Tante sudah berada di butik?"
" Hu um, aku sudah sampai kok..."
" Aku dalam perjalanan kesana Tan, tolong siapkan satu set gaun putih dan stelan putih untuk cowok juga ya..."
" Eh...jadi kamu akan tunangan ya atau malah mau lamaran?..., wah senang sekali...cepatlah kemari, aku punya sesuatu yang cantik untuk gadis cantik sepertimu..."
" Ma...maksud saya .."
Tut..Tut...
Hhh...Tante Rosi juga salah satu orang yang menginginkan aku segera menikah.
Aku hanya bisa menghela nafas karena merasa pusing dengan orang-orang itu.
Tak lama kemudian aku telah sampai didepan Mega Mall dan segera kulangkahkan kakiku menuju butik Miss Rose.
Langkahku sedikit berlari, saat kulihat lift akan terbuka sambil sesekali melihat jam yang melingkar ditanganku.
Dan akhirnya aku bisa masuk kedalam lift dengan nafas memburu, lalu memencet tombol menuju lantai lima.
Aku menetralkan nafasku dengan bersandar pada dinding ruangan sempit itu.
" Hei... bukankah kamu yang pernah melarikan diri sebelum menerima uang kembalian ..."
Suara itu membuatku menoleh dengan cepat.
O...orang ini!!! kenapa aku bisa bertemu lagi dengannya dalam posisi seperti ini!
Hanya berdua saja dengannya didalam lift.
" Ah..iya ,maaf saat itu saya buru-buru..." sahutku datar karena tak tau harus beralasan apa.
Dari data yang diminta tuan Elhan tentang pria bernama lengkap Darren Alvaro itu, sampai sekarang masih single dan tidak ada tanda-tanda sedang dekat dengan cewek manapun.
Dia pengusaha waralaba yang sudah membuka banyak cabang diberbagai kota. Namun aku tak bisa mengetahui tentang keluarganya, selama aku menyelidikinya, dia hanya berkutat dengan bisnisnya saja.
" Kalau gitu , sekarang ikutlah denganku untuk mengambil uang kembalianmu, karena saat ini aku tak membawa uang cash..." ucap tuan Darren kemudian.
" Maaf... tidak perlu tuan, saya sudah melupakannya. Lagipula saya harus mengejar waktu..." ucapku sambil memperhatikan angka diatas pintu lift, berharap bisa sampai dengan cepat.
Saat pintu akan terbuka, aku segera bersiap keluar.
" Hei tunggu!!!"
Sebuah tangan menahan lenganku.
Dan secepat kilat reflekku bekerja karena sentuhan mendadak itu.
Kuputar lenganku dan seketika tendangan kakiku mendarat diperutnya.
" Ah maaf tuan, saya tidak sengaja..." kesadaran ku kembali saat melihatnya mengaduh karena ulahku itu...
" Hhh...kau ini!!" ucapnya sambil berusaha berdiri tegak.
"Sekali lagi maaf....permisi" aku segera keluar saat pintu lift terbuka, setelah membungkukkan badanku sebagai tanda permintaan maaf ku.
Hhhh...aku memang sudah terbiasa merespon dengan cepat, sentuhan yang mendadak membuatku merasa terancam. Untung saja tadi aku tak sempat mengeluarkan pistol yang selalu kubawa dan mengarahkan ke kepalanya...
Aku akan mengurusmu tuan Darren, hanya saja aku butuh waktu untuk menghadapimu.
" Nah ini cobalah Shania..." Tante Rosi menyerahkan lima gaun agar aku mencobanya.
" Aku tak punya waktu untuk mencobanya Tante, dan sekali lagi ini bukan pernikahanku..." ucapku merasa sewot karena sedari tadi Tante Rosi masih beranggapan bahwa gaun ini untukku sendiri.
" Huuh...kau ini selalu saja begitu, lalu kenapa kamu yang repot begini sih..."
" Karena ini bagian dari pekerjaan ku Tante...aku pilih ini saja" dengan melihat saja aku yakin gaun yang kupilih itu akan pas dipakai oleh nona Nindi. Tak lupa dengan sepatu dan semua aksesoris juga sudah tersedia dalam paket tersebut.
" Jadi sekarang kamu ikut WO ya??" Tante Rosi masih saja penasaran.
" Yeah...anggap saja begitu..." sahutku malas.
Kuberikan kartu debit pada kasir butik itu, setelah Tante Rosi membungkus dengan rapi semua pesananku tadi.
Masih setengah jam lagi, aku segera berjalan cepat dengan membawa paperbag besar dikedua tanganku. Tau gini tadi kubiarkan pak Zen ikut masuk agar aku tak kerepotan membawa dua benda besar ini.
" Hei nona! Tunggu! "
Akupun menoleh dan mendapati tuan Darren mendekat. Dengan nafas memburu karena berjalan tergesa, aku berhenti dan menipiskan bibirku.
Ni orang benar-benar menghambat jalanku.
" Aku tak mau berhutang padamu, jadi aku mengikutimu...ini kembalian yang kemarin dulu..." dengan wajah datar dia menyerahkan lembaran uang padaku.
Kedua tanganku yang memegang paperbag cukup besar, membuatnya bingung bagaimana menyerahkan uang itu padaku.
Tangan kananku terulur agar dia membawakan paperbag besar yang cukup berat itu.
" Tolong bawakan dulu..." ucapku.
Setelah dia menerima paper bag itu dengan kanan kirinya, akupun mengambil uang dari tangannya dan kumasukkan dalam tas kecil yang kubawa.
" Ini berat sekali, kamu sendirian ?"
" Hmm...sopirku menunggu dibawah, terima kasih tuan, maaf saya harus segera pergi..." sahutku sambil mengambil kembali paper bag dari tangannya itu.
" Biar kubawakan sampai parkiran..." tuan Darren melangkah sambil membawakan salah satu barang belanjaku yang memang berat itu.
" Eh ... tidak usah tuan, aku bisa sendiri..." akupun mengejarnya.
" Aku juga mau kebawah, sudahlah jangan protes lagi, bukankah kamu sedang mengejar waktu..."
Aku hanya mendengus kesal dengan keputusannya itu. Bagaimanapun aku tak mau bergantung dengan orang lain, apalagi orang di sebelahku ini...
Sekali lagi kuhela nafas, untuk tak menghiraukan nya. Anggap saja dia orang lain.
Ternyata bantuannya memang meringankan lengan ku yang baru sebentar saja sudah capek membawanya, tak sampai sepuluh menit aku sudah sampai parkiran mobil dimana pak Zen telah menungguku.
" Sekali lagi terima kasih tuan Darren...." ucapku padanya sambil memasukkan barang-barang tadi dikursi belakang.
" Kamu mengenalku?!?"
Astaga , aku lupa!!! bukankah seharusnya aku tak mengenalnya, kenapa mulut ini reflek memanggil namanya sih.
" Mmm...kemarin, pegawai anda memanggil dengan nama itu kan?" sahutku polos.
" Oh benarkah!...ya sudah saya pergi dulu..."sejenak dia tampak berpikir, kemudian berlalu dari hadapanku.
Fiuh...lega rasanya, untungnya aku bisa berpikir dengan cepat, sehingga dia tak mencurigaiku...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments