Senja menaikkan alisnya, "Mau kemana kau?"
"Aku ingin melakukan sesuatu di tempat ini..." Aku mendekati Senja dan bertanya, "Mana senternya?"
Senja menghembuskan napasnya dan mengeluarkan satu senter kecil dan memberikannya padaku.
Aku menerimanya kemudian menyalakannya. Rencanaku di markas ini adalah mencari peta dan mencari kebenaran tentang ayahku.
Jika ketemu, mungkin perlu waktu bagiku untuk memahaminya, tetapi rencana lainku adalah menemukan cakar yang dulunya dipakai ayahku hingga ia dikenal sebagai Si Cakar Merah.
"Aku akan mencari informasi tentang ayahku, itu penting bagiku saat ini." Aku menjelaskan rencana sederhanaku pada Senja dan ia mengangguk tanda paham.
Aku berjalan menjauh dan mencari di sekitar tempat itu, susunan markas itu.
Dari luarnya, markas ini memakai bangunan dua lantai yang berukuran cukup besar. Pastinya ada beberapa ruangan besar di markas ini. Itu menjadi alasanku ingin mencari informasi tentang ayahku.
Beberapa ruangan pasti menyimpan beberapa hal penting, semacam misi ataupun identitas anggota, tetapi identitas anggota pastinya tidak akan disimpan sembarangan.
Aku sebenarnya memikirkannya secara asal, aku berpikir kalau beberapa informasi tentang anggota organisasi Hunter SuraBaya disimpan di ruangan yang terkunci rapat. Kalau benar, maka aku tidak bisa melakukan apapun.
"Apa yang ingin kau lakukan?" Tanya Senja. Ia mengikutiku dari belakang.
"Seperti yang kujelaskan tadi, aku ingin mencari informasi tentang ayahku dan mencari senjata ayahku juga." Jawabku kemudian berhenti di depan sebuah komputer.
Aku tidak bisa mengoperasikan komputer, tetapi di atas meja yang sama dengan komputer itu diletakkan, ada sebuah peta, itulah yang kucari. Hehehe...
Mana mau aku mengoperasikan benda yang tidak bisa kuoperasikan, bisa pusing tujuh keliling aku dibuatnya.
"Nah, karena kita sekarang berada di bagian penerimaan, kita harus ke..." Aku mulai memperhatikan peta itu.
Tunggu dulu, pelajaran tentang peta dan denah baru diberikan pada kelas 3 SD, kenapa aku bisa membaca peta dan denah di usia tujuh tahun, usia kelas 2 SD? Apakah ini yang disebut jenius?
Sudahlah, aku tidak ingin memikirkan itu, aku harus mencari yang kuinginkan secepatnya.
Aku terus menelusuri denah itu dan menemukan sebuah ruangan yang disebut Ruang penyimpanan.
"Kuharap disini menyimpan informasi dan benda yang kuinginkan." Aku menegakkan tubuhku dan menarik denah itu, mencabutnya dari meja itu, "Aku akan kesana..."
Membaca denah sambil berjalan sepertinya menyenangkan, batinku saat ini.
***
Ruang penyimpanan yang kucari berada di bawah tanah, di bawah lantai pertama markas organisasi Hunter SuraBaya.
Itu sepertinya wajar saja karena mereka pastinya ingin keamanan informasi, meskipun sebenarnya ada berbagai cara untuk bisa mendapatkan semua informasi itu.
Menurut denah, bagian bawah tanah amat luas dan memiliki banyak ruangan dan banyak belokannya, jadi bisa dikatakan kalau bagian bawah tanah dirancang agar Ruang penyimpanan tidak mudah dicapai.
Aku berkeliling bersama Senja dengan senter dan denah di tanganku, dengan mata yang sedikit panas karena melihat denah di kegelapan, hanya berbekal senter saja.
Hingga akhirnya, pencarian kami berakhir dengan kami menemukan sebuah pintu yang menurut denah adalah Ruang penyimpanan.
"Kuharap aku bisa menemukannya." Aku mendorong pintu itu dan entah apa yang terjadi, pintu itu langsung terbuka.
"Eh?"
"Eh?"
Kami berdua terkejut dan mematung saat melihat itu. Apakah ini kebetulan atau bagaimana, pintunya tidak dikunci!
Aku berjalan dengan gemetar sambil memikirkan sesuatu yang sedikit aneh menurutku ini.
Apakah ada terjadi sesuatu di tempat ini sehingga beberapa petunjuk yang berguna bagiku muncul dan tersedia begitu saja?
Aku menggelengkan kepalaku, seperti yang kukatakan tadi, aku tidak ada waktu memikirkan berbagai hal aneh hari ini.
Aku berjalan masuk dan mencari saklar lampu kemudian menyalakan lampu di ruangan itu.
Ruangan itu terlihat seperti perpustakaan bagiku, dan ada banyak rak yang berisi berbagai buku tebal.
Aku menyusuri rak-rak itu dan mencari sesuatu, buku tebal yang mungkin menyimpan informasi tentang ayahku.
Senja sendiri sudah pergi entah kemana, ke tempat yang ia inginkan, meninggalkanku di tengah-tengah rak tinggi yang banyak terdapat di ruangan itu.
"Apa yang harus kucari agar bisa menemukan tentang informasi ayahku?" Tanyaku sambil mengelus daguku.
Aku menyusuri berbagai judul yang ada, semuanya, mulai dari informasi dari Hunter yang bergabung dua puluh tahun, sembilan belas tahun, hingga tahun ini...
"Pada tahun berapa ayah bergabung?" Aku teringat sesuatu.
Jika informasi bergabungnya seseorang ke sebuah organisasi Hunter dicatat, maka seharusnya informasi keluarnya seseorang dari organisasi Hunter juga dicatat.
Aku mencari buku tentang informasi dari sepuluh tahun lalu, ke rak sebelah, sambil menebak apa saja yang mungkin terjadi di tahun itu.
Memikirkannya dengan otak anak tujuh tahun, amat sulit kulakukan. Jika aku melakukannya di otakku dulu yang berusia delapan ratus tahun lebih, mungkin aku bisa menebak hal-hal yang-...
Sabar, kenapa pikiran aneh itu datang lagi? Apa yang terjadi sebenarnya padaku? Delapan ratus tahun? Jangan bercanda deh, wahai pikiranku yang senang bermain-main hari ini...
Lagipula, informasi yang kumiliki amat terbatas, jadi sulit memperkirakannya, bahkan dengan-... Tidak jadi, sudah ketemu...
Aku melihat sebuah buku tebal, yang bertuliskan "Tahun 2221". Aku tersenyum lebar, tahun 2221 adalah sepuluh tahun lalu, tahun ayahku pensiun dari dunia Hunter.
Aku melompat dan berniat meraih buku itu, tetapi apalah daya tinggi anak tujuh tahun tidak bisa mencapai buku itu.
Aku menggaruk kepalaku, bagaimana caraku mengambilnya sementara tinggiku hanya sekitaran pangkal paha orang dewasa? Tinggi rak itu sepertinya empat kali lipatnya tinggiku, sementara lokasi buku yang kuinginkan ada di atas kepalaku saat aku sedang melompat.
Kalau salah tarik, bisa-bisa aku tertimpa satu atau dua buku tebal. Kalau beruntung, mungkin hanya terkena tanganku, kalau sial yaaa kena kepala deh...
"Sepertinya aku harus mencoba keberuntunganku..." Aku memasang ancang-ancang kemudian melompat.
Saat di udara, aku mendapat sedikit dorongan di kakiku dan lompatanku seketika lebih tinggi dari tadi dan aku bisa mengambil buku yang kuinginkan.
Setelah mendapatkannya, aku mendarat turun dan aku melihat Senja berdiri di sebelahku sambil membawa sebuah senter besar.
"Sudah?" Tanya Senja. Aku mengangguk sambil mengangkat satu buku yang kudapatkan dengan susah payah.
"Mari kita lihat..." Aku membuka buku itu dengan senyuman yang terukir lebar di wajahku, "Tentang identitas asli Si Cakar Merah Joko Taru..."
***
Seorang kakek berjalan dengan santai di sebelah rel kereta sambil memegang sarung pedangnya.
"Masih perlu waktu sekitar dua hari lagi agar aku bisa sampai di Surabaya dengan kecepatan lariku saat ini..." Kakek itu menoleh ke belakang dan lima ekor Monster yang memiliki bentuk seperti semut muncul.
"Ah, aku lupa kalau daerah sekitar sini adalah sarang Red Ant, Monster rank B yang memiliki bayaran 15 juta rupiah. Tapi sayangnya aku bukan lagi Hunter..." Kakek itu menjentikkan pemisah antara bilah pedangnya dan gagangnya, "Aku akan menyelesaikannya seperti sebelumnya..."
Sebuah kereta lewat dan kakek itu diam dengan mata yang masih menatap lima semut besar yang ada di hadapannya, tangan kirinya masih memegang sarung pedangnya. Tangan kanannya masih menggantung tenang di tempatnya, tetapi jika ada orang teliti yang melihatnya, maka orang itu akan melihat kalau tangan kanan kakek itu terlihat sudah siap menarik pedangnya.
Kereta itu berisi beberapa orang dan mereka melihat keluar, melihat kakek itu.
Mata penumpang kereta itu melebar saat melihat kakek itu, apalagi saat kakek itu sudah mulai menarik pedangnya.
"Gerakan menarik pedang itu... Mungkinkah dia adalah Pendekar Jubah Hitam?"
"Jangan bodoh, beliau sudah pensiun lima belas tahun lalu setelah berhasil kembali hidup-hidup dari penyerangan ke pulau Hawaii yang berakhir gagal. Dia tidak mungkin kembali menjadi Hunter."
"Penyerangan itu disebut-sebut hampir berhasil karena Pendekar Jubah Hitam membawa pulang satu kepala Monster rank SS, bukan?"
"Tunggu, mau apa dia disini? Apakah dia berniat kembali menjadi Hunter?"
"Pikirkan usianya, dia adalah yang terakhir pensiun di generasinya, ia pensiun di usia lima puluh sembilan tahun, aku ragu dia masih memiliki kecepatan seperti dulu."
Semua penumpang kereta itu membicarakan tentang identitas kakek itu, sementara yang dibicarakan masih berdiri tenang dengan pedang yang sudah keluar dari sarungnya.
"Sudah kuduga, dia adalah Pendekar Jubah Hitam! Lihatlah Pedang Api Hitam andalannya itu!"
Beberapa penumpang berniat melihat pertarungan kakek itu, tetapi entah kenapa yang selanjutnya terjadi adalah semut-semut itu jatuh ke tanah dengan luka tebasan yang amat lebar.
Yang melakukannya tidak ada di tempatnya, ia kini berlari melewati kereta itu dengan kecepatan tinggi sambil menyarungkan kembali pedangnya.
Semua penumpang yang melihatnya, termasuk masinis kereta terkejut melihat itu.
"Itu... Benar-benar Pendekar Jubah Hitam, kemampuannya masih seperti dulu, di masa kejayaannya..."
Hehehe, tunggu kejutan dari kakek tua yang dijuluki Pendekar Jubah Hitam ini!
Ngomong-ngomong, caranya si kakek itu menjentikkan pemisah antara bilah pedangnya dan gagang pedangnya itu, mirip seperti para karakter anime sebelum menarik pedangnya. Semisal kalian susah ngebayangin dengan gambaran ane, bayangin aja para karakter itu...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
John Singgih
kakek jubah hitam tetap hebat meskipun telah lama pensiun
2022-02-28
0
nabawi ahmad
cara penyampaian cerita yang cukup baik... good job thor
2022-01-23
3