Yah, aku sendiri sebenarnya merasa aneh saja, karena hanya itu saja mimpi yang bisa kuingat.
Jika biasanya ada beberapa mimpi yang tidak kuingat secara detail, mimpi itu saja yang amat kuingat detailnya.
Mulai dari napas si jubah hitam, tatapan matanya, hingga raungan makhluk yang membunuhnya, aku ingat dengan jelas.
Dan situasi saat ini kurang lebih hampir sama dengan mimpi itu, raungan yang amat mengerikan di telinga anak usia tujuh tahun.
Ayahku menyerahkanku pada ibuku yang sudah mendekap kakakku lalu ia berjalan ke depan rumahku, mencoba mencari tahu apa yang terjadi.
"Ayo, ikuti ibu, ibu akan mencari ponsel untuk mencari informasi tentang suara aneh tadi..." Ibuku berdiri sambil menggenggam erat dua tangan anaknya.
Aku dan kakakku berdiri dengan cepat dan mengikuti ibuku yang sudah menarik tangan kami berdua.
Tak lama, suara sesuatu yang roboh terdengar, membuat jantung kami bertiga serasa ingin lepas dari tempatnya saat mendengar suara itu.
"Apa itu?" Tanya kakakku pada ibuku.
"Ibu tidak tahu, jangan pikirkan itu, cepat ikut ibu saja..." Ibuku berjalan lebih cepat, dan saat itulah, suara sesuatu yang akan jatuh terdengar.
Kami bertiga mematung di tempat mendengar suara itu, bersamaan kami bertiga melihat ke atas dan atap rumah kami sudah siap runtuh.
"Lebih cepat lagi!" Ibuku menggeser posisinya dan berlari di belakang kami, sambil mendorong kami ke depan, berusaha lari dari tempat itu.
Aku dan kakakku didorong oleh ketakutan, sehingga lari kami terasa lebih cepat dari ibuku sekalipun.
Tetapi nyatanya, saat aku menoleh ke belakang, ibuku sudah tidak ada di belakangku, yang ada hanyalah reruntuhan atap rumah kami.
Mataku melebar, tidak percaya dengan kenyataan ini. Baru pagi tadi aku melihat ibuku tersenyum, sekarang ibuku sudah tidak ada?
Aku mencoba menolak kenyataan, tetapi reruntuhan di belakangku memberikan jawaban sebenarnya.
"Langit, jangan melamun, lari lebih cepat-..." Kakakku menarik tanganku. Aku mengira kakakku memaksaku berlari lebih cepat, tetapi kakakku menarik tubuh kecilku dan menggendongku.
Kami berdua berlari ke halaman belakang dan berencana kabur lewat belakang, tetapi satu kejadian lagi membuatku merasa lebih takut saat melihat ibuku tidak ada di belakangku.
Suara reruntuhan terdengar, dan saat itulah, kakakku berhenti dan berusaha membuka pintu belakang, tetapi kuncinya tiba-tiba saja patah, dan jalur kabur kami pun menghilang.
Jika kita berpikir tenang, maka kita bisa mencoba mengambil jalur depan, tetapi hal itu sudah tidak mungkin lagi dengan situasi kacau ini.
Ditambah suara reruntuhan yang terdengar membuatku merasa kalau rumahku sudah hancur, tersisa jalan menuju halaman belakang saja yang tersisa.
"Arrgghh!" Kakakku menjerit keras, membuatku terkejut dan melihat kakakku.
"Ada jendela, ayo kita kabur lewat sana saja, kak..." Aku menarik tangan kakakku dan berjalan mendekati satu jendela di dekat sana.
Saat melihatnya, kakakku membuka jendela dengan panik, tetapi sepertinya jendela itu tidak memahami situasi saat ini.
"Kenapa jendelanya harus sulit dibuka saat situasi seperti ini, sih?!" Kakakku mengumpat dan memukul jendela keras.
Aku tidak memiliki pilihan lain selain membantu kakakku mendorong jendela itu. Dibandingkan hanya diam menunggu orang lain membukakan jendela itu untuknya, lebih baik ikut membantu, kan?
Suara reruntuhan terdengar makin keras, dan saat jendelanya sudah terbuka, kakakku mengangkat tubuh kecilku dan melemparkanku keluar ke halaman belakang.
Setelah memastikan adiknya sudah jatuh dengan aman, kakakku menaiki jendela itu dengan sedikit kesulitan.
Yaa, aku paham kenapa kakakku mengalami hal itu. Bisa dibilang, kakakku jarang melakukan sesuatu yang aneh-aneh, jadi sudah pasti ia tidak akan bisa kabur lewat jendela.
"Ayo kak, lebih cepat lagi!" Aku menyemangati kakakku dengan suara yang masih terdengar keras untuk ukuran anak tujuh tahun.
"Iyaaa, ini aku sudah berusaha!" Kakakku berseru keras, menjawab perkataanku.
Disaat kakakku hampir keluar, tanah secara tiba-tiba bergetar dan meruntuhkan rumahku total, termasuk jendela yang berusaha kakakku lewati. Jika sudah seperti itu, apakah kalian bisa menebak akhirnya seperti apa?
"Kak Bintang!" Aku berniat mendekat, tetapi tanah masih bergetar hebat dan membuat pijakanku tidak seimbang.
Aku berkali-kali jatuh dan aku pun menyerah untuk berdiri. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah meratapi kematian tiga keluargaku.
"Aarrgghhh!"
Aku memukul tanah keras, hingga tanah keras di halaman belakangku berbekas pukulanku.
Karena merasa frustasi, aku tidak menyadari kalau pohon satu-satunya di halaman belakangku, yang berada tepat di belakangku, mulai kehilangan pegangannya pada tanah.
Aku yang masih tidak menyadari hal itu berdiri dengan perlahan, mengabaikan getaran tanah yang masih mengacaukan keseimbangan berdiriku. Aku pun berjalan mendekati reruntuhan rumahku.
Aku memang tidak menyadari kalau pohon di belakangku sudah akan roboh, tetapi beberapa saat kemudian, aku pun menyadarinya.
Bayangan pohon mendekatiku dan saat aku berbalik, pohon besar satu-satunya di halaman belakangku jatuh, menimpa tubuh kecilku dengan keras.
Setelah tertimpa pohon besar, aku pun kehilangan kesadaranku dalam waktu yang cukup lama...
***
"Oi anak muda, hidupmu masih panjang, tetapi kenapa kau malah semudah itu menyerah?"
Suara seorang pria terdengar di telingaku, dan aku merasa tidak asing dengan suara itu.
Ya, aku memang sering lupa dengan mimpiku, ada beberapa yang kuingat jelas, termasuk kematian si jubah hitam, tetapi ada beberapa hal yang kuingat, meskipun aku tidak berusaha mengingatnya.
Benar, suara tiga orang yang sering muncul dalam mimpiku amat kuingat jelas, sampai suara napas mereka pun kuingat jelas.
Dan suara itu adalah suara milik si lelaki jubah merah, lelaki yang cukup kusukai dan kutunggu kehadirannya di mimpiku.
"Aku tidak akan menyerah pada hidup ini!" Aku berseru keras dan membuka mataku cepat.
Cahaya matahari yang menyilaukan menerpa mataku saat aku membuka mata.
"Apa ini? Apakah aku masih hidup?" Aku mengucek mataku dan melihat ke sekitar.
Rumahku sudah rata dengan tanah, bukan hanya rumahku saja sih, tetapi beberapa rumah di sekitar rumahku rata dengan tanah. Beberapa pohon tumbang dan aku menebak kalau pohon-pohon itu tumbang karena getaran tadi.
"Eh?" Aku sedikit bergetar, saat melihat kakiku yang sedikit lagi tertimpa cabang pohon yang amat besar.
"Aku... Aku hidup!" Aku berseru keras sambil mengangkat kedua tanganku ke atas, merasa bangga dengan prestasi yang baru saja ia dapatkan.
Mengabaikan rasa panikku tadi, aku berdiri dengan cepat dan berteriak-teriak senang, merasa kalau hanya diriku saja yang selamat dari getaran itu.
Sesekali aku juga melompat-lompat kegirangan sambil berteriak "Aku hidup!" berkali-kali.
Hingga akhirnya, aku menenangkan diriku dan berjalan melewati reruntuhan rumahku, menuju tempat yang lebih baik.
Eleh, gk bisa jam 6 pagi... Ada bug nih MT...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
Bebas merdeka
okkk
2022-05-22
1
Bebas merdeka
sip
2022-05-22
0
mothur
bro bro ini maksud dari "yang kusukai" itu cuma sebatas kagum doang kan bukan lebih dari itu, takutnya jadi gay 🗿
2022-05-06
1