Aku mengikuti Senja yang berjalan ke gudang tempatku sebelumnya menemukan tongkat dan dua sabit itu sambil bertanya, "Kenapa kita kembali lagi?"
"Apa kau tidak merasa kalau dua sabit itu terasa aneh? Lagipula, kau tidak mungkin bisa memakai dua benda tajam sekaligus, kan?" Senja bertanya balik dengan nada seperti memberitahu orang aneh.
"Yaa, aku memang hanya menemukan dua benda itu dan juga, aku masih bisa memakai dua pisau untuk menusuk pohon, loh..."
Senja menghembuskan napasnya. Ia berhenti di depan sebuah ruangan yang masih terbuka dan saat itulah aku baru sadar kalau gudang tadi belum kututup setelah aku mengambil benda-benda yang bukan milikku.
"Aku akan memilihkanmu senjata yang cocok dengan tubuh kecilmu..." Senja berjalan masuk.
"Lalu, bagaimana denganmu? Apakah tongkat saja sudah cukup bagimu?" Tanyaku yang merasa bingung dengan situasi saat ini.
Senja mungkin akan mengatakan kalau tongkat saja sudah cukup baginya untuk bertarung, tetapi aku tidak tahu apakah Senja memiliki kemampuan untuk itu.
Kalau aku, aku sebenarnya bisa saja memakai berbagai benda yang ada di sekitarku, bahkan tong sampah kosong sekalipun bisa kupakai bertarung. Tentu saja semuanya akan bergantung pada fisik yang kumiliki.
"Terlalu, karena tongkat yang kau berikan adalah senjata api, senjata yang bisa mengeluarkan panas seperti api..." Jawab Senja, "Dua sabit yang kau bawa sebelumnya bukan lain hanyalah perlengkapan berkebun saja, sudah pasti itu akan kurang untuk kita bertarung melawan Monster."
Rasanya, seperti tertusuk oleh kenyataan bahwa aku salah mengambil senjata itu terasa menyakitkan...
"Eh? Darimana kau tahu kalau sabit itu adalah perlengkapan berkebun?" Tanyaku, memastikan apakah Senja bercanda atau tidak.
"Asal-asalan..." Jawab Senja lalu mengangkat sebuah benda besar yang memiliki gigi tajam di satu sisinya, "Kurasa ini cocok untukmu..."
"Itu gergaji, kan? Kenapa kau berpikir kalau gergaji cocok untukku?" Tanyaku dengan alis terangkat. Tapi sepertinya ucapannya benar.
"Gergaji ini ringan, pasti kau bisa mengangkatnya dan mengayunkannya..." Senja mengangkat gergaji itu, "Dan kau bisa menahan Monster selagi aku siap-siap dengan tongkatku..."
"Dengan sabit pun aku bisa..."
"Kalau kau begitu, kau serasa meremehkan Monster..."
Aku diam dan mengambil gergaji itu dari tangan Senja, "Oke kalau kau berkata begitu..."
Aku membawa gergaji itu di tangan kiriku sementara tangan kananku membawa sabit. Satu sabitku kuletakkan lagi karena menurutku dua sabit pasti akan memberatkan diri saja.
"Satu lagi..." Senja mengangkat sebuah pisau besar, yang lebih mirip seperti pisau besar tukang potong daging di pasar, mungkin saja itu...
"Eh?!"
"Bawa saja, pasti berguna..." Senja menatapku dengan tajam.
"Baik..."
Setelah menyerahkan pisau besar nan berat itu padaku, ia mencari sesuatu lagi, membuatku merasa sedikit kesal.
"Apa kau berniat menjadikanku tukang bawa senjata?! Kenapa kau memberikanku banyak senjata yang menurutku sulit kupakai?!"
"Untuk keamanan, lagipula kau bertubuh kurus dan lemah-..."
Ucapannya berhenti, aku menatap Senja dengan senyuman kemenangan.
"Tapi kau bisa berlatih membawa senjata berat..." Senja menyerahkan sebuah tas besar padaku, "Masukkan semua senjata itu kesini..."
Senyuman kemenanganku memudar saat mendengar ucapan Senja selanjutnya.
"Sialan..."
Aku melakukan apa yang diminta Senja dan setelah selesai, kami berjalan meninggalkan gudang itu dan berjalan keluar dari rumah setelah sehari merasakan ketenangan...
***
"Apakah kau ingin mengatakan kalau hanya kita berdua saja yang selamat dari kota ini?" Tanyaku sambil melirik sekitar.
Suasana kota serasa mencekam, beberapa bangunan hancur separuh, bahkan ada yang rata dengan tanah.
Bercak-bercak merah menghiasi jalanan yang dulunya ramai, membuatku dan Senja sedikit bergidik melihatnya.
"Ya..."
Padahal hanya tebakan asal-asalan, batinku sambil menguatkan peganganku pada tas yang kubawa.
Senja benar-benar tidak bercanda dengan kata-katanya, ia menyuruhku membawa semua senjata yang kami ambil dari rumah itu, sementara ia hanya membawa makanan serta pakaian yang kita ambil tanpa izin juga dari rumah itu.
"Aku tidak tahu kalau masih ada yang selamat dari serangan Monster yang setara dengan salah satu dari lima Hunter rank SS..." Suara seseorang yang berkata cukup keras cukup membuat kami terkejut setengah mati, bahkan Senja sudah berlari duluan.
"He-Hei! Tunggu!" Aku mengangkat tasku dan memanggulnya di pundakku lalu berlari mengejar Senja.
Kami berlari hingga akhirnya kami berhenti di depan sebuah toko yang cukup besar dan terlihat modern.
"Hah... Jangan berlari... Lagi... Aku lelah..." Aku menjatuhkan tasku dan suara besi yang jatuh terdengar nyaring.
"Seharusnya yang mengatakan itu aku..." Suara orang yang tadi terdengar lagi dan Senja kembali berniat lari, tetapi aku sudah menarik jaket kebesarannya dan ia terjatuh terduduk.
"Jangan lari, aku bukan hantu kok..." Seorang pria dengan jaket hitam dan celana olahraga berwarna hitam muncul sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya, "Salam kenal..."
Ia mengulurkan tangannya dan mungkin dia berniat menyalami kami, tetapi entah kenapa aku harus bertanya sesuatu padanya.
"Siapa paman?" Tanyaku dengan napas terengah-engah.
"Oh ya, aku lupa mengenalkan diri..." Pria itu menarik tangannya dan menurunkan resleting jaket hingg terbuka seperempatnya saja.
"Kalian bisa memanggilku Si Gigi Hitam Christo..." Pria itu berlutut dan ia mengulurkan tangannya lagi, "Meskipun itu bukan nama asliku sih..."
Kami diam saja mendengar itu, meskipun ia mengenalkan dirinya seolah dia adalah Hunter, kami tidak tahu siapa Si Gigi Hitam Christo itu sebenarnya.
"Mungkinkah...?" Senja terlihat melebarkan matanya setelah ia berpikir sejenak, "Anda adalah salah satu Hunter rank S yang berasal dari Jakarta?"
"Tepat sekali, aku datang karena berniat mengunjungi rumah masa kecilku, tetapi ketika aku datang tadi pagi, kota ini sudah hancur dan SuraBaya sudah hancur..." Christo memegangi kepalanya, "Seandainya aku datang lebih cepat, maka kota ini pasti tidak hancur..."
Aku paham rasanya kehilangan, jadi aku duduk di depan Christo dan berkata, "Maaf kami tidak mengenali paman sebelumnya..."
"Tidak apa, yang lebih penting..." Christo menatapku seperti menatap penjahat, "Kenapa kau membawa tas yang terlihat berat itu? Apa isinya?"
Aku melirik tas yang tergeletak di dekatku lalu menjawab dengan polos, "Isinya senjata tajam..."
Christo yang mendengarnya melebarkan matanya dan ia mengguncang pundakku, "Apa maksudmu?! Jangan bercanda, bocah!"
"Aku tidak bercanda! Ini benar-benar berisi senjata tajam!" Aku membuka tas itu dan memperlihatkan isinya, "Lihat?"
Christo memperhatikan senjata tajam di tasku dengan seksama lalu bertanya, "Kalian ingin kemana?"
"Tidak ada komentar, gitu?" Aku menggerutu sendiri tanpa tahu alasannya.
"Tidak, aku sudah tahu alasan kenapa kalian membawa banyak senjata tajam..." Christo berdiri dan berjalan memasuki toko besar itu, "Mari masuk dulu, kita isi perut baru bercerita santai..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
John Singgih
awal mula bertemu si gigi hitam Christo kami lari terbirit-birit
2022-02-28
0